



Rupiah Tumbang Dihantam Sentimen Global dan Lokal
- Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan sesi Selasa (21/10/2025) pukul 15.05 WIB, Rupiah spot berada di level Rp16.587 per dolar AS.
- Sementara itu, berdasarkan kurs Jisdor Bank Indonesia, Rupiah dipatok di level Rp16.589.
- Pelemahan mata uang Garuda ini sejalan dengan tren di kawasan Asia.
Nilai tukar Rupiah mengakhiri perdagangan sore ini dengan pelemahan tipis. Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan sesi Selasa (21/10/2025) pukul 15.05 WIB, Rupiah spot berada di level Rp16.587 per dolar Amerika Serikat (AS), melemah 0,07 persen dari penutupan sehari sebelumnya di Rp16.575.
Sementara itu, berdasarkan kurs Jisdor Bank Indonesia, Rupiah dipatok di level Rp16.589.
Pelemahan mata uang Garuda ini sejalan dengan tren di kawasan Asia, di mana mata uang regional kompak keok melawan dominasi dolar AS. Won Korea mencatat pelemahan terdalam (0,61 persen), disusul Yen Jepang (0,32 persen) dan Baht Thailand (0,30 persen).
Pengamat forex, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan pelemahan Rupiah dipicu oleh kombinasi tekanan dari faktor eksternal dan internal.
"Pelaku pasar global terus mencermati perkembangan seputar penutupan pemerintah federal AS (government shutdown) yang kini telah memasuki hari ke-21," kata Ibrahim.
Selain itu kegagalan para senator untuk menyelesaikan kebuntuan dalam pemungutan suara pada hari Senin membuat jeda pendanaan ini menjadi yang terpanjang ketiga dalam sejarah modern AS. Ketidakpastian politik di negara adidaya ini selalu memicu penguatan dolar AS sebagai aset safe haven.
Dari dalam negeri, sentimen datang dari pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang disebut berpeluang merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025. Aturan ini sebelumnya mewajibkan eksportir menempatkan 100% Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri selama 12 bulan.
Evaluasi yang kerap disuarakan Presiden Prabowo dalam rapat terbatas mengenai penerapan DHE SDA ini menimbulkan spekulasi di pasar. Kekhawatiran akan pelonggaran aturan DHE dapat mengurangi pasokan dolar AS di pasar domestik, sehingga turut menekan nilai tukar Rupiah.
Meskipun demikian, mata uang Yuan China dan Dolar Hong Kong mampu menahan laju dolar AS, menunjukkan adanya perbedaan fundamental yang terjadi di pasar Asia.