Kasus Video Deepfake AI Porno di Semarang, Psikolog Ungkap Cara Mencegah Anak Jadi Korban
Tekno ilustrasi AI. 8 Keterampilan yang Tidak Bisa Digantikan AI, Apa Saja?(ChatGPT)
11:45
18 Oktober 2025

Kasus Video Deepfake AI Porno di Semarang, Psikolog Ungkap Cara Mencegah Anak Jadi Korban

– Kasus penyebaran video deepfake bermuatan tak senonoh di Semarang baru-baru ini menggemparkan publik. 

Seorang alumni SMAN 11 Semarang, Chiko Radityatama Agung Putra diketahui menyebarkan video hasil rekayasa kecerdasan buatan (AI) yang menampilkan wajah guru dan teman-temannya diubah menjadi figur perempuan tanpa busana.

Video yang disebarkan melalui akun media sosial X (Twitter) itu dengan cepat viral dan menuai kemarahan warganet. 

Sejumlah korban, termasuk guru perempuan dan sesama alumni, telah melaporkan kasus ini ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi orangtua untuk lebih waspada terhadap dampak negatif penggunaan teknologi AI di kalangan remaja. 

Psikolog Meity Arianty menegaskan, pengawasan dan edukasi digital dari orangtua berperan besar dalam membentuk perilaku anak di dunia maya.

Cara mencegah anak jadi korban penyalahgunaan AI

1. Bangun komunikasi terbuka soal risiko dunia digital

Menurut Meity, langkah pertama yang bisa dilakukan orangtua adalah membangun komunikasi terbuka dengan anak mengenai bahaya di dunia digital.

“Orangtua perlu membangun komunikasi terbuka dengan anak tentang bahaya dan risiko yang mungkin muncul di dunia digital, termasuk manipulasi gambar atau video menggunakan teknologi AI,” ujarnya saat diwawancarai Kompas.com, Jumat (17/10/2025).

Dengan komunikasi yang jujur dan terbuka, anak akan lebih mudah memahami bahwa teknologi seperti AI bukan hanya bermanfaat, tetapi juga bisa disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan orang lain.

2. Ajarkan anak pentingnya privasi dan keamanan data

Meity menjelaskan, orangtua memiliki peran penting dalam menanamkan pemahaman tentang privasi sejak dini.

“Orangtua harus mengajarkan pentingnya privasi, serta cara melindungi data pribadi secara online,” katanya.

Orangtua dapat membantu anak memahami risiko membagikan foto pribadi, lokasi, atau data sensitif di internet. 

Cara ini membuat anak belajar menjaga batas antara kehidupan pribadi dan ruang publik digital.

3. Gunakan fitur kontrol dan awasi aktivitas online anak

Selain edukasi, pengawasan teknis juga perlu diterapkan. Meity menyarankan orangtua memanfaatkan fitur kontrol pada perangkat atau aplikasi yang digunakan anak.

“Orangtua dapat menggunakan kontrol pada perangkat dan aplikasi untuk membatasi akses anak ke konten yang tidak pantas dan mengawasi aktivitas online mereka secara berkala,” imbaunya.

Langkah ini bukan berarti membatasi kebebasan anak sepenuhnya, tetapi memastikan penggunaan teknologi berjalan dalam batas aman dan sesuai usia.

4. Tanamkan etika digital dan tanggung jawab berinternet

Selain pengawasan, Meity menekankan pentingnya penanaman nilai moral dalam dunia digital.

“Orangtua juga perlu mengenalkan anak pada etika digital, seperti bertanggung jawab atas apa yang dibagikan di media sosial dan bagaimana mengenali serta menghindari potensi penyalahgunaan teknologi,” tambahnya.

Etika digital mencakup sikap menghormati privasi orang lain, tidak menyebarkan konten tanpa izin, dan tidak mudah terpengaruh oleh tren negatif di dunia maya.

5. Dorong anak untuk melapor jika terjadi hal yang mencurigakan

Psikolog yang berpraktik di Depok ini juga mengingatkan agar anak merasa aman untuk melapor jika menemukan hal mencurigakan di dunia digital.

“Orangtua harus mendorong anak untuk selalu merasa nyaman melaporkan hal-hal yang mencurigakan atau mengganggu,” katanya.

Keberanian anak untuk bercerita bisa menjadi langkah pencegahan penting agar masalah tidak berkembang lebih jauh. 

Orangtua perlu menciptakan hubungan yang hangat dan tidak menghakimi agar anak merasa didukung, bukan diinterogasi.

6. Ciptakan lingkungan keluarga yang aman 

Pada akhirnya, keamanan anak di dunia digital sangat bergantung pada kedekatan emosional antara anak dan orangtua.

“Ciptakan lingkungan yang aman dan mendukung untuk diskusi agar anak menjadikan orangtuanya tempat pertama untuk mendapatkan informasi yang berimbang,” tutur Meity.

Dengan lingkungan yang terbuka, anak tidak akan mencari jawaban di sumber yang salah atau mudah terpengaruh oleh konten berbahaya di internet.

Kasus di Semarang menjadi pengingat bahwa teknologi canggih seperti AI membawa dua sisi, manfaat dan ancaman. Orangtua tidak bisa lagi bersikap pasif, tetapi perlu menjadi mitra digital bagi anak.

Melalui berbagai cara di atas, anak-anak dapat tumbuh menjadi pengguna teknologi yang bertanggung jawab, bukan korban, apalagi pelaku penyalahgunaan AI.

Tag:  #kasus #video #deepfake #porno #semarang #psikolog #ungkap #cara #mencegah #anak #jadi #korban

KOMENTAR