Cerita Fadil Berhasil Menurunkan Berat Badan 25 Kilogram, Emosi Jadi Lebih Stabil
Sebelum berhasil menurunkan 25 kilogram, Fadil menjalani hari-hari yang penuh tekanan.
Tahun 2021 menjadi titik terendah dalam hidupnya, kuliah luring baru kembali dijalankan setelah pandemi Covid-19, dibebani tugas lapangan, dan dihantam stres yang membuat emosinya tak stabil.
Ia mengaku sering menangis, mudah marah tanpa alasan jelas, hingga memilih mengurung diri di kamar selama berhari-hari.
“Waktu itu aku benar-benar hancur. Nangis, ngamuk, nggak mau ketemu orang rumah. Mentalku hancur banget,” kata Fadil, pengguna Threads dengan akun @fdilazahra, saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (4/12/2025).
Siklus itu berlanjut hingga akhirnya rasa insecure mengambil alih. Ia mengatakan mulai tidak percaya diri, sulit bergerak bebas karena tubuhnya terasa berat, dan merasa terhambat melakukan apa pun.
Titik baliknya muncul ketika ia memutuskan untuk mengecek kesehatan. Hasilnya mengejutkan. Kolesterolnya mencapai angka 307, jauh di atas batas normal untuk usianya yang baru 24 tahun.
“Saat lihat angka itu, aku syok. Di umur segini kok kolesterolku setinggi itu,” ujarnya.
Momen tersebut menjadi alarm keras yang mengubah tujuan hidupnya, dari sekadar ingin kurus menjadi ingin benar-benar sehat.
Perjalanan IF yang mengembalikan kendali hidup
Fadil memilih kembali menjalani intermittent fasting (IF), metode diet yang pernah sukses ia gunakan saat SMA.
Kala itu, berat badannya turun dari 70 kg ke 58 kg. Namun pandemi membuat beratnya melonjak hingga 75 kg. Meski sudah familiar dengan IF, proses adaptasi tetap menantang.
“Minggu pertama itu pusing, mual, lapar banget. Badan kaget karena biasa sarapan, tiba-tiba enggak,” kenangnya.
Pada minggu kedua, tubuhnya mulai mengikuti ritme baru. Rasa lapar lebih mudah dikendalikan, dan ia justru menikmati pola makan yang lebih teratur.
Tantangan terbesar bukan soal fisik, melainkan sosial. Saat keluarga makan di luar dan waktunya belum “buka”, ia harus menahan diri.
“Lumayan melatih kesabaran, sih,” katanya sambil tertawa.
Selain IF, Fadil membatasi konsumsi gula, tepung, dan makanan berminyak. Ia tahu risiko ketiga jenis makanan tersebut, terutama setelah menemukan kolesterolnya sangat tinggi. Namun ia tidak pernah membatasi diri secara berlebihan.
“Aku enggak mau terlalu keras sama diri sendiri. Biasanya 10–20 persen aku sisain buat makanan happy,” tuturnya. “Kalau mau makan kue, ya makan. Tapi cuma satu-dua gigit.”
Transformasi mental, dari mudah marah jadi lebih tenang
Berhasil menurunkan berat badan hingga 25 kilogram bukan hanya mengubah bentuk tubuh Fadil. Ia mengaku transformasi paling besar justru terjadi pada kesehatan mentalnya.
Sebelumnya, ia mudah tersulut emosi. Stres kuliah pernah membuatnya kehilangan kendali atas diri sendiri. Namun setelah menjalani IF dan pola hidup baru, ia merasakan perubahan signifikan.
“Sejak diet, aku enggak pernah lagi ngamuk-ngamuk. Lebih sabar, lebih tenang. Bahkan orang rumah juga bilang aku berubah,” ujarnya.
Ia menduga konsistensi dalam IF membentuk pola pikir baru. Menahan lapar melatih kesabaran, sementara fokus pada tubuh sendiri membuatnya lebih mampu mendengarkan kebutuhan diri.
Bukan hanya itu, Fadil juga mulai menjauh dari kebiasaan buruk di masa lalu.
“Sekarang waktu habis dipakai mikir, ‘nanti siang makan apa ya?’ sama olahraga,” katanya sambil bercanda. Ia juga menyebut bahwa proses ini mendekatkannya dengan Tuhan.
“Aku yakin keberhasilanku ini dari doa yang aku panjatkan dari dulu,” ucapnya.
Saat tubuh mulai ringan dan hidup mulai stabil
Secara fisik, perubahan yang dirasakan Fadil cukup drastis. Tubuhnya lebih ringan, mudah bergerak, tidak cepat sakit, dan jika pun sakit, pemulihannya lebih cepat.
Ia merasa stamina meningkat, tubuh lebih responsif, dan aktivitas sehari-hari terasa lebih nyaman. Namun lagi-lagi, ia menekankan bahwa stabilitas emosilah yang paling berharga.
“Aku lebih bijaksana sekarang,” katanya, mengutip komentar keluarganya.
Setelah melewati perjalanan panjang penuh tantangan, Fadil memberikan pesan bagi siapa pun yang masih berjuang menurunkan berat badan.
“Jangan menyerah. Berat itu pasti, tapi usaha enggak pernah menghianati hasil,” ujarnya.
Ia paham betul frustrasinya melihat angka timbangan yang tidak berubah. Namun baginya, konsistensi jauh lebih penting daripada kecepatan.
“Akan ada saatnya hasil itu terasa. Yang tadinya enggak pede pakai celana jeans, nanti bakal berani pakai lagi,” katanya.
“Jadikan diet bukan untuk sesaat, tapi jadi kebiasaan hidup sehat selama kita masih hidup di dunia ini," tutupnya dengan satu prinsip yang kini ia pegang teguh.
Tag: #cerita #fadil #berhasil #menurunkan #berat #badan #kilogram #emosi #jadi #lebih #stabil