Catatan Setahun Prabowo-Gibran: Bansos dan Insentif jadi Obat Mujarab di Tengah Pelemahan Konsumsi Rumah Tangga
Ilustrasi bansos. BSU tahap 2 hanya akan disalurkan ke pekerja yang penuhi syarat.(Kompas.com/Retia Kartika Dewi)
12:16
21 Oktober 2025

Catatan Setahun Prabowo-Gibran: Bansos dan Insentif jadi Obat Mujarab di Tengah Pelemahan Konsumsi Rumah Tangga

- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengawali tahun pertama masa kerja dengan menggelontorkan berbagai insentif dan bantuan sosial atau bansos.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, penebalan bansos dan stimulus yang dijalankan dalam setahun terakhir, mulai dari diskon listrik awal tahun, Bantuan Subsii Upah (BSU) atau insentif Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk pekerja sektor tertentu, bantuan pangan beras, hingga paket 8+4+5 adalah respons kebijakan yang tepat.

"Dalam konteks permintaan domestik yang masih perlu didorong," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (21/10/2025).

Ia menambahkan, permintaan rumah tangga dan sejumlah indikator ritel, semen, serta kendaraan belum pulih kuat sehingga diperlukan dorongan sisi permintaan, sejalan dengan moderasi inflasi.

Chief Economist Permata Bank Josua Pardede dalam acara PIER Q1 2025 Exonomics Review & Media Gathering, Rabu (14/5/2025).KOMPAS.com/ AGUSTINUS RANGGA RESPATI Chief Economist Permata Bank Josua Pardede dalam acara PIER Q1 2025 Exonomics Review & Media Gathering, Rabu (14/5/2025).Di sisi desain, bansos diarahkan ke kelompok berpendapatan rendah atau pekerja rentan dan sektor padat karya seti pariwisata hingga manufaktur padat karya.

"Sehingga logika kebijakannya adalah menjaga daya beli, mencegah PHK, dan menahan pelemahan sentimen konsumen pada fase pemulihan yang belum merata," imbuh dia.

Dari sisi detail kebijakan, pemerintah pada 2025 ini menjalankan serangkaian langkah mulai dari diskon listrik untuk rumah tangga daya 450–2200 VA, BSU dan insentif PPh 21 bagi pekerja sektor turisme dan pekerja industri padat karya, dan bantuan pangan 10 kg beras per keluarga peneriman manfaat (KPM) pada Oktober dan November.

Selain itu, pemerintah juga memberikan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja/Jaminan Kematian (JKK/JKM) bagi pekerja non-upah di transportasi, program magang 20.000 sarjana, perluasan padat karya Kemenhub–KemenPUPR, serta fasilitas perumahan BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut Josua, paket bantuan tersebut menempatkan porsi terbesar ke penyerapan kerja atau padat karya dan langsung ke kantong rumah tangga. Dengan demikian, bansos pemerintah tepat sasaran untuk menopang konsumsi.

Dampaknya terhadap pertumbuhan paling terlihat lewat kanal konsumsi rumah tangga. Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2025 tumbuh 5,12 persen secara tahunan (yoy), dengan konsumsi rumah tangga menjadi kontributor terbesar atau sekitar 54 persen pangsa PDB dan kembali menguat.

Sementara itu, investasi bangunan dan mesin juga membaik. Keduanya saling menguatkan dengan bansos atau insentif dan program padat karya. Industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi menjadi penyumbang utama dari sisi lapangan usaha.

Ini sejalan dengan tujuan bansos sebagai penyangga daya beli dan penopang aktivitas sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja.

Efek pengaman pada stabilitas harga juga tercermin dari inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1 persen, dengan pemerintah dan otoritas terkait mengandalkan intervensi harga pangan dan bantuan beras atau minyak goreng untuk meredam volatile food.

Pada saat yang sama, harga barang yang diatur atau administered price dijaga lewat kebijakan energi sehingga beban rumah tangga tidak melonjak.

"Kombinasi ini membuat perbaikan daya beli lebih efektif, tanpa mendorong lonjakan inflasi inti," ucap Josua.

Selain jalur bansos, bauran kebijakan pada satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran juga memperkuat transmisi ke sektor riil. Beberapa contoh kebijakannya misalnya adalah pelonggaran moneter BI dan intensifnya insentif likuiditas mendorong suku bunga turun, kredit tumbuh, dan uang beredar bertambah.

