Ekonomi RI Tumbuh 5,04 Persen Lampaui Singapura hingga China, Ekonom Nilai Kebijakan Pemerintah Efektif
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh solid sebesar 5,04% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal ketiga 2025, sedikit di atas konsensus pasar 5,00% dan sejalan dengan proyeksi para ekonom. Meski sedikit melambat dari kuartal sebelumnya (5,12%), laju ini menunjukkan bahwa ekonomi nasional tetap tangguh di tengah tekanan eksternal dan perlambatan global.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, perlambatan ini bersifat musiman setelah lonjakan konsumsi pada periode libur keagamaan di kuartal sebelumnya. “Pelemahan di kuartal ketiga mencerminkan normalisasi musiman, bukan pelemahan struktural,” ujarnya dalam analisis terbarunya, dikutip Kamis (6/11).
Meski mengalami perlambatan musiman, kinerja ekonomi Indonesia justru menonjol di kancah global. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 sebesar 5,04% yoy, melampaui sejumlah negara anggota G20 dan kawasan Asia lainnya.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Edy Mahmud menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dibandingkan China yang tumbuh 4,8%, serta Singapura yang hanya naik 2,9%. “China dan Singapura pada kuartal III-2025 tumbuh lebih lambat dibanding kuartal II,” kata Edy dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/11).
Indonesia juga mencatat pertumbuhan lebih cepat dibandingkan Korea Selatan yang hanya tumbuh 1,7%, meski masih di bawah Malaysia (5,2%) dan Vietnam (8,2%). Dengan capaian tersebut, Indonesia termasuk dalam kelompok ekonomi besar yang tetap mampu menjaga momentum pertumbuhan di tengah melambatnya perekonomian global dan perang dagang yang belum sepenuhnya reda.
“Ini menunjukkan resiliensi ekonomi Indonesia di tengah tekanan eksternal, sekaligus keberhasilan kebijakan pro-pertumbuhan yang dijalankan pemerintah,” ujar Josua.
Dari sisi pengeluaran, Josua mencatat bahwa belanja pemerintah menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan. Setelah mengalami kontraksi -0,33% yoy pada kuartal II, pengeluaran pemerintah melonjak menjadi 5,49% yoy pada kuartal III 2025, berkat langkah-langkah pro-pertumbuhan yang dilakukan pemerintah.
“Net ekspor juga membaik karena perlambatan impor yang lebih tajam dibanding ekspor,” lanjutnya. Impor hanya tumbuh 1,18% yoy, jauh lebih rendah dibanding 11,48% pada kuartal sebelumnya, mencerminkan penurunan aktivitas investasi dan normalisasi impor jasa pasca-libur sekolah. Sementara ekspor tumbuh stabil di 9,91% yoy, didorong oleh permintaan kuat terhadap CPO, besi-baja, dan mesin listrik.
Konsumsi rumah tangga — penyumbang terbesar PDB — tumbuh 4,89% yoy, sedikit melambat dari 4,97% pada kuartal sebelumnya. “Ini wajar karena efek musiman pasca-perayaan keagamaan,” kata Josua.
Secara sektoral, industri manufaktur menjadi kontributor utama pertumbuhan, didorong oleh kembalinya PMI Manufaktur ke zona ekspansi (>50). Selain itu, sektor perdagangan dan informasi-komunikasi menunjukkan peningkatan, sejalan dengan lonjakan aktivitas digital. Sektor pertanian juga menguat, ditopang oleh permintaan yang tinggi terhadap CPO.
“Performa sektor-sektor tersebut memperlihatkan daya tahan struktur ekonomi Indonesia terhadap tekanan global,” ujar Josua.
Josua memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan berada di kisaran 5,0–5,1%, sedikit lebih tinggi dari realisasi tahun lalu (5,03%). “Ini menandai revisi ke atas dari perkiraan sebelumnya yang sempat di bawah 5%. Kami melihat kebijakan fiskal dan moneter yang pro-pertumbuhan masih akan efektif menjaga momentum,” jelasnya.
Ia menilai konsumsi rumah tangga akan membaik seiring perbaikan pasar tenaga kerja dan inflasi yang terkendali, sementara investasi akan didorong oleh potensi penurunan suku bunga global dan domestik yang memperkuat kepercayaan investor.
Meski prospek ekonomi Indonesia positif, Josua mengingatkan beberapa tantangan yang perlu diwaspadai, seperti perang dagang global, ketegangan geopolitik, dan perlambatan ekonomi Tiongkok. Namun ia menilai tekanan inflasi global yang mulai mereda membuka peluang pelonggaran moneter yang dapat meningkatkan selera risiko terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Secara domestik, menjaga stabilitas politik dan disiplin fiskal tetap krusial. Pemerintah masih punya ruang untuk ekspansi fiskal dan moneter, tapi harus menjaga keseimbangan agar defisit transaksi berjalan dan fiskal tidak melebar berlebihan,” pungkasnya.
Dengan kombinasi kebijakan yang proaktif, Josua menilai Indonesia masih berada di jalur yang benar menuju pertumbuhan berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.
Tag: #ekonomi #tumbuh #persen #lampaui #singapura #hingga #china #ekonom #nilai #kebijakan #pemerintah #efektif