Media Sosial, Emosi Negatif, dan Kesehatan Jiwa: Mengapa Kita Perlu Sesekali ''Menepi''
DI ruang praktik maupun dalam percakapan sehari-hari, saya semakin sering mendengar keluhan seperti ini: “Dok, saya makin gampang cemas sejak sering baca komentar di medsos,” atau “Saya capek, setiap kali upload sesuatu pasti ada saja yang nyinyir.”
Ini bukan fenomena kecil. Ini sudah menjadi bagian dari kesehatan jiwa generasi digital. Media sosial memang memberikan ruang untuk berbagi, mencari informasi, bahkan membangun komunitas. Namun, di balik itu ada sisi lain yang tak kalah kuat: lautan komentar yang tidak selalu ramah.
Respons netizen yang spontan, kasar, sinis, atau sarkastik sering kali lebih membekas daripada pujian yang kita terima. Otak manusia—yang dari dulu diciptakan untuk bertahan hidup, bukan untuk “bertahan dari komentar”—secara alami lebih sensitif terhadap hal negatif.
Sebuah studi tahun 2024 menunjukkan bahwa paparan komentar negatif berulang dapat meningkatkan aktivitas area otak terkait stres sosial dan self-criticism. Artinya, makin sering kita membaca komentar yang menyakitkan, makin besar risiko kita merasa tidak aman, tidak nyaman, dan tidak cukup baik.
Ketika Emosi Negatif Makin Dominan
Dalam banyak kasus yang saya tangani, kecemasan dan mood negatif muncul bukan dari masalah besar, tetapi akumulasi kecil: — satu komentar pedas, — satu balasan yang membuat kita merasa diserang, — satu utasan yang membuat kita merasa "kurang". Ketika ini terjadi berulang kali, sistem stres tubuh ikut aktif. Jantung lebih mudah berdebar, tidur lebih sering terganggu, pikiran jadi lebih sensitif. Inilah yang dalam psikiatri kita sebut emotional overload.
Dan ingat: Membaca komentar di medsos bukan hanya aktivitas pasif. Otak kita memprosesnya seperti interaksi sosial nyata. Jika banyak komentar itu bernada menyakitkan, otak meresponsnya sebagai ancaman psikologis. Tidak heran banyak orang akhirnya merasa cepat lelah, tersinggung, atau bahkan mulai mempertanyakan nilai dirinya sendiri.
Mengapa “Menepi” Itu Penting?
Kesehatan jiwa tidak bisa diserahkan pada algoritma. Bila kita merasa: mudah terpancing, sedih setelah scroll, marah setelah membaca komentar, atau mulai membandingkan diri dengan orang lain, itu tanda bahwa otak dan hati kita sedang kewalahan.
Salah satu strategi paling efektif yang sering saya sarankan adalah digital decluttering: membersihkan lingkungan digital sebagaimana kita membersihkan rumah. Beberapa langkah sederhana:
- Unfollow akun yang memicu emosi negatif. Tidak perlu merasa bersalah.
- Nonaktifkan komentar untuk sementara. Ini bukan tanda lemah—ini tanda menjaga diri.
- Tetapkan jam bebas medsos, terutama menjelang tidur. Ambil jeda 24–48 jam jika merasa terlalu terpancing. Tubuh dan pikiran kita butuh ruang untuk pulih. Dan tidak ada salahnya memilih untuk “tidak hadir” sejenak di dunia digital yang bising.
Kesehatan Jiwa Ada di Tangan Kita
Media sosial tidak akan menjadi lebih lembut. Yang harus menjadi lebih bijak adalah kita. Jangan biarkan komentar orang lain, yang bahkan tidak mengenal kita, menentukan kondisi emosional kita. Jika suatu hari Anda merasa terlalu berat menghadapi dunia maya, ingatlah: menutup aplikasi bukan berarti Anda kalah. Kadang itu justru tanda bahwa Anda sedang memenangkan diri Anda sendiri.
Tag: #media #sosial #emosi #negatif #kesehatan #jiwa #mengapa #kita #perlu #sesekali #menepi