Bank BUMN Cari Kepastian Hukum agar Program Prabowo Menghapus Piutang UMKM Tak Dianggap Kerugian Negara
- Pemerintah telah meneken aturan penghapusan kredit macet bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan, serta sektor lainnya. Beleid tersebut bertujuan memberikan kepastian hukum kepada bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam melakukan hapus tagih. Meski, ada teknis persyaratan, penilaian, dan kurasi untuk menghindari moral hazard.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2024. Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara menyatakan, PP itu memang dibutuhkan karena memang perintah dari Undang-Undang No 4 tahun 2023 tentang Pengaturan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK).
"Untuk memberikan kepastian hukum kepada bank-bank BUMN bahwa hapus tagih itu diperbolehkan," ungkapnya usai acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (Like It) di Gandaria City, Rabu (6/11).
Dia menjelaskan, ketika suatu kredit bermasalah yang kemudian menjadi macet, bank swasta bisa fleksibel melakukan hapus buku. Bahkan bisa menghapus tagihkan piutang debiturnya. Sedangkan bank BUMN tidak semudah itu. Karena terdapat kebimbangan bahwa tindakan tersebut bisa dianggap merugikan keuangan negara.
Untuk menjaga moral hazard, kata Mirza, debitur dengan jumlah utang yang kecil saja yang diputihkan. Makanya, menyasar para pelaku UMKM, petani, dan nelayan.
"Berarti kecil-kecil bahkan mungkin pinjaman mikro yang memang sudah tidak memiliki kemampuan bayar yang rentangnya sekitar 10 tahunan," kata mantan Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) itu.
Mirza mengaku sudah membicarakan PP nomor 47/2024 dengan Presiden Prabowo Subianto sebelumnya. Dia juga menegaskan, bahwa tidak perlu mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) untuk merinci secara teknis implementasinya ke industri perbankan.
"Menurut saya sih tidak harus (menerbitkan POJK). Karena sudah ada di UU P2SK dan PP. Ini memang kepentingan terutama untuk bank-bank BUMN," tandasnya.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyambut baik dan mengapresiasi langkah cepat pemerintah dengan diterbitkannya PP nomor 47/2024 tentang piutang macet UMKM. Namun demikian, implementasinya diperlukan peraturan pelaksanaan atau ketentuan teknis lain yang disusun oleh kementerian ataupun lembaga terkait. Diantaranya untuk menentukan persyaratan maupun kriteria pinjaman yang dapat dihapus tagih.
Hal ini dimaksudkan terutama agar tidak menimbulkan moral hazard. "Saat ini BRI tengah menunggu salinan PP tersebut dan selanjutnya BRI akan mempersiapkan perangkat kebijakan internal agar kebijakan dimaksud dapat diimplementasikan dengan baik," kata Supari kepada Jawa Pos.
Dengan adanya kebijakan ini, maka pelaku UMKM yang sebelumnya masuk daftar hitam (blacklist) namun masih memiliki potensi usaha, kini dapat memiliki kesempatan kembali untuk mengakses pembiayaan.
Sehingga bisa melanjutkan dan mengembangkan usahanya. Disamping itu, PP nomor 47/2023 juga diharapkan dapat menguntungkan pelaku UMKM dan menjadi sumber pertumbuhan baru bagi BRI.
"Kami optimis bahwa dengan adanya sinergi yang baik antara pemerintah dan sektor keuangan dapat mendorong kemajuan pelaku usaha khususnya UMKM Indonesia, serta mewujudkan ekonomi kerakyatan yang inklusif dan berkeadilan," terangnya.
Dari perbankan swasta, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, sebagai lembaga perbankan nasional, pihaknya mencermati dan sejalan dengan kebijakan dari pemerintah, regulator, serta otoritas perbankan.
"Saat ini kami masih mempelajari lebih lanjut terkait aturan mengenai penghapusan piutang macet kepada UMKM. Kami juga senantiasa berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan implementasi kebijakan ini," jelasnya melalui pesan singkat.
Dia memastikan dalam penyaluran kredit dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian. Agar kualitas pinjaman tetap terjaga. Rasio kredit macet alias non-performing loan (NPL) BCA di sektor UMKM relatif terjaga. Tercermin dari total NPL di kisaran 2,1 persen pada sembilan bulan pertama 2024.
"BCA terus menerapkan disiplin manajemen risiko secara ketat dalam penyaluran kredit, sehingga NPL tetap terkendali," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara menilai, skema penghapusan utang ini sifatnya parsial. Artinya dari target 6 juta debitur petani dan nelayan ujungnya akan diseleksi oleh lembaga keuangan bank, koperasi, dan lembaga mikro lainnya. Tahapan seleksi tentu mempertimbangkan manajemen risiko lembaga keuangan.
"Mereka akan cek dulu kemampuan bayar debiturnya, riwayat kelancaran bayar, dan apakah sudah pernah ikut restrukturisasi kredit waktu pandemi lalu," jelas lulusan University of Bradford itu.
Kriteria debitur yang sifatnya memang sudah mendapat program restrukturisasi pandemi tapi masih sulit melunasi pokok dan bunga utang, maka bisa dilanjutkan ke write off atau penghapusan utang. Nah masalahnya program ini sudah ramai di publik. Dianggap seluruh nelayan petani mendapat fasilitas penghapusan utang.
"Ini repotnya. Harusnya disebutkan detil kriterianya dulu, jadi tidak timbul moral hazard karena salah pilih debitur," beber Bhima. (han)
Tag: #bank #bumn #cari #kepastian #hukum #agar #program #prabowo #menghapus #piutang #umkm #dianggap #kerugian #negara