Purbaya Akui Risiko Shortfall Pajak 2025, Perlambatan Ekonomi Jadi Biang Kerok
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan keterangan pada konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis (18/12/2025). Kementerian Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mengalami defisit sebesar Rp560,3 triliun atau 2,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per 30 November 2025 namun masih dalam batas yang terkelola dan sesuai dengan desain APBN. ( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
07:20
22 Desember 2025

Purbaya Akui Risiko Shortfall Pajak 2025, Perlambatan Ekonomi Jadi Biang Kerok

- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui adanya risiko shortfall atau kekurangan realisasi penerimaan pajak pada 2025.

Menurutnya, tekanan terhadap penerimaan negara tidak bisa dilepaskan dari perlambatan aktivitas ekonomi yang berlangsung cukup panjang sejak awal tahun.

"Itu waktu ekonomi melambat kuartal I 2025 sampai bulan Agustus, kenapa Anda nggak protes? Ketika ekonomi melambat, pasti itu otomatis risiko (shortfall) itu ada," kata Purbaya usai konferensi pers APBN KiTA di Jakarta pada Kamis (18/12/2025).

Purbaya menjelaskan, pelemahan ekonomi yang terjadi sejak kuartal I hingga sekitar Agustus 2025 secara otomatis berdampak pada kinerja penerimaan pajak. Dalam kondisi tersebut, shortfall menjadi konsekuensi yang sulit dihindari.

Meski demikian, Purbaya menegaskan pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai langkah pengendalian tetap dilakukan untuk menahan tekanan agar tidak semakin dalam, terutama melalui perbaikan sistem pengumpulan pajak serta optimalisasi penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai.

Ia mengakui penerimaan negara sepanjang 2025 masih berada dalam tekanan, namun menilai kondisinya relatif terkendali.

Pemerintah, lanjut Purbaya, masih mampu menjaga defisit anggaran agar tetap berada dalam batas yang telah ditetapkan dalam APBN.

“Yang ada memang tekanan, tapi defisitnya masih bisa kita kendalikan,” ujarnya.

Ke depan, Purbaya optimistis situasi ekonomi dan penerimaan negara akan membaik. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih tinggi pada 2026, sehingga basis penerimaan pajak juga ikut menguat.

“Tahun depan semuanya akan lebih baik. Saya akan dorong pertumbuhan ekonomi ke 6 persen,” kata Purbaya.

Ia menegaskan, tekanan penerimaan pajak yang terjadi saat ini merupakan dampak akumulatif dari perlambatan ekonomi selama sembilan bulan pertama 2025, yang tidak bisa serta-merta dihapus dalam waktu singkat.

Saat ditanya soal kemungkinan pemerintah menggenjot penarikan pajak secara agresif di sisa akhir tahun, Purbaya menepis anggapan tersebut.

Menurutnya, pemungutan pajak tetap dilakukan secara normal tanpa langkah luar biasa.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga 30 November 2025, penerimaan pajak baru sebesar Rp 1.634 triliun atau 78,7 persen dari target Rp 2.076,9 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan capaian tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 1.688,6 triliun.

Dari sisi jenis pajak, PPh Badan terealisasi sebesar Rp 263,58 triliun, turun 9 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Sementara itu, PPh Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 tercatat Rp 218,31 triliun, masih terkontraksi 7,8 persen (yoy).

Penerimaan dari PPh Final, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 26 mencapai Rp 305,43 triliun, tumbuh 1,4 persen (yoy). Adapun PPN dan PPnBM tercatat sebesar Rp 660,77 triliun, terkontraksi 6,6 persen.

Tag:  #purbaya #akui #risiko #shortfall #pajak #2025 #perlambatan #ekonomi #jadi #biang #kerok

KOMENTAR