Musik dan Migrain: Bisakah Irama Menjadi Obat Alami untuk Nyeri Kepala?
Ilustrasi seorang perempuan sedang mendengarkan musik (Dok. Freepik)
20:12
13 Oktober 2025

Musik dan Migrain: Bisakah Irama Menjadi Obat Alami untuk Nyeri Kepala?

- Bayangkan jika suara lembut dari musik favorit Anda mampu meredakan denyutan tajam akibat migrain. Bagi sebagian orang, mendengarkan musik bukan sekadar hiburan, melainkan pelarian dari rasa sakit. Namun, apakah musik benar-benar memiliki efek terapeutik pada migrain, atau hanya sekadar sugesti pikiran?

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa musik mungkin dapat membantu meringankan gejala migrain. Namun, hasilnya masih bervariasi dan belum cukup kuat untuk menyimpulkan efektivitasnya secara medis. Meskipun begitu, banyak orang secara pribadi mengaku merasa lebih tenang dan lega setelah mendengarkan musik ketika serangan migrain melanda.

Melansir dari laman Medical News Today, salah satu penelitian tahun 2022 menemukan bahwa harapan seseorang terhadap efek penyembuhan musik berperan besar dalam menentukan hasilnya. Artinya, mereka yang yakin bahwa musik dapat membantu, cenderung merasakan manfaat yang lebih nyata. Temuan ini membuat para peneliti menduga bahwa efek musik bisa jadi termasuk dalam kategori efek plasebo, di mana keyakinan seseorang turut memengaruhi persepsi rasa sakit.

Penelitian lain pada tahun 2021 meneliti penggunaan aplikasi musik bernama Music Care yang memutar musik dalam urutan tertentu, disebut urutan "U". Pola ini perlahan menurunkan ketegangan pendengar melalui perubahan ritme, tempo, dan intensitas. Setelah tiga bulan mendengarkan urutan tersebut, peserta mengalami penurunan tingkat keparahan migrain yang signifikan.

Selain itu, riset terdahulu tahun 2015 juga mencatat bahwa penderita fibromyalgia merasa lebih rileks dan mengalami penurunan rasa sakit setelah mendengarkan musik. Meski begitu, ilmuwan masih berusaha memahami mengapa musik dapat memberi efek positif bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi yang lain.

Binaural Beats: Irama Ganda yang Menenangkan Otak

Fenomena menarik lainnya dalam terapi musik adalah binaural beats, suara yang dihasilkan ketika seseorang mendengarkan dua frekuensi berbeda secara bersamaan. Otak kemudian "menciptakan" frekuensi ketiga yang merupakan hasil perbedaan antara kedua nada tersebut. Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa irama ini bisa memengaruhi aktivitas gelombang otak dan berdampak positif pada kecemasan serta nyeri kronis.

Karena migrain juga berkaitan dengan aktivitas gelombang otak, para ahli menduga binaural beats dapat membantu mengurangi intensitas serangan. Namun, bukti ilmiah saat ini masih terbatas, dan efeknya bisa berbeda-beda pada tiap individu. Beberapa orang justru melaporkan bahwa suara tersebut memperburuk sakit kepala mereka, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan keamanannya.

Gelombang otak manusia sendiri terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan frekuensi:

  • Gelombang gamma (30–80 Hz) berkaitan dengan konsentrasi tinggi dan daya pikir maksimal.
  • Gelombang beta (13–30 Hz) muncul saat seseorang dalam kondisi sadar dan aktif berpikir.
  • Gelombang alfa (8–12 Hz) mencerminkan keadaan santai saat terjaga.
  • Gelombang theta (4–7 Hz) terjadi ketika seseorang bermimpi atau tidur ringan.
  • Gelombang delta (0,5–4 Hz) muncul dalam tidur dalam dan berperan dalam proses pemulihan otak.

Beberapa penelitian terhadap binaural beats untuk nyeri kronis menggunakan frekuensi theta karena dianggap membantu menciptakan relaksasi mendalam dan menenangkan sistem saraf.

Suara yang Dapat Memicu Migrain

Tak semua jenis suara bersahabat bagi penderita migrain. Sebagian orang memiliki sensitivitas tinggi terhadap suara bernada tinggi, terutama yang berada di atas 400 Hz. Bunyi klakson mobil, kicauan burung, atau suara guntur, misalnya, bisa menjadi pemicu bagi sebagian penderita. Oleh karena itu, penting bagi individu yang rentan migrain untuk mengenali jenis suara yang dapat memperparah kondisinya.

Menemukan keseimbangan antara suara yang menenangkan dan suara yang memicu rasa sakit menjadi langkah penting dalam mengelola migrain. Beberapa orang menemukan ketenangan melalui musik instrumental lembut, suara alam, atau musik klasik dengan tempo lambat. Sebaliknya, musik dengan nada tinggi, ritme cepat, atau volume keras dapat memperburuk gejala.

Kapan Harus Berkonsultasi ke Dokter

Jika migrain terjadi semakin sering atau gejalanya semakin berat, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Penanganan medis mungkin meliputi obat pereda nyeri, anti-mual, obat abortif untuk menghentikan serangan migrain, maupun obat pencegahan agar frekuensinya menurun. Selain terapi farmakologis, metode alternatif seperti yoga, relaksasi, terapi perilaku kognitif, dan biofeedback juga bisa membantu.

Dokter juga dapat menyarankan perubahan gaya hidup seperti berolahraga secara teratur, tidur cukup, serta mengonsumsi makanan seimbang untuk menurunkan risiko serangan. Dengan pendekatan holistik yang menggabungkan pengobatan dan terapi pendukung seperti musik, penderita migrain dapat mengelola gejalanya dengan lebih baik.

Editor: Candra Mega Sari

Tag:  #musik #migrain #bisakah #irama #menjadi #obat #alami #untuk #nyeri #kepala

KOMENTAR