INDEF: Penting bagi UMKM untuk Mengerti Pengelolaan Biaya di Ekosistem E-Commerce
Ilustrasi belanja online.(Dok. Freepik/Freepik)
13:48
5 Desember 2025

INDEF: Penting bagi UMKM untuk Mengerti Pengelolaan Biaya di Ekosistem E-Commerce

- Di era digitalisasi yang bergerak begitu cepat, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Indonesia memasuki tahap baru.

Kini, kehadiran UMKM di platform online bukan lagi menjadi sekadar tujuan, melainkan langkah awal menuju usaha yang lebih solid dan berorientasi pada profit.

Peneliti Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhila Maulida mengatakan, saat ini, sektor UMKM sudah masuk dalam fase pendewasaan.

Dalam fase ini, baik perusahaan maupun penjual yang ada dalam ekosistem digital mulai memikirkan keberlanjutan bisnis mereka.

"UMKM tidak hanya fokus pada kehadiran digital, tetapi juga memanfaatkan platform tersebut untuk pertumbuhan jangka panjang," ujar Fadhila.

INDEF mencatat bahwa sudah banyak pelaku UMKM masuk ke platform digital. Berdasarkan Survei E-commerce 2024 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM yang sudah memanfaatkan e-commerce mencapai 3,81 juta unit.

Akan tetapi, dari angka tersebut, baru 17,8 persen yang benar-benar memiliki akun penjualan di marketplace atau platform digital.

“Usaha yang memanfaatkan marketplace sebagai media penjualan juga mencatatkan rata-rata transaksi bulanan yang lebih tinggi ketimbang usaha yang tidak menggunakan marketplace. Artinya, pemanfaatan marketplace berdampak pada perluasan akses pasar,” kata Fadhila.

Fadhila menekankan bahwa UMKM juga harus mulai memikirkan aspek keberlanjutan setelah masuk ekosistem digital. Pelaku usaha harus berorientasi profit, bukan hanya peningkatan penjualan.

Menurut Fadhila, upaya pemerintah yang berorientasi pada UMKM go-digital dalam lima tahun terakhir telah membawa sektor UMKM masuk dalam masa pendewasaan, khususnya di e-commerce.

"Jadi, saat ini kualitas produk dan menjaga pelanggan, termasuk pelanggan lama, sudah harus menjadi perhatian," ucap Fadhila.

Agar berorientasi profit, pelaku UMKM bisa memanfaatkan berbagai fitur yang ada dalam e-commerce, seperti promosi setiap tanggal gajian, tanggal kembar (double date), dan gratis ongkos kirim (ongkir). Fitur dan program-progam ini dinilai efektif membawa UMKM naik kelas.

Cermat hitung pengeluaran

Meski demikian, INDEF menekankan bahwa UMKM perlu menghitung secara cermat seluruh pengeluaran usaha, termasuk biaya untuk menggunakan berbagai fitur platform ke dalam harga pokok penjualan (HPP). Struktur biaya ini pun perlu dihitung sejak awal.

"Perlu digarisbawahi kalau structure cost perlu diperhitungkan. Sebab, platform e-commerce itu ada biaya layanan dan harus dihitung di modal awal. UMKM harus menghitung HPP-nya. Jangan sampai compare dengan tetangga sebelah," terang Fadhila.

Fadhila sendiri memandang bahwa biaya layanan yang diterapkan platform merupakan hal wajar. Hal ini dikarenakan sektor marketplace sudah memasuki fase pendewasaan.

"Mereka mengurangi subsidi tanpa ada pengurangan value layanan yang diberikan. Hal itu wajar karena (marketplace) ada orientasi profit," jelas Fadhila.

Oleh karena itu, lanjutnya, biaya-biaya tersebut juga perlu dianggap sebagai investasi oleh pelaku UMKM.

Berdasarkan survei terbaru dari Katadata Insight Center (KIC), mayoritas seller di e-commerce pun sudah menganggap struktur biaya sebagai bagian dari strategi bisnis.

Rata-rata skor persepsi seller terhadap biaya sebagai strategi mencapai 8,39 dari skala 1 sampai 10. Sementara itu, persepsi terhadap biaya sebagai investasi untuk meningkatkan eksposur berada di angka 8,45.

Riset yang dilakukan pada Jumat (19/9/2025) sampai Kamis (9/10/2025) tersebut melibatkan 602 seller UMKM yang sudah berjualan minimal satu tahun.

Temuan lain menunjukkan bahwa admin fee merupakan komponen biaya yang paling dikenal penjual dengan persentase 41,5 persen, disusul payment fee 34,2 persen, dan biaya subsidi ongkir 29,1 persen. Biaya-biaya ini paling sering mereka jumpai dalam laporan transaksi.

"Temuan ini menunjukkan bahwa strategi harga dan promosi masih menjadi pendekatan utama seller secara umum dalam menarik pembeli dan meningkatkan volume penjualan," kata Direktur Eksekutif KIC Fahridho Susilo dalam risetnya.

Fahridho juga menyatakan, literasi seller terhadap mekanisme biaya e-commerce terus meningkat.

Rata-rata tingkat pemahaman seller terhadap mekanisme perhitungan biaya tambahan platform atau komisi di platform e-commerce mencapai skor 8,38 dari skala 1 sampai 10 dengan lebih dari 92 persen responden mengaku paham.

Sebagian besar responden berada pada kategori paham dengan skor 6 sampai 10 dan hanya 7,3 persen yang mengaku masih kurang memahami sistem potongan biaya.

Perlu peningkatan literasi digital

Meski demikian, INDEF menyoroti bahwa literasi digital e-commerce masih menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi seller yang berusia 30 tahun ke atas untuk memahami kinerja usaha via online atau digital.

Salah satunya adalah membaca data penjualan di platform online agar bisa diolah menjadi strategi bisnis ke depan.

INDEF berpendapat, hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama baik bagi pemerintah maupun pelaku usaha swasta agar pengusaha UMKM lebih terampil dan naik kelas.

Hal itu juga sejalan dengan riset KIC. Meskipun sebagian besar seller telah memahami dan menilai biaya platform sebagai bagian dari strategi bisnis, ternyata sebagian dari pelaku UMKM masih menghadapi tantangan dalam pengelolaannya.

Sekitar 31,7 persen responden mengaku masih kesulitan dalam mengatur biaya platform dan mengikuti program promo atau kampanye. Sisanya merasa sudah cukup nyaman dengan ritme dan mekanisme biaya yang berlaku.

Tag:  #indef #penting #bagi #umkm #untuk #mengerti #pengelolaan #biaya #ekosistem #commerce

KOMENTAR