



Kemenkes Tegaskan Rokok Elektronik Bukan Solusi Berhenti Merokok
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Benget Saragih, menegaskan bahwa konsumsi rokok elektronik, seperti vape atau pod, bukanlah alternatif yang efektif untuk berhenti merokok.
Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah temu media di Jakarta, seperti ditulis oleh Antara, Kamis (20/2/2025).
"Di dalam satu batang rokok, ada nikotin yang menyebabkan adiksi. Kampanye atau iklan bahwa (mengkonsumsi) rokok elektrik adalah upaya untuk berhenti merokok itu bohong, nikotinnya lebih tinggi malah, dan justru mengandung cairan-cairan yang tidak boleh masuk ke dalam tubuh," ujar dr. Benget dengan tegas.
Menurutnya, perbedaan utama antara rokok konvensional dan rokok elektronik terletak pada kandungan TAR, yang tidak terdapat pada rokok elektronik.
Namun, keduanya tetap mengandung nikotin dalam bentuk cair, yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan.
"Dari penelitian-penelitian yang ada sudah terbukti bahwa keduanya (rokok elektronik dan rokok konvensional) dapat mengganggu kesehatan, utamanya gangguan saluran pernapasan," tambahnya.
Peningkatan konsumsi rokok elektronik di Indonesia
Benget juga mencatatkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan peningkatan prevalensi perokok elektronik yang signifikan, jauh melebihi negara-negara lain yang sudah lebih ketat mengatur atau bahkan melarang total penggunaan rokok elektronik.
"Sebanyak 133 negara di dunia telah mengatur dengan ketat, di Asia Tenggara, bahkan enam negara melarang total penggunaan rokok elektronik. Di Indonesia peningkatannya dari tahun 2011 ke 2021 itu 10 kali lipat, tahun 2011 hanya 0,3 persen, kemudian tahun 2021 sebanyak 3 persen," paparnya.
Hal ini menurutnya dipicu oleh promosi rokok elektronik yang masif, terutama yang menyasar kalangan muda, dengan berbagai kemasan yang menarik.
Menanggapi hal ini, dr. Benget menyatakan pentingnya penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam peraturan tersebut, rokok elektronik dan rokok konvensional akan diperlakukan sama, termasuk kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan yang mencakup informasi tentang nikotin dan bahan berbahaya lainnya.
"Di PP 28, rokok konvensional dan elektrik perlakuannya sama. Harus ada peringatan kesehatan 50 persen, harus ada informasi kesehatan bahwa ini mengandung nikotin dan bahan-bahan berbahaya, itu harus disebutkan, dan tidak boleh dikonsumsi usia 21 tahun ke bawah dan ibu hamil, dan lain sebagainya, itu wajib disampaikan," tuturnya.
Selain itu, Benget juga menekankan bahwa PP 28/2024 bertujuan untuk menurunkan prevalensi perokok anak di Indonesia.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok anak Indonesia mencapai 5,9 juta orang, dan pemerintah berupaya agar angka ini tidak meningkat lebih lanjut.
"Yang kita mau cegah anak-anak kita, memang berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), di tahun 2023 perokok anak turun menjadi 5,9 juta. Ini jangan sampai naik lagi, dan kalau bisa yang 5,9 itu berhenti merokok, supaya 10-15 tahun ke depan mereka tidak menjadi beban pengeluaran biaya kesehatan kita," ujarnya.
Berdasarkan data SKI 2023, jumlah perokok di Indonesia tercatat mencapai 70,2 juta orang, dengan 63,1 juta di antaranya merupakan perokok dewasa.
Sementara itu, 5,9 juta lainnya merupakan perokok anak (usia 10-18 tahun). Dengan angka tersebut, Indonesia menempati posisi sebagai pasar rokok terbesar ketiga di dunia.
Namun, sayangnya, enam dari sepuluh kematian di Indonesia disebabkan oleh perilaku merokok, yang menunjukkan dampak kesehatan yang sangat besar.
Pemerintah terus berupaya mengurangi angka ini dengan berbagai kebijakan, termasuk mengendalikan konsumsi rokok elektronik dan konvensional yang terus meningkat.
Tag: #kemenkes #tegaskan #rokok #elektronik #bukan #solusi #berhenti #merokok