Krisis Logam Tanah Jarang Mengintai: Pabrikan Mobil Dunia Berebut Pasokan Sebelum Larangan Ekspor Tiongkok Berlaku
Deretan mobil listrik di Eropa menggambarkan ketergantungan industri otomotif pada pasokan logam tanah jarang dari Tiongkok. (Reuters)
10:15
23 Oktober 2025

Krisis Logam Tanah Jarang Mengintai: Pabrikan Mobil Dunia Berebut Pasokan Sebelum Larangan Ekspor Tiongkok Berlaku

Industri otomotif global tengah menghadapi krisis rantai pasok yang berpotensi mengguncang produksi dunia. Kebijakan pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh Tiongkok, akan diberlakukan pada 8 November 2025 menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan produsen mobil.

Logam tanah jarang merupakan komponen penting dalam kendaraan modern—dari motor penggerak kaca hingga mesin kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Namun, pasokannya sangat bergantung pada Tiongkok. 

Konsultan AlixPartners mencatat, negara tersebut menguasai sekitar 70 persen aktivitas penambangan, 85 persen kapasitas pemurnian, dan hampir 90 persen produksi paduan logam serta magnet dunia.

Ketergantungan itu membuat industri otomotif berada dalam posisi rawan. “Situasinya sangat tegang,” ujar Nadine Rajner, Direktur Utama perusahaan pemasok bubuk logam asal Jerman, NMD. “Kami hampir kehabisan stok dan hanya memiliki persediaan terbatas.” Dia menambahkan, meski negara seperti Swedia memiliki sumber daya logam tanah jarang, mereka belum memiliki kapasitas tambang atau fasilitas pemurnian yang memadai.

Melamsir Reuters, Kamis (23/10), waktu pengiriman logam tanah jarang dari Tiongkok ke Eropa kini dapat mencapai 45 hari. Kondisi ini diperburuk oleh stok yang menipis akibat pembatasan sebelumnya, mendorong banyak perusahaan mulai menimbun bahan baku.

“Kami memperkirakan industri otomotif akan melakukan penimbunan besar-besaran menjelang tenggat waktu,” kata Bruno Gahery, Presiden Bosch untuk kawasan Prancis dan Eropa Barat. Namun, menurut salah satu pemasok magnet Hyundai Motor Company, sebagian besar stok yang sempat dikumpulkan awal tahun ini “sudah habis digunakan.”

Sebagai langkah mitigasi, sejumlah produsen besar seperti General Motors, BMW Group, Renault, serta pemasok komponen ZF Friedrichshafen dan BorgWarner tengah mengembangkan motor listrik dengan kandungan logam tanah jarang yang lebih sedikit, bahkan tanpa unsur tersebut. Meski menjanjikan, teknologi ini masih memerlukan waktu beberapa tahun sebelum bisa diproduksi massal.

Sementara itu, dinamika geopolitik memperkuat urgensi diversifikasi. Pemerintah Amerika Serikat dan Australia baru-baru ini menandatangani perjanjian mineral strategis untuk memperkuat proyek penambangan logam tanah jarang di Australia, dengan investasi mencapai sekitar 8,5 miliar dolar AS atau Rp 141 triliun (kurs Rp 16.600 per dolar AS). Namun, para analis menilai, pembangunan tambang dan fasilitas pemurnian baru akan membutuhkan waktu lama sebelum dapat menyaingi kapasitas Tiongkok.

Sistem produksi just-in-time yang selama ini menjadi keunggulan industri otomotif justru menambah risiko di tengah ketergantungan rantai pasok. “Mereka bisa menghentikan seluruh industri otomotif hanya dalam dua bulan,” kata Ryan Grimm, Wakil Presiden Pengadaan dan Pengembangan Pemasok Toyota Motor Corporation untuk kawasan Amerika Utara. Pernyataan ini menegaskan besarnya kendali Tiongkok terhadap stabilitas pasokan global.

Menurut Andy Leyland, pendiri perusahaan analisis rantai pasok SC Insights, Tiongkok masih memegang keunggulan strategis berkat efisiensi biaya. “Tiongkok selalu bisa menjual dengan harga lebih murah,” ujarnya. Dominasi tersebut membuat investasi untuk teknologi bebas logam tanah jarang masih berisiko tinggi secara ekonomi.

Bagi perusahaan seperti Tesla, GM, dan BMW, krisis ini bukan sekadar soal pengadaan bahan baku, melainkan ujian terhadap ketahanan strategi elektrifikasi global. Persaingan kini bergeser dari inovasi teknologi menuju pertarungan geopolitik dan kendali atas rantai pasok—menandai babak baru industri otomotif dunia yang semakin kompleks dan strategis.



***

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #krisis #logam #tanah #jarang #mengintai #pabrikan #mobil #dunia #berebut #pasokan #sebelum #larangan #ekspor #tiongkok #berlaku

KOMENTAR