Belajar Women Leadership ala Sherly Tjoanda, Tegas dalam Kelembutan
– Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda memiliki pendekatan tersendiri dalam memimpin. Ia percaya bahwa perempuan tidak harus mengubah dirinya atau meniru gaya kepemimpinan siapa pun.
Bagi Sherly, menjaga empati, kelembutan, dan cara perempuan memandang masalah justru menjadi kekuatan utama.
“Kunci menjadi pemimpin perempuan, tetap mempertahankan kewanitaannya,” ujar Sherly kepada Kompas.com saat ditemui di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
Selain itu, ia menambahkan bahwa perempuan tidak perlu merasa sedang bersaing dengan pemimpin laki-laki atau berusaha menyerupai mereka.
“Karena kita di posisi bukan untuk bersaing dengan pemimpin laki-laki. Kita memimpin dengan cara kita, dengan empati, dengan kasih, dengan mendengar," ungkap Sherly.
Memimpin dengan empati dan fokus pada masalah
Sherly menjelaskan bahwa fokus utama seorang pemimpin adalah menyelesaikan masalah, dan empati membantu dirinya bisa melihat persoalan secara lebih utuh.
“Fokus kepada menyelesaikan masalah,” katanya.
Baginya, kemampuan untuk mendengar dan memahami justru membuat proses penyelesaian masalah berjalan lebih efektif.
Ia sekaligus menegaskan, bahwa menjadi pemimpin perempuan bukan berarti harus mengadopsi gaya keras ala pria.
“Kita tidak harus berubah atau menjadi keras seperti laki-laki. Kita bisa memimpin dengan tegas dalam kelembutan," tuturnya.
Mendengar jadi kunci untuk selesaikan masalah
Sebagai gubernur, Sherly memandang salah satu tugas utamanya adalah untuk mencari solusi bagi rakyat. Ia meyakini bahwa pemetaan masalah yang tepat hanya bisa dilakukan jika ia mendengarkan langsung keluhan dan kebutuhan masyarakat.
“Kalau dalam kepemimpinan itu kan ada tugas saya di sini dalam hal sebagai gubernur kan menyelesaikan masalahnya rakyat,” ujarnya.
Menurut Sherly, proses itu tidak bisa dilewati tanpa pendekatan mendengar.
“Masalah itu bisa diselesaikan jika saya bisa memetakannya dengan baik, dengan cara mendengarkan mereka, berdiskusi, mencarikan solusi," terang Sherly.
Dalam perjalanannya sebagai pemimpin daerah, Sherly menyadari bahwa ia tidak selalu berhadapan dengan pihak yang sepenuhnya sejalan.
Ada dinamika, perbedaan pendapat, bahkan sikap keras dari beberapa pihak. Namun, ia memilih tetap pada gaya kepemimpinannya.
“Di lapangan pasti lah ada pihak-pihak yang harus diajak komunikasi atau berbeda pendapat. Semua kita komunikasikan dengan baik-baik,” ujar Sherly.
Ketika menghadapi pihak yang bersikap keras, ia tetap menjaga kelembutan dalam komunikasinya.
“Ketika pihak yang sana keras, kita tetap lembut.”
Baginya, merespons kekerasan dengan kekerasan tidak akan membawa dampak baik, terutama dalam pemerintahan daerah yang memerlukan hubungan harmonis antarpihak.
Pendekatan lembut yang ia pilih, justru ia anggap sebagai bentuk ketegasan yang berbeda.
Kelembutan yang justru efektif menyelesaikan masalah
Sherly mengatakan bahwa pendekatan ini bukan sekadar teori. Dalam pengalamannya menjabat selama delapan hingga sembilan bulan, gaya komunikasinya terbukti menyelesaikan banyak persoalan yang ia hadapi.
“Dan perjalanan saya dalam delapan sampai sembilan bulan ini, dengan komunikasi dan kelembutan menyelesaikan banyak masalah,” ujarnya.
Dengan menekankan empati, mendengar, serta komunikasi yang baik, Sherly menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan memiliki kekuatan tersendiri.
Ia membuktikan bahwa ketegasan tidak selalu harus bersuara keras, dan kelembutan bukanlah kelemahan.
Gaya kepemimpinan Sherly menjadi bukti bahwa perempuan bisa hadir sebagai pemimpin yang baik tanpa harus meninggalkan karakter kewanitaannya.
Melalui empati, kasih, dan cara memandang masalah yang lebih humanis, ia membangun pendekatan yang tegas namun tetap lembut, dan justru itulah yang menjadi keunggulannya.
Tag: #belajar #women #leadership #sherly #tjoanda #tegas #dalam #kelembutan