Ekonom Proyeksikan BI Pertahankan BI Rate 4,75 Persen
- Sejumlah ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Desember 2025.
Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, BI kemungkinan besar akan mempertahankan BI rate di level 4,75 persen pada RDG bulan ini, meskipun peluang penurunan masih terbuka dengan probabilitas yang relatif berimbang.
"Desember ini sebenarnya peluangnya 50-50 lah. Tapi menurut saya sih kemungkinan masih akan ditahan oleh bank sentral," ujarnya saat media briefing di Jakarta beberapa waktu lalu.
Perkiraan ini mempertimbangkan kebijakan suku bunga Amerika Serikat (Fed Funds Rate) yang pada 11 Desember kemarin mengalami penurunan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5-3,75 persen.
Sepanjang 2025, Bank Sentral AS (The Fed) telah menurunkan Fed Funds Rate sebanyak 75 bps dari semula sebesar 4,25-4,5 persen.
David bilang, meski penurunan Fed Funds Rate baru terjadi di Semester II 2025, namun BI telah selangkah lebih dulu dari The Fed dengan menurunkan BI rate sejak Januari 2025.
Terhitung sepanjang tahun ini, BI telah menurunkan BI rate sebanyak lima kali dengan total penurunan 125 bps dari 6 persen menjadi 4,75 persen.
"Kita sebenarnya sudah melakukan front loading ya. Kita udah nurunin 5 kali, bahkan sudah 150 basis poin kalau dihitung sejak tahun lalu," ucapnya.
Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai, BI rate akan tetap bertahan di level 4,75 persen.
"BI perlu mempertahankan suku bunga kebijakan pada level 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur terakhir tahun 2025, sembari tetap waspada dan siap mengambil langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," ujar Riefky dalam hasil risetnya, dikutip Rabu (17/12/2025).
Hal ini mempertimbangkan pelambatan inflasi dari 2,86 persen (yoy) menjadi 2,72 persen (yoy) pada November 2025.
Tingkat inflasi ini juga masih berada di kisaran atas target BI sebesar 1,5-3,5 persen dan relatif tinggi dibandingkan awal tahun.
"Moderasi inflasi pada November terutama didorong oleh berkurangnya tekanan harga pangan seiring dengan upaya stabilisasi pasokan yang mampu mengimbangi kenaikan ringan pada harga yang diatur pemerintah," ucapnya.
Sementara dari sisi eksternal, kombinasi penurunan Fed Funds Rate oleh The Fed dan keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga kebijakan pada RDG November 2025 telah mendorong masuknya aliran modal asing ke Indonesia.
Sejak 19 November, Indonesia mengalami arus modal masuk sebesar 0,37 miliar dollar AS di instrumen surat berharga dan 0,38 miliar dollar AS di pasar saham domestik, sehingga secara kumulatif Indonesia mengalami arus modal asing masuk mencapai 0,75 miliar dollar AS hingga 12 Desember lalu.
Pada saat yang sama, permintaan asing terhadap aset denominasi rupiah relatif terkonsentrasi pada Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan tenor kurang dari satu tahun ketimbang surat utang pemerintah lainnya dengan tenor yang lebih panjang.
Alhasil, imbal hasil surat utang pemerintah dengan tenor yang lebih panjang cenderung meningkat.
Sejak 17 November hingga 15 Desember, imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun meningkat sebesar 5 bps dari 6,17 persen ke 6,22 persen.
Demikian pula dengan imbal hasil surat utang pemerintah tenor 1 tahun yang meningkat dengan skala lebih besar, yaitu sebesar 34 bps dari 4,59 persen menjadi 4,93 persen pada periode yang sama.
Dampaknya, nilai tukar rupiah menguat sebesar 0,11 persen (mtm) dalam 30 hari terakhir dan berada pada level Rp 16.652 per dollar AS pada 15 Desember lalu.
Namun, rupiah masih pada zona pelemahan terhitung sejak awal tahun ini.
Secara year to date, nilai tukar mata uang Indonesia telah melemah sebesar 3,6 persen dan memiliki performa yang lebih buruk dibandingkan sebagian besar mata uang negara berkembang.
"Mempertimbangkan perkembangan terkini pada inflasi dan nilai tukar, pemotongan suku bunga oleh BI berisiko memicu naiknya tekanan inflasi dan berpotensi mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya," tutur Riefky.