Kenaikan UMP 2026 Tak Lagi Seragam, Ini Penjelasan dan Aturan Barunya
Pembahasan kenaikan UMP 2026 terus bergulir dan menjadi perhatian publi, khususnya para pekerja.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa penetapan upah minimum tahun depan tidak lagi menggunakan satu angka yang sama untuk seluruh daerah.
Kebijakan ini diambil karena pemerintah ingin mengurangi disparitas atau kesenjangan upah minimum antarprovinsi maupun kabupaten/kota.
“Jadi tidak dalam satu angka karena dalam satu angka berarti disparitasnya tetap terjadi,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Menurut Yassierli, pendekatan baru tersebut dapat memberikan ruang bagi setiap daerah untuk menyesuaikan kebijakan pengupahan berdasarkan kondisi ekonomi masing-masing.
Hal ini menjadi penting menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan penghitungan kenaikan upah mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL).
Skema baru pengupahan masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Menaker menjelaskan, skema penghitungan upah minimum yang baru tidak lagi dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker), seperti kebijakan sebelumnya.
Tahun ini, regulasi pengupahan akan diatur lebih tinggi, yakni dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Karena berbasis PP, pemerintah tidak lagi wajib mengumumkan kenaikan upah minimum 2026 pada tanggal 21 November seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Tidak ada lagi kewajiban mengumumkan pada tanggal 21 November,” ujar Yassierli dalam konferensi pers di Jakarta.
Ia juga menegaskan bahwa penyusunan regulasi masih dalam tahap finalisasi. Pemerintah tengah merampungkan draf PP sambil terus melakukan kajian bersama Dewan Pengupahan dan pemerintah daerah.
Ilustrasi uang. Kenaikan upah minimum 2026. Kenaikan UMP 2026.
Daerah punya kewenangan lebih besar menetapkan besaran kenaikan
Sesuai amanat Putusan MK Nomor 168 Tahun 2024, Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota kini memegang peran lebih besar dalam penghitungan upah minimum. Kajian mereka akan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi daerah dan KHL pekerja.
Hasil kajian tersebut kemudian diserahkan kepada gubernur untuk ditetapkan sebagai UMP 2026.
“Provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi tentu kajiannya berbeda dengan daerah yang pertumbuhannya rendah,” ujar Yassierli.
Dengan skema ini, kenaikan upah minimum 2026 tidak lagi seragam. Tiap daerah dapat menetapkan besaran upah yang lebih sesuai dengan kondisi lokal.
Latar belakang putusan MK
MK sebelumnya memerintahkan pemberlakuan upah minimum sektoral (UMS) kembali sebagai bagian dari penetapan UMP. Putusan tersebut juga memperkuat posisi pengupahan di tingkat daerah dan menegaskan pentingnya aspek KHL.
Sementara itu, serikat pekerja melalui Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) meminta pemerintah mempertimbangkan kenaikan UMP sebesar 8–10 persen.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebut angka itu menjadi acuan perjuangan buruh di Dewan Pengupahan di masing-masing daerah.
“Angka 8,5 hingga 10,5 persen itulah yang menjadi acuan bagi serikat buruh di seluruh daerah, baik di Dewan Pengupahan provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu, kami juga memperjuangkan adanya upah minimum sektoral yang nilainya harus lebih besar daripada UMK,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, Selasa (12/11/2025).
Hingga kini, pemerintah belum menyebutkan kapan PP akan ditandatangani Presiden. Menaker hanya mengatakan proses penyusunan terus berjalan dan pemerintah daerah telah diberi sosialisasi mengenai mekanisme baru.
“Kapan akan diumumkan, insyaallah akan kami informasikan,” kata Yassierli.
Dengan perubahan besar dalam regulasi pengupahan ini, masyarakat saat ini menanti bagaimana formula baru tersebut akan memengaruhi kenaikan UMP 2026 nantinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menaker Sebut Kenaikan UMP 2026 Tak Satu Angka, Beda dengan Tahun Lalu" dan "Batal Umumkan Kenaikan UMP 2026 Besok, Pemerintah Masih Tunggu PP".
Tag: #kenaikan #2026 #lagi #seragam #penjelasan #aturan #barunya