Menavigasi Revolusi Kendaraan Listrik ASEAN: Peran VinFast di Pasar Global Baru
VinFast adalah brand mobil listrik (Electric Vehicle, EV) dari Vietnam yang dimiliki Vingroup, konglomerasi nomor satu di Vietnam. Perusahaan otomotif ini tergolong muda, baru lahir pada 2017, dengan produksi awal mobil jenis Internal Combustion Engine (ICE) kemudian mulai 2021 beralih total menjadi electric car company.
Setelah market share mencapai 40 persen, VinFast memutuskan ekspansi pasar di luar Vietnam. Mulai Amerika, Kanada, Eropa, dan seterusnya. Akan tetapi beberapa kondisi global seperti pergeseran geopolitik melahirkan keputusan bahwa pasar prioritas mengarah ke Asia, dan salah satu yang dipilih adalah Indonesia.
Hadir sebagai salah satu panelis dalam Diskusi HSBC bertajuk “Navigating the New Global Trade Order: Seizing New Corridors in ASEAN and China” di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kariyanto Hardjosoemarto, Chief Executive Officer (CEO) VinFast Indonesia memaparkan pentingnya strategi perusahaan dalam menguak dan menembus pasar otomotif EV di Tanah Air.
PerbesarKariyanto Hardjosoemarto, Chief Executive Officer (CEO) VinFast Indonesia saat menerima plakat sebagai salah satu panelis HSBC Business Dialogue 2025 (Suara.com/CNR ukirsari)"Indonesia adalah pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara, dengan jumlah penjualan mobil pada 2018 mencapai 1,1 juta. Pada 2024 mengalami penurunan sehingga jumlah total menjadi 850 ribu, dan tahun ini--senada dengan kondisi ekonomi--mengalami penurunan hingga 11,9 persen. Namun di balik penurunan penjualan mobil ini, penjualan mobil listrik justru meningkat tajam. EV baru masuk ke Indonesia pada 2021, dan porsinya hanya 0,1 persen dari total volume penjualan. Kemudian 4 persen pada 2024, per September 2025 sudah 10 persen. Jadi adopsi sangat tinggi,” papar Kariyanto Hardjosoemarto, yang akrab disapa Kerry.
Di sisi lain, Pemerintah RI mencanangkan bahwa pada 2030 dari seluruh mobil yang beredar di Indonesia, 50 persen adalah EV.
“Pemerintah membuat berbagai insentif, baik fiskal maupun non-fiskal, termasuk mempermudah masuknya investasi produk mobil listrik ke negara kita. Potensi pasar yang besar, dukungan pemerintah ini, dan sumber daya alam kita seperti nikel, menjadi faktor pendorong mengapa VinFast memutuskan untuk berinvestasi di Indonesia,” tandasnya.
Fokus bukan hanya menjual produk, atau menganalisa persaingan harga, akan tetapi mengembangkan strategi agar VinFast bisa resilient dan survive di pasar nasional.
Perbesar(Dok: VinFast Indonesia)“Kalau kita hanya berkompetisi dengan produk dan harga, tidak ada habisnya. Brand akan terus berinovasi dengan fitur-fitur produk menerapkan teknologi baru, dan sebagainya. Nah kami melihat ekosistem adalah kunci supaya masyarakat loyal kepada brand kami,” jelas Kerry.
Strategi dengan menerapkan ekosistem ini memerlukan biaya besar, dan komitmen jangka panjang.
Lewat ekosistem ini, VinFast menjawab dan mengatasi kekhawatiran para konsumen dalam beralih menggunakan produk EV. Apalagi menyimak brand baru, yang mungkin saja coba-coba, mengingat ada beberapa merek masuk ke negara kita lantas menghilang.
Jadi, sebagai realisasi menciptakan ekosistem, Vingroup menjawab dengan berinvestasi membangun pabrik sendiri di Cibogo, Subang, Jawa Barat seluas 170 hektare. Tidak sebatas produksi mobil listrik, di saat mendatang produksi skuter atau kendaraan roda dua, serta bus listrik akan dibuat di sini.
“Ekosistem pertama adalah pabrik karena ini menunjukkan komitmen kami bahwa VinFast ada di Indonesia, ingin berkembang bersama bangsa Indonesia, dengan menciptakan lapangan kerja. Bukan hanya menjadikan Indonesia sebagai pasar, namun menciptakan lapangan kerja, dan alih teknologi karena pabrik kami di Subang menggunakan tenaga kerja lokal. Karena itu kami juga menjalin kerja sama misalnya dengan politeknik, dengan STM-STM di sekitar pabrik untuk mempersiapkan tenaga-tenaga terampil yang berikutnya nanti bisa bekerja di perusahaan kami,” jelas Kariyanto Hardjosoemarto.
Selaras ketentuan pemerintah, begitu buka pada 2026 Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) VinFast minimal 40 persen, kemudian 2027 harus naik menjadi 60 persen.
“Road map kami dengan mengoptimalkan local sourcing. Kami terus potensi-potensi yang ada di sini, banyak supplier yang bagus-bagus, dan kami mematuhi aturan pemerintah supaya tetap berkualifikasi untuk mendapatkan insentifnya. Itu prioritas kami,” lanjutnya.
