Bukan Sekadar Pabrik, Kehadiran Fraksionasi Plasma Pertama di Indonesia Jadi Kunci Transfer Teknologi Biofarmasi Pertama di Indonesia
- Pembangunan fasilitas fraksionasi plasma di Karawang, Jawa Barat, yang ditargetkan beroperasi pada 2026 menjadi penanda penting dimulainya era kemandirian Produk Obat Derivat Plasma (PODP) di Indonesia.
Buah dari kolaborasi strategis antara Indonesia Investment Authority (INA) dan SK Plasma Korea itu bukan sekadar proyek industri, melainkan gerbang utama bagi Indonesia untuk mengakses dan menguasai teknologi biofarmasi kelas dunia.
Selama ini, Indonesia menghadapi tantangan besar di sektor kesehatan. Utamanya, terkait ketersediaan dan aksesibilitas PODP, seperti albumin dan imunoglobulin, yang 100 persen bergantung pada impor. Hal ini disebabkan absennya infrastruktur pengolahan plasma darah—salah satu bahan baku utama PODP.
Padahal, Indonesia memiliki ketersediaan stok plasma darah yang cukup besar. Berdasarkan data Palang Merah Indonesia (PMI), sekitar 200.000 liter plasma darah harus terbuang setiap tahun.
Fasilitas fraksionasi plasma PT SK Plasma Core Indonesia di Karawang pun hadir untuk memutus rantai ketergantungan tersebut melalui hilirisasi teknologi bioteknologi tingkat lanjut.
Dalam proyek tersebut, INA berperan sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia yang terbilang vital sekaligus katalisator foreign direct investment (FDI) berkualitas tinggi ke Tanah Air.
Vice President of Investment INA Andre Jonathan Cahyadi memaparkan bahwa sejak berdiri pada 2021, INA menempatkan diri sebagai mitra strategis dalam menarik investasi berkualitas ke Indonesia.
Sebagai SWF yang bermandat ganda, yakni meraih imbal hasil terukur dan menciptakan dampak berkelanjutan lintas generasi, INA memfasilitasi masuknya investasi asing yang tidak hanya membawa kapital, tetapi juga standar operasional global.
Dalam kurun waktu sekitar empat tahun terakhir, INA telah menanamkan modal di sejumlah sektor prioritas, mulai dari kesehatan, infrastruktur, energi terbarukan hijau, hingga sektor digital. Terbaru, INA juga masuk ke sektor advanced materials yang berkaitan dengan rantai nilai baterai.
Di sektor kesehatan, salah satu investasi yang kini menjadi sorotan adalah proyek fraksionasi plasma bersama SK Group asal Korea Selatan. Proyek ini dinilai sejalan dengan mandat utama INA, yakni berinvestasi untuk kepentingan generasi masa depan sekaligus menarik investasi asing ke Indonesia.
Melalui investasi tersebut, INA menjalankan mandat untuk meningkatkan FDI sekaligus memperkuat ketahanan kesehatan nasional (national health security).
Oleh karena itu, dalam setiap proyeknya, INA selalu berinvestasi bersama mitra strategis, baik dalam skema dana kesejahteraan, investasi strategis, maupun investasi komersial. Kerja sama dengan SK Plasma menjadi salah satu contoh konkret pendekatan tersebut.
“Misi kami adalah berinvestasi pada sektor yang krusial bagi generasi mendatang. Kehadiran SK Group melalui SK Plasma membawa modal, keahlian, dan teknologi manufaktur biofarmasi yang sebelumnya belum dimiliki Indonesia,” kata Andre.
Jamin ketersediaan pasokan, ciptakan nilai sosial
Terkait pasokan plasma darah, Andre menegaskan bahwa Indonesia memiliki sumber daya yang memadai. Selama ini, plasma darah kerap terbuang karena ketidakhadiran fasilitas pengolahan. Padahal, setiap tahun PMI mengumpulkan sekitar empat juta kantong darah.
Pada tahap awal, kata dia, proyek tersebut akan memanfaatkan pasokan yang sudah tersedia. Ke depan, pasokan akan diperkuat melalui kontrak jangka panjang dengan PMI.
Pihaknya juga akan mendorong inisiatif lain, seperti pembentukan bank plasma, termasuk membuka peluang peran sektor swasta dalam pengembangan pusat pengumpulan plasma.
“Indonesia memiliki keunggulan populasi lebih dari 250 juta jiwa. Dengan partisipasi donor yang tinggi, kita memiliki pasokan plasma yang melimpah. Semakin banyak yang berdonor, semakin banyak nyawa yang bisa diselamatkan,” katanya.
Tempat penampungan plasma.
Selain dampak di sektor kesehatan, proyek tersebut juga dinilai memberikan nilai sosial yang luas, mulai dari penciptaan lapangan kerja hingga alih teknologi dan pengetahuan. Ribuan tenaga kerja Indonesia terlibat dalam tahap konstruksi fasilitas.
Sementara itu, sebagian tenaga ahli telah mendapatkan pelatihan langsung di Korea Selatan dan siap mengoperasikan fasilitas produksi.
“Ini bukan hanya soal investasi, tetapi juga transfer teknologi dan peningkatan kapasitas SDM nasional,” ujar Andre.
Indonesia punya potensi besar
Di sisi lain, keputusan SK Group untuk menanamkan investasi di Indonesia tidak lepas dari pertimbangan strategis jangka panjang.
