Mengapa Biaya Perawatan di Klinik Gigi Mahal?
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat fakta yang mengkhawatirkan, 57 persen penduduk usia 3 tahun ke atas mengalami masalah gigi dan mulut, namun hanya 11,2 persen yang benar-benar mencari pengobatan. Salah satu alasan terbesar adalah soal biaya.
Temuan ini sejalan dengan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebut ketidakpastian harga perawatan gigi sebagai faktor utama yang membuat banyak orang menunda atau bahkan menghindari kunjungan ke dokter gigi.
Padahal, jika dibandingkan secara global, biaya perawatan gigi di Indonesia sebenarnya masih tergolong lebih terjangkau. Di Amerika Serikat, misalnya, biaya tambal gigi sederhana bisa mencapai ratusan dolar AS, sementara perawatan saluran akar atau pemasangan crown dapat menembus ribuan dolar, sering kali belum sepenuhnya ditanggung asuransi.
Singapura pun tak jauh berbeda. Untuk tindakan dasar seperti scaling atau penambalan, pasien bisa merogoh kocek ratusan dolar Singapura, belum termasuk perawatan lanjutan.
CEO Audy Dental, drg. Yulita Bong, menjelaskan bahwa persepsi mahalnya perawatan gigi tak bisa dilepaskan dari karakter layanan itu sendiri.
“Kalau dibandingkan dengan negara maju, sebenarnya biaya perawatan gigi di Indonesia masih jauh lebih murah,” ujarnya dalam acara dengan media di Jakarta (22/12/2025).
Menurut drg. Yulita, perbedaan utama perawatan gigi dengan layanan medis lain terletak pada solusi yang diberikan. Jika pada dokter umum pasien sering kali pulang dengan resep obat, di dokter gigi solusi hampir selalu berbentuk tindakan atau treatment langsung.
“Treatment itu melibatkan banyak komponen. Yang pertama adalah alat dan bahan. Sebagian besar masih impor, dan sejak awal memang benchmark-nya negara maju, dengan standar kualitas tinggi dan harga berbasis dolar AS,” jelasnya.
Proses impor tersebut juga menambah biaya, mulai dari perizinan, distribusi, hingga pajak.
Belum lagi faktor sumber daya manusia. Perawatan gigi membutuhkan keterampilan sangat spesifik, yang hanya bisa dilakukan oleh dokter dengan pendidikan panjang dan biaya pendidikan yang tidak murah.
“Faktor alat, bahan, dan keahlian ini akhirnya bertemu jadi satu. Itu sebabnya perawatan gigi sulit untuk ditekan biayanya,” kata drg. Yulita.
Meski begitu, ia menekankan bahwa menunda perawatan justru bisa membuat biaya semakin besar di kemudian hari. Masalah gigi yang awalnya ringan dapat berkembang menjadi kondisi kompleks yang membutuhkan tindakan lebih mahal.
Ditambahkan oleh drg.Yulita, untuk mengurangi hambatan masyarakat berobat ke jaringan klinik Audy Dental, saat ini Audy Dental menerapkan rencana perawatan yang transparan.
"Tujuannya pasien bisa memahami kondisi serta pilihan perawatan sejak awal dan lebih percaya diri dalam menjaga kesehatan giginya," tuturnya.
Ia mengatakan, saat ini memang ada tantangan besar kesehatan gigi di Indonesia. Bukan hanya soal harga, tetapi juga kesadaran bahwa perawatan gigi adalah investasi jangka panjang, bukan sekadar pengeluaran sesaat.
"Kami berkomitmen mendorong perubahan perilaku masyarakat agar menjadikan perawatan gigi sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Selain lewat transpransi harga, tapi juga menghadirkan one-stop dental clinic, termasuk lantai khusus anak dengan interior menyenangkan," katanya.