Kebutuhan Smelter Dorong Impor Bijih Nikel Indonesia
Ilustrasi smelter(KOMPAS.com/Amran Amir )
11:52
21 November 2025

Kebutuhan Smelter Dorong Impor Bijih Nikel Indonesia

– Indonesia, pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, tercatat melakukan impor bijih nikel dari Filipina seiring dengan pertumbuhan kapasitas smelter domestik. Data Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) menunjukkan volume impor meningkat untuk memenuhi kebutuhan industri smelter.

Ketua Umum FINI, Arif Perdana Kusumah, mengatakan bahwa hilirisasi nikel membutuhkan keseimbangan antara tambang, smelter, pasar, dan kebijakan pemerintah.

“Ekosistem hilirisasi nikel adalah sistem yang kompleks. Pertumbuhan smelter yang cepat memerlukan perencanaan tambang yang sejalan agar pasokan bahan baku tetap stabil,” ujar Arif, melalui keterangan pers, dikutip Jumat (21/11/2025).

Data FINI menunjukkan, Indonesia memiliki cadangan nikel sebesar 55 juta ton logam nikel, sekitar 45 persen cadangan global. Namun, kapasitas smelter yang meningkat pesat membuat kebutuhan bijih meningkat, sehingga impor dari Filipina tetap diperlukan. Selain itu, impor juga membantu menyesuaikan rasio Si:Mg dalam proses produksi smelter.

Data juga memperlihatkan bahwa pada 2024 Indonesia mengimpor sekitar 10,4 juta ton bijih nikel dari Filipina, dan diperkirakan meningkat menjadi sekitar 15 juta ton pada 2025, setara sekitar 9,9 miliar dollar AS atau Rp 163,5 triliun. Filipina sendiri memiliki cadangan nikel sekitar 4,8 juta ton, atau sekitar 4 persen cadangan global.

Catatan FINI juga menunjukkan, kapasitas smelter Indonesia meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dari 250.000 ton nikel kelas dua pada 2017 menjadi sekitar 1,8 juta ton nikel kelas dua dan 395.000 ton nikel kelas satu pada 2024.

Pangsa pasar nikel Indonesia kini mencapai lebih dari 60 persen kebutuhan dunia, menunjukkan posisi strategis negara dalam industri baja tahan karat dan material baterai.

Arif menekankan pentingnya koordinasi antara tambang dan smelter. “Perencanaan pasokan hulu yang matang penting agar kebutuhan smelter dapat terpenuhi seiring pertumbuhan industri,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa pemerintah terus mendukung eksplorasi, kapasitas, dan kepatuhan teknis penambangan untuk mendukung hilirisasi nikel.

Indonesia Berpotensi Jadi Produsen Nikel Terbesar Dunia dalam 10 Tahun

Indonesia sendiri diprediksi akan menjadi produsen nikel terbesar dunia dalam satu dekade mendatang. Hal itu lantaran pertumbuhan produksi nikel di Tanah Air terus meningkat.

Perusahaan tambang Eramet Indonesia mencatat pada 2023, Indonesia menyuplai 55 persen dari total produksi nikel global. Produksi Weda Bay Nickel, salah satu proyek utama, produksinya diproyeksi mencapai 32 juta ton pada 2024.

CEO Eramet Indonesia, Jérôme Baudelet, menegaskan optimisme ini, sebagai pelaku usaha tambang nikel di Tanah Air.

“Kami sangat percaya bahwa Indonesia akan terus menjadi pusat produksi nikel global dalam 10 tahun ke depan," ujarnya, dikutip dari Kompas.com pada November 2024 lalu.

"Sebanyak 70 persen dari produksi nikel dunia nantinya akan berasal dari Indonesia,” lanjut Jérôme.

Ia tak menampik jika industri nikel Indonesia menghadapi tantangan pasokan bijih. Sehingga memerlukan impor bijih nikel dari Filipina.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan permintaan domestik yang tinggi, seiring dengan ekspansi kapasitas produksi dan pengembangan hilirisasi nikel di berbagai daerah.

Jérôme menambahkan, masa depan industri nikel Indonesia dipandang cerah, sejalan dengan sumber daya alam yang melimpah dan strategi pengelolaan berkelanjutan.

“Dengan sokongan sumber daya yang melimpah, kami berkomitmen menjaga keseimbangan pasokan dan tidak akan memproduksi lebih dari kebutuhan pasar. Indonesia merupakan prioritas utama bagi Eramet, dan kami ingin menjadi bagian dari pertumbuhan industri nikel global serta berkontribusi pada ekonomi Indonesia,” pungkasnya.

Tag:  #kebutuhan #smelter #dorong #impor #bijih #nikel #indonesia

KOMENTAR