Ditambahkannya, secara teknis pabrik VinFast di Cibogo, Subang akan selesai tahun ini, sedangkan mass production dimulai 2026 dengan produk VF3. Kapasitas produksi terpasang 50 ribu unit per tahun apabila digunakan secara maksimal.
Bagian kedua dari ekosistem VinFast adalah melengkapi infrastruktur terpenting bagi EV, yaitu stasiun pengisian ulang baterai atau recharging station. Kelengkapan ini menjawab ketakutan para calon pembeli bahwa infrastruktur yang ada saat ini dirasa tidak mencukupi. Apalagi dalam kondisi mudik, bakal terjadi antrean panjang dan seterusnya.
“Kami belajar dari kesuksesan di Vietnam di mana salah satu kuncinya menyediakan infrastruktur charging di mana-mana. Sehingga kami membawa perusahaan recharging baterai kami bernama V-Green. Ini entitas terpisah dari VinFast, namun masih satu owner. Mereka melakukan ekspansi ke seluruh wilayah Indonesia. Saat ini yang sudah terpasang itu kurang lebih di 3 ribu titik yang aktif 1.600 dan terus berekspansi hingga di atas 63 ribu titik di seluruh Indonesia,” tukas Kerry.
Lewat kerja sama, antara lain dengan Pos Indonesia, Jasa Marga, berbagai pihak ketiga yang membuat penyebaran network bisa dilangsungkan ke seluruh pelosok Indonesia.
“Karena kami juga melihat bahwa sebenarnya yang berminat menggunakan mobil listrik ini tidak hanya di kota besar. Kota-kota kecil, kami lihat justru potensi terbesar yang bisa digarap, karena mungkin brand lain belum bisa masuk ke sana karena keterbatasan infrastruktur,” urai Kerry sembari menambahkan ekspansi stasiun pengisian baterai EV ini telah sampai antara lain ke kota-kota seperti Magetan, Temanggung hingga Wonosobo.
Menurutnya, pengadaan stasiun recharging ini juga menjadi salah pertimbangan bisnis, di mana kelengkapan infrastruktur membuat masyarakat tidak ragu.
“Dan investor juga banyak yang berminat untuk bergabung dengan kami setelah mereka melihat VinFast memiliki stasiun charging. Mereka mengontak kami, dan menanyakan dealer mobilnya,” kisah Kerry.
Bagian ketiga dari ekosistem adalah layanan purna jual atau after sales service. Kariyanto Hardjosoemarto menyatakan di sektor ini, VinFast Indonesia menjalin kerja sama dengan pihak ketiga.
PerbesarKariyanto Hardjosoemarto, Chief Executive Officer (CEO) VinFast Indonesia dalam bincang-bincang eksklusif bersama Suara.com (Suara.com/CNR ukirsari)“Kami menyadari kalau hanya mengandalkan jaringan dealer kami, maka akan terbatas atau perlu waktu lama untuk bisa mengcover seluruh wilayah Indonesia. Nah dengan menjalankan kerja sama dengan bengkel pilihan pihak ketiga, begitu menandatangani kerja sama MoU bersama kami, bengkel pihak ketiga kami training teknisinya, kami siapkan alatnya, dan kami bukakan akses ke sistem VinFast Indonesia sehingga mereka bisa melayani konsumen- konsumen VinFast. Itu salah satu strategi yang kami pakai saat ini,” tandasnya, dalam bincang eksklusif dengan di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta.
Dan bagian tak kalah penting dari ekosistem VinFast adalah harga jual kembali produk yang dikelola bersama Green Future untuk memberikan jaminan resale value. Pembeli yang setelah menggunakan enam bulan ingin menjual mobilnya akan diberikan 90 persen resale value. Kemudian yang telah dipakai tiga tahun dihargai 70 persen.
“Mobilnya kami rekondisi untuk dijual sebagai used car atau rental dalam kelompok Green Future. Juga dimasukkan armada taksi VinFast, Green SM (Smart Mobility),” lanjutnya.
Selain membangun ekosistem untuk menggenggam pasar EV di Tanah Air, VinFast juga menjamin konsumen mendapatkan keuntungan dari cara pembelian produknya dengan menawarkan alternatif peembelian produk tanpa baterai.
Contoh, harga VF3 yang lengkap dengan baterai berada di kisaran Rp 192 juta namun dengan jika menggunakan baterai sewa, dibandrol di harga Rp152 juta.
“Selisihnya Rp40 juta, dan sewa baterai hanya Rp253 ribu per bulan. Ini sangat ekonomis,” tambahnya.
Jadi, demikian gambaran secara lengkap end-to-end ekosistem VinFast. Sebuah strategi yang mencakup pengadaan infrastruktur, pabrik, layanan purna jual, layanan transportasi, hingga penyerapan tenaga kerja dan material lokal. Seperti telah disebutkan bahwa VinFast ada di Indonesia karena ingin berkembang bersama bangsa kita.***
Tag: #menavigasi #revolusi #kendaraan #listrik #asean #peran #vinfast #pasar #global #baru