Waspada ''Diabesity'', Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
- Kasus diabetes di Asia-Pasifik terus meningkat akibat gaya hidup urban yang penuh stres dan kurang gerak, dengan obesitas menjadi pemicu utama.
- Indonesia termasuk negara dengan penderita diabetes tertinggi di dunia, didorong pola makan buruk dan kebiasaan sedentari.
- Langkah kecil seperti makan sehat, olahraga rutin, dan kelola stres dapat menurunkan risiko “diabesity” dan menjaga kesehatan metabolik.
Diabetes kini menjadi salah satu tantangan kesehatan terbesar di kawasan Asia-Pasifik (APAC). Para ahli memprediksi bahwa wilayah ini akan menjadi penyumbang terbesar terhadap beban ekonomi global akibat diabetes pada tahun 2030.
Salah satu pemicunya: obesitas, faktor risiko utama yang bisa dimodifikasi dan erat kaitannya dengan gaya hidup modern masyarakat urban.
Kenaikan berat badan yang berlebihan dapat memicu resistensi insulin, kondisi ketika tubuh tidak lagi merespons insulin secara efektif yang kemudian menyebabkan kadar gula darah meningkat.
Menurut Dr. Alex Teo, Director, Research Development and Scientific Affairs, Asia Pacific, Herbalife, risiko ini semakin tinggi di kawasan APAC karena gaya hidup urban yang cepat, padat, dan penuh tekanan.
“Risiko tersebut meningkat di APAC akibat gaya hidup urbanisasi yang berlangsung cepat, padat, penuh stres, dan cenderung kurang gerak. Jam kerja yang panjang dan mudahnya mendapatkan makanan cepat saji seringkali menghadirkan pola makan tidak sehat yang disebabkan stres, dengan camilan dan makanan manis yang seringkali dipandang sebagai solusi cepat dan menghibur untuk mengurangi stres,” ujar Teo.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Jumlah anak-anak dengan kelebihan berat badan di Asia terus meningkat, sebuah kondisi yang bisa menjadi fondasi bagi tantangan kesehatan seumur hidup, termasuk diabetes tipe 2 dan penyakit kronis lainnya.
Indonesia dalam Pusaran Diabetes
Situasi di Indonesia pun mengkhawatirkan. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2024, terdapat sekitar 20,4 juta orang Indonesia hidup dengan diabetes, dengan prevalensi mencapai 11,3%, jauh di atas rata-rata regional Asia Tenggara.
Angka ini menempatkan Indonesia di antara negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia. Yang lebih mengejutkan, tidak semua penderita diabetes terlihat kelebihan berat badan.
Ada kondisi yang disebut “TOFI (thin outside, fat inside)”, di mana seseorang tampak ramping dari luar namun memiliki lemak berlebih di dalam tubuh. Kondisi ini umum terjadi pada masyarakat Asia, terutama mereka yang kurang asupan protein dan memiliki gaya hidup sedentari.
Menghadapi ‘Diabesity’ dengan Langkah Kecil
Gabungan antara diabetes dan obesitas, yang dikenal sebagai “diabesity”, kini menjadi isu utama kesehatan di era modern. Menurut Teo, penanganannya harus dimulai dari hal-hal mendasar.
“Menangani ‘diabesity’, yaitu munculnya secara bersamaan diabetes dan obesitas pada seseorang dimulai dengan mengatasi beberapa penyebab utama seperti pola makan buruk dan kurangnya aktivitas fisik sebelum berkembang menjadi masalah kesehatan serius," jelasnya.
Dengan membuat pilihan kecil dan sadar setiap hari untuk mencapai penurunan berat badan yang moderat, individu kata dia, dapat secara signifikan meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi risiko terkena diabetes.
Makan Cermat, Dampak Besar
PerbesarIlustrasi pola makan sehat (Freepik)Perubahan kecil dalam pola makan bisa membawa dampak besar bagi kesehatan. Makanan dengan indeks glikemik tinggi seperti roti putih atau camilan manis dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang berulang, memicu resistensi insulin dalam jangka panjang.
Kebiasaan sederhana seperti mengurangi minuman manis, termasuk “boba” atau bubble tea, bisa membantu mengontrol kadar gula darah. Bola tapioka di dalamnya memiliki kalori tinggi dan indeks glikemik besar, yang berkontribusi terhadap obesitas dan memburuknya kontrol gula darah.
Sebaliknya, makanan utuh dan kaya serat seperti gandum utuh, buah, dan sayuran dapat membantu menstabilkan gula darah dan meningkatkan rasa kenyang.
“Dengan fokus pada makanan utuh dan kaya nutrisi sambil meminimalkan makanan olahan, individu dapat lebih baik mengelola diabetes serta memperkuat kesehatan dan fungsi metaboliknya secara keseluruhan,” tutur Teo.
Peran Nutrisi dan Suplemen Pendukung
Selain pola makan, asupan nutrisi juga memegang peran penting dalam pencegahan dan pengelolaan diabetes. Protein, asam lemak omega-3, dan magnesium terbukti membantu menjaga berat badan ideal dan mendukung metabolisme tubuh.
Protein membantu mengontrol nafsu makan dan meningkatkan metabolisme, sementara omega-3 dari ikan seperti salmon mampu mengurangi peradangan dan memperbaiki sensitivitas insulin.
Magnesium mendukung metabolisme glukosa, tekanan darah sehat, serta fungsi otot yang optimal, faktor penting untuk menjaga tubuh tetap aktif.
Gaya Hidup Sehat Sebagai Kunci
Aktivitas fisik tetap menjadi pilar utama dalam pencegahan diabetes. Rekomendasinya adalah 150 menit olahraga intensitas sedang per minggu. Bahkan aktivitas sederhana seperti berjalan kaki setelah makan atau yoga di meja kerja bisa membantu menjaga kestabilan gula darah.
Kurang tidur dan stres kronis juga menjadi musuh diam-diam bagi kesehatan metabolik. Karena itu, Teo menekankan pentingnya manajemen stres dan istirahat cukup.
“Menjaga kesehatan Anda dapat terasa menantang di tengah tuntutan gaya hidup yang sibuk. Namun, penyesuaian sederhana dan konsisten pada kebiasaan sehari-hari, dikombinasikan dengan perawatan preventif dan deteksi dini merupakan beberapa faktor utama untuk menghasilkan hasil yang lebih baik dalam pencegahan diabetes,” pungkas Dr. Alex Teo.
Tag: #waspada #diabesity #mengapa #indonesia #jadi #sarang #penyakit #kombinasi #diabetes #obesitas