Pengamat: Co-Firing Dorong Transisi Energi dan Penguatan Ekonomi Rakyat
— Program co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dinilai menjadi bukti transisi energi menuju sumber terbarukan bisa dilakukan secara bertahap, terukur, dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Pengamat energi dari Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, menekankan, co-firing atau pembakaran dua jenis bahan bakar sekaligus, yakni batu bara dan biomassa merupakan langkah rasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara tanpa mengorbankan keandalan pasokan listrik.
“Selain mendorong transisi energi, co-firing juga menjaga kelestarian lingkungan karena mampu mengubah lahan yang sebelumnya kritis menjadi lebih hijau dan produktif,” ujar Ferdinand dalam keterangannya, Selasa (28/10/2025).
Ilustrasi energi baru dan terbarukan (EBT).
Program ini, menurut Ferdinand, tidak hanya memperkuat bauran energi baru terbarukan (EBT), tetapi juga memberikan dampak nyata terhadap perekonomian masyarakat.
Pemanfaatan biomassa yang bersumber dari limbah pertanian, perkebunan, dan hasil hutan rakyat telah menciptakan rantai nilai baru di tingkat desa.
Keberhasilan program co-firing menunjukkan sistem pasokan biomassa nasional mulai berjalan dengan baik.
Berdasarkan data PLN, hingga akhir September 2025, pasokan biomassa untuk kebutuhan co-firing telah mencapai sekitar 1,7 juta ton, mendekati target kumulatif 2,2 juta ton, dan diperkirakan akan melampaui target tahunan sebesar 3 juta ton.
Data PLN per 1 Oktober 2025 juga menunjukkan, total volume biomassa yang telah terkontrak mencapai 4,7 juta ton, dengan tambahan 820.000 ton dalam proses pengadaan.
PLN UID Jakarta bersama PLTU lontar mengubah sampah biomassa untuk dijadikan bahan bakar.
Jika seluruh kontrak terealisasi, total pasokan biomassa hingga akhir tahun diproyeksikan mencapai 5,5 juta ton, atau sekitar 185 persen dari target tahunan.
Selain itu, pengembangan program Bioenergi Desa (BIODES) menunjukkan potensi ekonomi yang signifikan.
Proyek ini memiliki Net Present Value (NPV) sebesar Rp557,4 juta dan Internal Rate of Return (IRR) 45,54 persen, menunjukkan kelayakan finansial dan menarik bagi investor.
Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) tercatat 1,03 dengan periode pengembalian modal (payback period) sekitar 3,19 tahun, mencerminkan efisiensi investasi yang tinggi.
Program BIODES, yang bertujuan mengembangkan energi terbarukan berbasis biomassa lokal di desa, diproyeksikan mampu memberikan pendapatan bagi desa sekitar Rp10 miliar per tahun.
“Pencapaian ini menunjukkan efektivitas kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan hingga tingkat desa, sekaligus menumbuhkan peluang usaha baru bagi petani, koperasi, dan pelaku UMKM di sekitar sumber biomassa,” kata Ferdinand.
Selain mendukung co-firing, pemerintah juga tengah mengembangkan proyek kelistrikan berbasis biomassa untuk ekspor energi.
Diversifikasi ini dinilai penting untuk memperluas manfaat ekonomi dari energi hijau sekaligus memperkuat daya saing nasional.
Ferdinand menegaskan, pemanfaatan biomassa bukan hanya strategi dekarbonisasi, tetapi juga fondasi pembangunan ekonomi rakyat yang inklusif.
“Langkah pemerintah sudah sejalan dengan cita-cita global untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060, sekaligus memastikan transisi energi membawa manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat di akar rumput,” pungkasnya.
Tag: #pengamat #firing #dorong #transisi #energi #penguatan #ekonomi #rakyat