85 Persen Obat yang Digunakan Masyarakat adalah Obat Generik
Industri farmasi nasional telah membuktikan bahwa obat berkualitas tidak harus mahal.
Data IQVIA kuartal II-2025 menunjukkan bahwa 85 persen obat yang digunakan masyarakat Indonesia merupakan obat generik produksi dalam negeri. Sebanyak 15 persen lainnya menggunakan obat bermerek dan obat originator.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Elfiano Rizaldi, mengungkapkan harga obat di Indonesia mengalami penurunan hingga 50 persen selama sepuluh tahun terakhir, tanpa mengorbankan mutu.
"Data ini menunjukkan bahwa isu mengenai tingginya harga obat di Indonesia sudah tidak lagi relevan, karena mayoritas obat yang digunakan masyarakat, sekitar 85 persen, merupakan obat generik dengan harga terjangkau. Industri farmasi nasional telah membuktikan bahwa obat berkualitas tidak harus mahal,” kata Elfiano.
Ia menambahkan, peningkatan efisiensi produksi, perbaikan sistem distribusi, serta dukungan kebijakan pemerintah telah menjadikan obat-obatan nasional semakin terjangkau bagi masyarakat luas.
Direktur eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi.
Prof. Dr. apt. Yusi Anggraini mengatakan, kualitas obat generik nasional telah terbukti setara dengan obat bermerek, sebagaimana dibuktikan melalui hasil penelitian kolaboratif Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Imperial College London, dan Erasmus University Rotterdam.
Dari 1.274 sampel obat yang diteliti, hampir seluruhnya memenuhi standar mutu farmakope internasional.
“Perbedaan harga tidak selalu mencerminkan perbedaan kualitas. Sebagian besar obat generik dalam negeri sudah memenuhi standar mutu tinggi dan aman digunakan masyarakat. Baik produk generik, nama dagang baik dari dalam negeri ataupun luar negeri, memiliki kualitas sebanding," kata Prof.Yusi di acara seminar “Peran Strategis GPFI dalam Menegaskan Prinsip 4K untuk Menunjang Kesehatan Nasional” di Jakarta beberapa waktu lalu.
Tantangan industri farmasi nasional
Meski capaian industri farmasi nasional sangat baik, GPFI mencatat masih ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi bersama. Harga obat yang terlalu rendah dapat menekan keberlangsungan industri farmasi.
“Jika tekanan harga terus berlanjut tanpa adanya kebijakan yang seimbang, keberlanjutan industri nasional bisa terganggu,” ujar Elfiano.
Untuk memperkuat sektor farmasi nasional GPFI menilai perlu dilakukan kajian harga obat agar manfaat bisa langsung dirasakan pasien. BPOM juga perlu membuka jalur cepat (fast track) untuk perubahan izin edar obat ketika bahan baku mengalami penyesuaian akibat dinamika pasokan global.
GPFI pun mendorong keberlanjutan program Satu Sehat sebagai sistem informasi digital terintegrasi untuk memantau ketersediaan obat secara real-time.
Selain itu, GPFI juga mengusulkan agar pasien rumah sakit dapat menebus resep rawat jalan di apotek guna menciptakan harga yang lebih kompetitif serta memberdayakan ekonomi lokal.
Tag: #persen #obat #yang #digunakan #masyarakat #adalah #obat #generik