Koordinasi ini penting supaya efek bansos terhadap konsumsi tidak teredam oleh kondisi pembiayaan yang ketat.

Dari sisi tata kelola fiskal, pemerintah memastikan ruang anggaran tetap terjaga dengan outlook defisit 2025 sebesar 2,78 persen PDB melalui prioritas belanja pada ketahanan pangan-energi, Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, dan perlindungan daya beli.

Kebijakan tersebut memberi bobot keberlanjutan pada program sosial sekaligus menjaga kredibilitas fiskal. Sedikit catatan, realisasi defisit per 31 Agustus berada di sekitar 1,35 persen PDB, sehingga manuver bansos tetap dalam pagar fiskal yang prudent.

Dihubungi secara terpisah, Ekonom sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Internasional Indonesia Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, ekonomi Indonesia sejak awal 2025 menunjukkan tanda-tanda pelemahan, terutama dari sektor konsumsi.

Oleh karena itu, pemerintah sejak awal tahun menggelontorkan sejumlah paket kebijakan seperti diskon tiket pesawat dan tol, kampanye belanja, subsidi perjalanan Idul Fitri, diskon listrik, insentif pajak properti dan kendaraan listrik, diskon iuran JKK untuk sektor padat karya, hingga akselerasi bansos dan BSU.

"Kalau menurut saya, ini (bantuan) memang dibutuhkan dalam jangka pendek. Pertimbangan utamanaya, pemeliharaan daya beli kelompok rentan dan pekerja berupah rendah di tengah normalisasi konsumsi dan tekanan biaya hidup," ujar dia.

Ia menjelaskan, efek dari bantuan pemerintah tersebut dapat dilihat dari data inflasi yang terkendali karena adanya diskon listrik.

Namun demikian, Teguh bilang, pelemahan daya beli masyarakat banyak didodorng oleh minimnya lapangan pekerjaan yang berkualitas.

"Artinya, meski dapat mengatasi persoalan daya beli di jangka pendek, bansos bukan kebijakan yang dapat mengatasi pelemahan daya beli secara umum," tutur dia.

Sebagai catatan, sebagian besar bansos ini ditujukan untuk 40 persen kelompok masyarakat termiskin. Sementara kelas menengah Indonesia mengalami tekanan dan tidak mendapatkan bantuan sosial. Hal ini yang belum tersentuh oleh pemerintah.

Menurut Teguh, adanya bansos dan relaksasi biaya utilitas di paruh pertama 2025 memang berkontribusi menopang belanja di periode musimam seperti Ramadhan dan libur sekolah.

Meskipun begitu, secara makro, bansos 2025 cenderung bersifat sementara dan terfokus. Hal ini membuat daya dorong pertumbuhan agregat terbatas bila tidak diiringi dengan penyaluran kredit atau investasi dan perbaikan sentimen.

Di saat bersamaan, dukungan pemerintah untuk kelas menengah belum terlihat.

"Padahal, peran mereka sangat signifikan dalam mendorong konsumsi dan perekonomian secara keseluruhan," tutup dia.

 Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus (kiri) dan Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo (tengah) dalam acara Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas di Sarinah, Jakarta, Selasa (15/10/2024). KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus (kiri) dan Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo (tengah) dalam acara Penguatan BUMN Menuju Indonesia Emas di Sarinah, Jakarta, Selasa (15/10/2024). Sementara itu, ekonom sekaligus Peneliti Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menuturkan, bansos pada tahun pertama masa pemerintahan Prabowo-Gibran memang tepat di saat situasi ekonomi perlu diakselerasi lebih tinggi.

"Jadi bansos penting, tetapi syaratnya adalah harus tepat sasaran dan efektif sampai ke penerima manfaat. Selain itu harus ada program bantuan untuk peningkatan produktivitas masyarakat," kata dia.

Menurut dia, bansos terbukti meningkatkan konsumsi secara agregat sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

"Mendorong growth antara 0,1-0,4 persen, tergantung besar dan efektivitasnya," tutup dia.

Tag:  #catatan #setahun #prabowo #gibran #bansos #insentif #jadi #obat #mujarab #tengah #pelemahan #konsumsi #rumah #tangga

KOMENTAR