seseorang yang semakin tua namun tidak bertambah bijak. (Freepik/prostock-studio)
Orang yang Semakin Tua Namun Tidak Bertambah Bijak Biasanya Berpegang Teguh pada 10 Kebiasaan yang Membatasi Diri Ini Menurut Psikologi
Ada pepatah lama yang berkata, “Usia boleh bertambah, tapi kebijaksanaan tidak datang dengan sendirinya.”
Kenyataannya, banyak orang menua secara fisik, tapi tidak bertumbuh secara mental maupun emosional. Mereka tetap terjebak dalam pola pikir lama, kebiasaan defensif, dan cara pandang yang membatasi diri—seolah waktu berhenti untuk batin mereka, walau tubuh terus menua.
Psikologi modern menyebut fenomena ini sebagai stagnasi psikologis: kondisi di mana seseorang berhenti berkembang secara emosional dan kognitif karena enggan merefleksikan diri atau menghadapi ketidaknyamanan.
Dilansir dari Geediting pada Jumat (24/10), terdapat 10 kebiasaan umum yang membuat seseorang bertambah tua, namun tidak bertambah bijak, menurut psikologi.
1. Selalu Ingin Benar
Orang yang tidak tumbuh dalam kebijaksanaan biasanya sulit mengakui kesalahan. Mereka memegang erat ego seolah itu identitas. Padahal, menurut penelitian dari Journal of Personality and Social Psychology, orang yang terbuka terhadap koreksi memiliki tingkat empati dan kecerdasan emosional lebih tinggi.
Kebijaksanaan lahir bukan dari selalu benar, tapi dari keberanian untuk belajar dari salah.
2. Menolak Pandangan Baru
Seiring usia, banyak orang merasa sudah “cukup tahu.” Akibatnya, mereka menolak ide-ide baru, teknologi, bahkan cara berpikir generasi muda. Psikologi menyebut ini sebagai confirmation bias—kecenderungan mencari hal yang hanya menguatkan keyakinan sendiri.
Padahal, kebijaksanaan justru lahir dari keterbukaan terhadap dunia yang terus berubah.
3. Menghindari Refleksi Diri
Orang bijak terbiasa bertanya: “Mengapa aku bereaksi seperti ini?”
Sebaliknya, mereka yang tidak berkembang secara batin justru menghindari introspeksi karena takut menghadapi sisi diri yang tidak nyaman. Dalam psikologi, ini disebut ego defense mechanism.
Tanpa refleksi, seseorang akan mengulangi kesalahan yang sama dalam bentuk yang berbeda—tahun demi tahun.
4. Menyalahkan Orang Lain untuk Segala Hal
Salah satu tanda ketidakmatangan emosional adalah kecenderungan menyalahkan orang lain. Dalam jangka panjang, ini membuat seseorang kehilangan rasa tanggung jawab atas hidupnya.
Psikologi menyebut ini sebagai external locus of control—keyakinan bahwa hidup dikendalikan oleh faktor luar.
Orang yang bijak tahu, tidak semua hal bisa dikendalikan, tapi sikap terhadap hal itu selalu bisa dipilih.
5. Menyimpan Dendam dan Luka Lama
Dendam adalah beban mental yang memperlambat pertumbuhan jiwa. Orang yang terus menua tanpa menjadi bijak biasanya masih memelihara luka lama, membiarkan masa lalu mendikte masa kini.
Psikoterapis Carl Rogers pernah berkata, “Hanya saat aku menerima diriku yang apa adanya, barulah aku bisa berubah.”
Kebijaksanaan sejati dimulai dari penerimaan, bukan penolakan terhadap masa lalu.
6. Mengabaikan Empati
Semakin tua, sebagian orang justru makin sinis. Mereka kehilangan empati karena terlalu sering kecewa atau merasa tahu segalanya. Padahal empati bukan kelemahan—ia adalah tanda kedewasaan emosional.
Psikologi positif menemukan bahwa orang yang berempati memiliki tingkat kepuasan hidup lebih tinggi dan hubungan sosial yang lebih sehat.
7. Terlalu Fokus pada Materi dan Status
Ketika kebijaksanaan tidak tumbuh, orang mencari validasi dari luar: uang, jabatan, atau pengakuan sosial.
Masalahnya, kebahagiaan semacam itu bersifat rapuh. Dalam teori Self-Determination oleh Deci & Ryan, manusia baru merasa benar-benar berkembang ketika kebutuhan akan autonomy, competence, dan relatedness terpenuhi—bukan sekadar materi.
8. Menolak Perubahan
Kebijaksanaan lahir dari kemampuan beradaptasi. Namun banyak orang yang menua menjadi kaku dan takut perubahan. Mereka berpegang pada zona nyaman karena perubahan berarti kehilangan kendali.
Padahal, psikologi perkembangan menegaskan bahwa fleksibilitas mental adalah tanda utama kedewasaan psikologis. Orang yang bijak tidak menolak perubahan—mereka menari di dalamnya.
9. Mengabaikan Kesehatan Mental
Orang yang tidak bertambah bijak sering menganggap stres, cemas, atau trauma sebagai “hal biasa” yang harus ditahan. Mereka menolak mencari bantuan karena takut dianggap lemah.
Padahal, menurut American Psychological Association, mencari bantuan profesional justru merupakan bentuk keberanian dan kesadaran diri yang tinggi—dua ciri khas orang bijak.
10. Hidup Tanpa Rasa Syukur
Tanpa rasa syukur, hidup terasa berat, seolah selalu kekurangan. Orang yang tidak bertambah bijak fokus pada apa yang hilang, bukan pada apa yang dimiliki.
Psikologi positif menegaskan bahwa kebiasaan bersyukur dapat meningkatkan kesejahteraan mental, memperkuat hubungan sosial, dan menumbuhkan kebijaksanaan batin.
Syukur membuat seseorang melihat hidup bukan dari kacamata kekurangan, tapi dari kelimpahan yang tenang.
Kesimpulan: Kebijaksanaan Bukan Hadiah Usia, Tapi Buah Kesadaran
Menjadi tua adalah keniscayaan. Tapi menjadi bijak adalah pilihan sadar.
Kita bisa menua tanpa tumbuh—jika terus berpegang pada kebiasaan lama yang menutup ruang refleksi dan empati. Namun, jika berani membuka diri, mengakui kesalahan, dan belajar dari setiap pengalaman, usia tak lagi menjadi batas, melainkan pelindung lembut yang menaungi kedewasaan jiwa.
Seperti kata Viktor Frankl, “Antara stimulus dan respons, ada ruang. Di ruang itu terdapat kebebasan kita untuk memilih respons. Dan di sanalah terletak pertumbuhan dan kebahagiaan kita.”
Mereka yang bijak tahu cara menjaga ruang itu—sementara yang lain, sibuk menutupnya rapat-rapat. ***
Editor: Novia Tri Astuti
Tag: #orang #yang #semakin #namun #tidak #bertambah #bijak #biasanya #berpegang #teguh #pada #kebiasaan #yang #membatasi #diri #menurut #psikologi