Jumlah Lansia Melonjak, Jepang Hadapi Krisis Demensia
Warga lansia di Jepang berolahraga bersama di lapangan kuil di Tokyo. Di Jepang, fenomena warga lansia yang melakukan kejahatan ringan meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir.(AFP/KAZUHIRO NOGI)
10:06
13 Desember 2025

Jumlah Lansia Melonjak, Jepang Hadapi Krisis Demensia

- Jepang, negara dengan hampir sepertiga penduduknya adalah lansia, menghadapi tantangan demografis yang masif yaitu epidemi demensia. 

Orang lanjut usia berusia 65 tahun ke atas kini hampir mencapai 30 persen dari populasi Jepang - proporsi tertinggi kedua di dunia setelah Monako, menurut Bank Dunia.

Pemerintah Jepang telah mengidentifikasi demensia sebagai salah satu tantangan kebijakan yang paling mendesak, dengan Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa biaya kesehatan dan perawatan sosial yang terkait dengan demensia akan mencapai 14 triliun yen pada 2030 - naik dari sembilan triliun yen pada 2025.

Gejala utama dari demensia adalah penurunan daya ingat dan perubahan kemampuan berpikir. Pada lansia, hal ini juga sering membuat mereka hilang dari rumah.

Tahun lalu, lebih dari 18.000 lansia yang demensia meninggalkan rumah mereka dan hilang di Jepang. Hampir 500 di antaranya kemudian ditemukan meninggal dunia. Polisi mengatakan kasus seperti ini telah meningkat dua kali lipat sejak 2012.

Krisis ini semakin diperparah oleh menyusutnya angkatan kerja dan batasan ketat terhadap pekerja asing yang masuk untuk menjadi perawat atau pengasuh lansia.

Pemanfaatan teknologi untuk melawan demensia

Dalam strategi terbarunya, pemerintah telah menunjukkan pergeseran yang lebih kuat dengan memanfaatkan teknologi. Di seluruh negeri, masyarakat mulai mengadopsi sistem berbasis GPS untuk melacak orang-orang yang hilang.

Di sejumlah wilayah, tersedia perangkat GPS yang dapat dikenakan dan akan langsung memberi peringatan kepada pihak berwenang ketika seseorang keluar dari area yang telah ditentukan.

Di beberapa kota, pegawai toko kelontong menerima notifikasi secara real time, sebuah bentuk jaring pengaman berbasis komunitas yang memungkinkan orang hilang ditemukan hanya dalam hitungan jam.

Robot perawat yang dikembangkan tim dari Universitas Waseda, Jepang.BBC Robot perawat yang dikembangkan tim dari Universitas Waseda, Jepang.

Robot perawat dan AI

Teknologi lain juga dikembangkan untuk mendeteksi demensia lebih dini. aiGait, hasil pengembangan Fujitsu dan Acer Medical, menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis postur tubuh dan pola berjalan, sehingga dapat menangkap tanda-tanda awal demensia, seperti langkah menyeret, gerakan berputar yang lebih lambat, atau kesulitan berdiri.

Sistem ini menghasilkan gambaran kerangka tubuh yang dapat ditinjau tenaga medis saat pemeriksaan rutin.

“Deteksi dini penyakit terkait penuaan sangat penting,” ujar Hidenori Fujiwara, juru bicara Fujitsu. “Jika dokter dapat memanfaatkan data penangkapan gerak, mereka bisa melakukan intervensi lebih awal dan membantu seseorang tetap aktif lebih lama.”

Sementara itu, peneliti di Universitas Waseda tengah mengembangkan AIREC, robot humanoid berbobot 150 kilogram yang dirancang sebagai pengasuh masa depan.

Robot ini mampu membantu mengenakan kaus kaki, mengacak telur, dan melipat pakaian. Para ilmuwan di Universitas Waseda berharap, ke depan AIREC juga dapat mengganti popok orang dewasa dan mencegah luka tekan pada pasien.

Robot serupa sudah digunakan di panti jompo untuk memutar musik bagi para penghuni atau membimbing mereka dalam latihan peregangan sederhana.

Mereka juga memantau pasien pada malam hari - ditempatkan di bawah kasur untuk melacak tidur dan kondisi - dan mengurangi kebutuhan adanya manusia yang melakukan patroli.

Meskipun robot humanoid sedang dikembangkan untuk masa depan dekat, Asisten Profesor Tamon Miyake mengatakan tingkat presisi dan kecerdasan yang dibutuhkan akan memakan waktu setidaknya lima tahun sebelum mereka dapat berinteraksi dengan manusia secara aman.

"Ini membutuhkan sensor tubuh penuh dan pemahaman adaptif - bagaimana menyesuaikan untuk setiap orang dan situasi," katanya.

Dukungan emosional juga merupakan bagian dari dorongan inovasi.

Poketomo, robot setinggi 12cm, bisa dibawa dalam tas atau muat di saku. Robot ini mengingatkan pengguna untuk minum obat, memberi tahu cara menyiapkan diri secara real time untuk cuaca di luar, dan menawarkan percakapan bagi mereka yang hidup sendirian, yang menurut penciptanya membantu mengurangi isolasi sosial.

"Kami fokus pada masalah sosial... dan menggunakan teknologi baru untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah tersebut," kata Miho Kagei, manajer pengembangan dari Sharp, kepada BBC.

Meski perangkat dan robot menawarkan cara baru untuk membantu, hubungan antarmanusia tetap tak tergantikan.

“Robot seharusnya melengkapi, bukan menggantikan, peran perawat manusia,” ujar Miyake, peneliti Universitas Waseda. “Walau dapat mengambil alih sebagian tugas, peran utama mereka adalah membantu para perawat dan pasien.”

Di Restaurant of Mistaken Orders di Sengawa, Tokyo, yang didirikan oleh Akiko Kanna, pengunjung berdatangan untuk dilayani oleh para pasien demensia.

Terinspirasi dari pengalaman ayahnya yang mengidap demensia, Kanna ingin menciptakan tempat di mana para penyintas tetap bisa terlibat, beraktivitas, dan merasa memiliki tujuan.

Salah satu pelayan kafe, Toshio Morita, menggunakan bunga sebagai penanda untuk mengingat meja mana yang memesan hidangan tertentu.

Meski mengalami penurunan fungsi kognitif, Morita menikmati interaksi dengan para pengunjung. Bagi istrinya, kafe ini menjadi ruang jeda sekaligus membantu suaminya tetap aktif dan terlibat.

Kafe Kanna menunjukkan mengapa intervensi sosial dan dukungan komunitas tetap sangat penting. Teknologi dapat menghadirkan alat bantu dan keringanan, tetapi keterlibatan bermakna dan hubungan antarmanusia-lah yang benar-benar menopang kehidupan para penyintas demensia.

“Jujur saja? Saya ingin sedikit uang saku. Saya senang bertemu berbagai macam orang,” kata Morita. “Setiap orang berbeda—dan itulah yang membuatnya menyenangkan.”

Tag:  #jumlah #lansia #melonjak #jepang #hadapi #krisis #demensia

KOMENTAR