Alasan Pengungsi Palestina hingga Bos Hamas Saleh al-Arouri Bertahan Hidup di Lebanon
Pendukung Hamas Palestina di Kota Ramallah, Tepi Barat, melakukan protes pada 2 Januari 2024, menentang serangan pesawat tak berawak yang dikaitkan dengan Israel yang menewaskan wakil pemimpin Hamas Saleh al-Arouri di Beirut. Arouri tewas dalam serangan di pinggiran selatan Beirut, pada 2 Januari 2024, kata dua pejabat keamanan Lebanon kepada AFP, dan media pemerintah melaporkan serangan itu mengenai kantor Hamas. 
14:30
7 Januari 2024

Alasan Pengungsi Palestina hingga Bos Hamas Saleh al-Arouri Bertahan Hidup di Lebanon

Berikut ini rangkuman alasan para pengungsi Palestina hingga pentolan kelompok militan Hamas Saleh al-Arouri bertahan hidup di Lebanon.

Pemimpin Besar Sheikh Saleh al-Arouri terbunuh dalam serangan dalam serangan pesawat tak berawak Israel pada hari Selasa (2/1/2024), di kubu kelompok Hizbullah Lebanon.

Al-Arouri dimakamkan di kamp pengungsi Shalita, Beirut, Lebanon, pada Kamis (4/1/2024) malam.

Warga Palestina di seluruh negeri berbondong-bondong mengucapkan selamat tinggal kepadanya.

Pemimpin Hamas tersebut sudah berada di Lebanon sejak tahun 2015.

Saleh al-Arouri adalah salah satu dari puluhan ribu warga Palestina yang bertahan hidup di Lebanon.

Selengkapnya, dikutip dari Al Jazeera, ini sejumlah alasan para pengungsi hingga bos Hamas bertahan hidup di Lebanon.

1. Gelombang pengungsi

Gelombang pengungsi Palestina ke Lebanon secara berturut-turut telah membentuk populasi tanpa kewarganegaraan, mencapai sekitar 270.000 orang.

Ada 12 kamp di Lebanon yang ditinggali oleh para pengungsi Palestina.

Perpindahan ini dimulai sejak Nakba tahun 1948.

Kala itu, sekitar 750.000 warga Palestina diusir dari dari tanah mereka selama pembentukan negara Israel.

Dari waktu itu sampai sekarang, para pemimpin perlawanan dan pengungsi mencari perlindungan dari serangan Israel.

Meskipun Lebanon menjadi tuan rumah bagi para pengungsi ini, mereka menghadapi diskriminasi sistemik.

Komunitas Palestina serta para pemimpinnya terus-menerus hidup di bawah ancaman serangan Israel.

Saleh al-Arouri, wakil kepala biro politik Hamas yang dibunuh Israel lewat serangan rudal yang ditembakkan dari jet tempur. Rudal ini memiliki bobot 100 kg. Saleh al-Arouri, wakil kepala biro politik Hamas yang dibunuh Israel lewat serangan rudal yang ditembakkan dari jet tempur. Rudal ini memiliki bobot 100 kg. (BBC)

2. Siapa yang mengatur kamp-kamp Palestina?

Sejak tahun 1969, pasukan keamanan Lebanon dilarang memasuki kamp-kamp tersebut.

Keamanan di kamp-kamp Palestina diatur oleh beberapa faksi bersenjata Palestina.

Kadang-kadang, kelompok-kelompok bersenjata ini bentrok satu sama lain, bersaing untuk mendapatkan pengaruh, kendali dan dukungan dari komunitas Palestina.

Kamp-kamp pengungsi tetap menjadi tempat perekrutan faksi-faksi bersenjata Palestina.

Sebut saja sebagai contoh, pada awal Desember Hamas menyerukan agar orang-orang di kamp-kamp tersebut bergabung dengan kelompok tersebut.

3. Berapa jumlah pengungsi di sana?

Jumlah populasi yang akurat sulit didapat.

Dengan sensus Lebanon tahun 2017, melaporkan sekitar 170.000 pengungsi tinggal di kamp-kamp Lebanon.

Sementara dikutip dari laman resmi UNRWA, badan PBB yang mendukung pengungsi Palestina tersebut melaporkan lebih dari 270.000 warga Palestina tinggal di Lebanon.

Namun sebanyak 475.000 warga Palestina terdaftar di UNRWA di Lebanon.

4. Kondisinya seperti apa?

Kepadatan penduduk, kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan menjadi ciri khas kamp-kamp tersebut.

Kebanyakan warga Palestina tidak dan dilarang mendapatkan kartu identitas yang diperlukan untuk mengakses sebagian besar pekerjaan atau layanan sosial.

5. Sudah sejak kapan kamp-kamp ini ada?

Warga Palestina pertama kali tiba di Lebanon dalam jumlah besar pada tahun 1948 setelah berdirinya Israel.

Jumlah awal pengungsi ini diperkuat oleh kedatangan pengungsi setelah perang Arab-Israel tahun 1967, yang mengakibatkan Israel menduduki lebih banyak wilayah Palestina.

Yang terbaru datang dari mereka yang melarikan diri dari pertempuran di Suriah.

6. Apakah kamp-kamp pengungsi selalu menjadi markas kelompok bersenjata Palestina?

Pada akhir tahun 1960-an, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berperang melawan Israel di beberapa bidang.

Pada prinsipnya, organisasi ini beroperasi di Yordania, tempat sekitar dua juta pengungsi terdaftar, dan di Lebanon, di mana kondisi yang buruk, infrastruktur yang tidak ada, dan akomodasi di bawah standar turut menyebarkan rasa ketidakadilan.

Bos Hamas, Saleh al-Arouri Bos Hamas, Saleh al-Arouri (KHALED DESOUKI / AFP)

7. Seberapa besar pengaruh PLO di Lebanon?

Menyusul serangkaian bentrokan antara militer Lebanon dan milisi Palestina yang bersenjata lengkap pada tahun 1968 dan 1969, militer Lebanon menandatangani perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Kairo.

Meski rinciannya masih menjadi rahasia, perjanjian tersebut memberikan otonomi kepada Palestina atas administrasi kamp-kamp tersebut serta hak untuk melanjutkan perjuangan bersenjata dari Lebanon.

Tak lama setelah perjanjian ditandatangani, PLO diusir dari Yordania, tempat mereka membantu melakukan pemberontakan melawan raja, ke kamp-kamp Lebanon di mana mereka menikmati kebebasan yang lebih besar untuk beroperasi.

Sepanjang tahun 1970 - an, para pemimpin PLO dan faksi - faksinya yang berbasis di Lebanon berulang kali menjadi sasaran upaya pembunuhan Israel .

8. Seberapa dalam pengaruhnya?

Pada tahun 1982, organisasi tersebut diusir dari Lebanon ke Tunisia, menyusul partisipasinya dalam perang saudara Lebanon.

Namun, selama berada di Lebanon, kelompok ini memanfaatkan ketidakpuasan di kamp pengungsi untuk membangun kendali signifikan atas Lebanon selatan, termasuk mendirikan pasukan polisi sendiri, sebelum wilayah tersebut kemudian diduduki oleh Israel beberapa tahun setelah kepergian PLO.

Berbagai kelompok kini bersaing untuk menguasai kamp-kamp tersebut.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Editor: Febri Prasetyo

Tag:  #alasan #pengungsi #palestina #hingga #hamas #saleh #arouri #bertahan #hidup #lebanon

KOMENTAR