SK Group melalui anak usahanya, SK Plasma, memiliki rekam jejak lebih dari 50 tahun di bisnis plasma derivatif. Perusahaan ini mengoperasikan fasilitas fraksionasi plasma berstandar Good Manufacturing Practice (GMP) di Andong, Korea Selatan.
President Director PT SK Plasma Core Indonesia Ted Roh memaparkan, Indonesia memiliki kombinasi unik antara kebutuhan pasar yang besar, ketersediaan bahan baku, serta dukungan kebijakan pemerintah.
“Saat ini, Indonesia masih mengimpor 100 persen produk obat derivat plasma. Padahal, plasma darah sebagai bahan baku tersedia melimpah di dalam negeri. Namun, selama ini belum dimanfaatkan secara optimal,” ujar Ted.
Ted menambahkan, Indonesia memiliki potensi bahan baku yang sangat besar dengan populasi penduduk lebih dari 280 juta jiwa. Ketersediaan plasma darah yang belum dimanfaatkan berpotensi diolah menjadi produk obat bernilai tinggi, seperti albumin dan imunoglobulin.
Selain itu, dukungan regulasi dan kolaborasi erat dengan pemerintah Indonesia juga dinilai menjadi faktor penting. Menurutnya, perubahan kebijakan dalam beberapa tahun terakhir telah membuka jalan bagi pengembangan industri fraksionasi plasma di dalam negeri.
“Teknologi fraksionasi plasma merupakan teknologi maju yang hanya dimiliki kurang dari 20 negara di dunia. Dengan dukungan pemerintah dan INA, Indonesia kini memiliki kesempatan untuk masuk ke kelompok tersebut,” kata Ted.
Transfer teknologi
Salah satu nilai utama dari proyek ini adalah transfer teknologi biofarmasi secara menyeluruh. Transfer tersebut tidak hanya terjadi pada tahap operasional, tetapi juga sejak perencanaan, desain, hingga pembangunan fasilitas.
Ted menjelaskan, seluruh desain pabrik, proses engineering, hingga standar operasional mengacu pada fasilitas SK Plasma di Korea Selatan. Fasilitas tersebut telah memenuhi standar internasional dan mengekspor produk ke lebih dari 20 negara.
President Director PT SK Plasma Core Indonesia Ted Roh. “Pembangunan fasilitas ini merupakan bagian dari proses alih teknologi. Tim Indonesia terlibat langsung dalam desain, konstruksi, hingga proses validasi. Ini bukan sekadar membeli teknologi, melainkan mempelajarinya secara langsung,” ujarnya.
Sebagai bagian dari program tersebut, kata Ted, 15 tenaga ahli Indonesia telah dikirim ke Korea Selatan untuk mengikuti pelatihan intensif selama beberapa bulan pada Juli hingga Desember 2025. Mereka dipersiapkan sebagai personel kunci yang nantinya akan mengoperasikan fasilitas di Karawang.
SK Plasma juga akan mengirim 14 tenaga ahli dan 12 tenaga ahli untuk mengikuti pelatihan lanjutan selama periode 2026–2027.
“Pelatihan ini akan berlanjut secara bertahap. Teknologi dan keahlian yang ditransfer akan sepenuhnya dikuasai oleh tenaga kerja Indonesia,” kata Ted.
Serap tenaga kerja, tingkatkan aksesibilitas PODP
Kehadiran fasilitas fraksionasi plasma di Karawang diprediksi akan memberikan efek berganda bagi Indonesia.
Ted melanjutkan bahwa selama masa konstruksi, hampir 1.000 pekerja lokal terlibat dalam proses pembangunan fasilitas tersebut. Saat beroperasi penuh, fasilitas ini akan menyerap hingga 300 tenaga kerja ahli biofarmasi.
Secara makro, produksi PODP lokal akan menekan biaya kesehatan. Menurutnya, harga produk derivat plasma diproyeksikan akan lebih kompetitif, yakni sekitar 8-10 persen lebih murah ketimbang produk impor.
“Hal ini tentu akan memperluas akses pasien, terutama pengguna layanan BPJS Kesehatan, terhadap obat-obatan esensial,” kata Ted.
Para pekerja tampak memasang instalasi di pabrik fraksionasi plasma SK Plasma. Lebih jauh, Ted menjelaskan bahwa fasilitas berkapasitas 600.000 liter per tahun itu diposisikan untuk menjadikan Indonesia sebagai hub biofarmasi di kawasan regional.
Dengan infrastruktur yang dapat dikembangkan hingga kapasitas satu juta liter per tahun, Indonesia berpeluang besar untuk mengekspor produk PODP ke negara tetangga di Asia Tenggara dan pasar global.
"Kami sudah menerima permintaan dari lebih dari lima negara yang ingin mengimpor hasil pengolahan kami. Tujuan utama kami adalah memenuhi kebutuhan domestik terlebih dahulu. Meski demikian, potensi ekspor sangat terbuka lebar karena kualitas plasma donor Indonesia sangat baik," ungkapnya.
Melalui sinergi antara modal strategis dari INA dan keunggulan teknologi dari SK Plasma, pabrik di Karawang itu bukan sekadar fasilitas industri, melainkan simbol kebangkitan teknologi medis Indonesia di panggung dunia. Ini menjadi era kemandirian dan penguasaan bioteknologi masa depan di Indonesia.
Tag: #bukan #sekadar #pabrik #kehadiran #fraksionasi #plasma #pertama #indonesia #jadi #kunci #transfer #teknologi #biofarmasi #pertama #indonesia