Hari Santri 22 Oktober, Ini 15 Ulama NU dan Muhammadiyah yang Jadi Pahlawan Nasional
KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan. (Kolase Arsip Nasional, Muhammadiyah.or.id)
21:06
21 Oktober 2025

Hari Santri 22 Oktober, Ini 15 Ulama NU dan Muhammadiyah yang Jadi Pahlawan Nasional

Baca 10 detik
  • Hari Santri 22 Oktober diperingati untuk mengenang peran santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

  • Resolusi Jihad 1945 oleh KH Hasyim Asy’ari menjadi dasar historis penetapan Hari Santri Nasional.

  • Ulama NU dan Muhammadiyah berkontribusi besar dalam perjuangan, pendidikan, dan pembentukan nilai keislaman bangsa.

Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober akan memiliki tema "Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia".

Berikut terdapat belasan ulama NU dan Muhammadiyah yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional RI.

Sebagai informasi, kalangan santri dan ulama berperan besar dalam memperjuangkan serta mempertahankan kemerdekaan Tanah Air.

Dari 207 pahlawan nasional yang ditetapkan hingga 2023, puluhan di antaranya datang dari kalangan ulama serta santri.

Beberapa dari mereka turut berperan dalam mengembangkan dua ormas Islam terbesar yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Perlu diketahui, Latar belakang utama penetapan Hari Santri adalah pengakuan negara terhadap sejarah perjuangan para santri dan ulama pesantren yang memiliki andil besar dalam membela kemerdekaan Indonesia.

Logo Hari Santri Nasional 2025 - Sejarah Hari Santri Nasional (Kemenag) PerbesarLogo Hari Santri Nasional 2025 - Sejarah Hari Santri Nasional (Kemenag)

Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional didasarkan pada peristiwa historis dikeluarkannya Resolusi Jihad di Surabaya pada tanggal yang sama tahun 1945 oleh pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy'ari.

Resolusi Jihad ini merupakan sebuah seruan dan fatwa ulama yang memerintahkan seluruh umat Islam Indonesia untuk berperang (berjihad) melawan tentara Sekutu yang kembali datang pasca Proklamasi Kemerdekaan.

Inti dari fatwa menekankan bahwa membela dan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia adalah kewajiban agama (fardhu 'ain) bagi setiap Muslim.

Gagasan untuk menjadikan Hari Santri muncul dari inisiatif kalangan pesantren, yang kemudian direspons oleh pemerintah.

Melalui proses yang terstruktur, Presiden RI ke-7 Joko Widodo secara resmi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional dengan menandatangani Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 pada tanggal 15 Oktober 2015.

Berikut 15 ulama NU dan Muhammadiyah yang menjadi pahlawan nasional RI:

1. KH Hasyim Asy'ari

KH Hasyim Asy'ari adalah seorang ulama besar kelahiran Jombang, Jawa Timur (14 Februari 1871 – 25 Juli 1947), yang dikenal sebagai Pendiri dan Rais Akbar (Pemimpin Tertinggi Pertama) Nahdlatul Ulama (NU).

Beliau juga adalah pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, yang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka.

Mengutip laman NU.or.id, beliau dijuluki Hadratussyaikh (Mahaguru) dan memiliki gelar Syaikhu al-Masyayikh (Gurunya Para Guru) karena keilmuannya yang mendalam, terutama dalam bidang Hadis (beliau hafal Kutub At-Tis'ah - 9 kitab Hadis).

Ia berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan, termasuk dengan mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang menggerakkan umat Islam untuk melawan penjajah.

2. KH Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan (nama kecil: Muhammad Darwis) adalah seorang ulama dan pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai pendiri organisasi Islam modern, Muhammadiyah, pada tahun 1912 di Yogyakarta.

Ia merupakan pelopor gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Beliau dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada tahun 1961.

KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah formal (bukan hanya pesantren tradisional) yang menerapkan metode klasikal, lengkap dengan manajemen dan fasilitas yang modern, untuk mencetak muslim yang berilmu dunia dan akhirat.

Dalam pemikirannya, melalui Muhammadiyah, Ahmad Dahlan mencoba membersihkan ajaran Islam dari takhayul, bid'ah, dan khurafat.

Beliau memelopori alam pikiran Islam modern yang adaptif, dinamis, dan progresif.

Mengutip laman resmi Muhammadiyah.or.id, bersama Hasyim Asy'ari, Ahmad Dahlan juga pernah berguru kepada ulama besar asal Semarang, Kiai Soleh Darat.

3. KH Abdul Wahid Hasyim

KH Abdul Wahid Hasyim (lahir 1 Juni 1914 di Jombang, wafat 19 April 1953 di Cimahi) adalah seorang ulama, tokoh pergerakan nasional, dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia adalah putra dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), dan merupakan ayah dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden RI ke-4.

Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat cerdas; khatam Al-Qur'an pada usia 7 tahun dan mahir berbahasa Inggris dan Belanda pada usia 15 tahun tanpa menempuh pendidikan formal di sekolah kolonial.

KH Abdul Wahid Hasyim tercatat sebagai salah seorang anggota BPUPKI dan anggota PPKI. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tanggal 17 November 1960.

4. KH Zainul Arifin

KH Zainul Arifin Pohan (2 September 1909 – 2 Maret 1963) adalah seorang ulama, pemimpin militer dari kalangan santri, dan politikus ulung dari Nahdlatul Ulama (NU).

Beliau lahir di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dan merupakan salah satu tokoh NU dari luar Jawa yang berhasil berkiprah di panggung politik nasional. Zainul Arifin dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 1963.

Pada masa pendudukan Jepang, beliau dipercaya menjadi Panglima Laskar Hizbullah seluruh Indonesia, sebuah pasukan semi-militer yang terdiri dari pemuda dan santri.

5. KH Idham Chalid

KH Dr. (H.C.) Idham Chalid (1921 – 2010) adalah seorang ulama, politisi santri berpengaruh, dan Pahlawan Nasional asal Kalimantan Selatan yang memiliki rekam jejak pengabdian sangat panjang di Nahdlatul Ulama (NU) dan pemerintahan Indonesia.

Beliau memegang jabatan Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terlama dalam sejarah, yaitu selama 28 tahun (1956–1984), dan dikenal mampu membawa NU melewati berbagai dinamika politik nasional.

Di kancah politik negara, beliau pernah menjabat posisi strategis seperti Wakil Perdana Menteri (Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda), Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, hingga puncak karier legislatif sebagai Ketua MPR dan Ketua DPR-RI (periode 1971–1977).

6. KH Zainal Musthafa

KH Zainal Musthafa (lahir 1899 di Singaparna, Tasikmalaya) adalah seorang ulama kharismatik, pendiri Pesantren Sukamanah, dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Beliau dikenal karena sikap perlawanannya yang keras terhadap penjajah, baik Belanda maupun Jepang.

Puncaknya adalah ketika beliau memimpin perlawanan bersenjata santri dan rakyat di Tasikmalaya, yang dikenal sebagai Peristiwa Singaparna pada tanggal 25 Februari 1944, melawan tentara Jepang.

Sebagai tokoh pergerakan, KH Zainal Musthafa dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 1972.

7. KH Abdul Wahab Chasbullah

KH Abdul Wahab Chasbullah (lahir 1888 di Jombang dan wafat 1971) adalah seorang ulama, pemikir modern, dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Beliau dikenal sebagai salah satu pendiri utama Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926.

Sebelum mendirikan NU, beliau mendirikan berbagai organisasi pergerakan, termasuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) pada 1914, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916, dan koperasi Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Saudagar) pada 1918, yang menjadi embrio lahirnya NU.

Dalam masa perjuangan kemerdekaan, beliau juga berperan penting sebagai salah satu perumus Resolusi Jihad yang membangkitkan semangat perlawanan.

Tokoh dengan sebutan 'Mbah Wahab' ini menciptakan lirik lagu Nahdlatul Ulama, Ya Lal Wathon.

8. KH As'ad Syamsul Arifin

KH Raden As'ad Syamsul Arifin (lahir 1897 di Mekkah, wafat 1990 di Situbondo) adalah ulama kharismatik, pemimpin Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, dan Pahlawan Nasional Indonesia yang dianugerahkan pada 2016.

Beliau memiliki peran sentral sebagai mediator utama dalam proses pendirian Nahdlatul Ulama (NU).

Peran pentingnya terlihat jelas saat masa revolusi fisik, di mana Kiai As'ad menjadi penggerak utama massa dalam pertempuran bersejarah pada 10 November 1945.

Pasca-kemerdekaan, kontribusinya bergeser ke sektor ekonomi dan sosial. Beliau aktif menyerap aspirasi masyarakat dan memperjuangkannya ke pemerintah daerah hingga tingkat pusat (menteri dan presiden) untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata.

KH As'ad Syamsul Arifin dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tanggal 9 November 2016.

9. Jenderal Soedirman

Jenderal Besar Raden Soedirman (1916–1950) adalah Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) pertama dan Pahlawan Nasional yang memiliki ikatan kuat dengan Muhammadiyah.

Sebelum berkarier di dunia militer, Soedirman adalah seorang guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah di Cilacap dan aktif sebagai kader Pemuda Muhammadiyah serta di organisasi kepanduan Hizbul Wathan (HW).

Nilai-nilai kedisiplinan, moralitas Islam, dan jiwa kepemimpinan yang ia miliki banyak ditempa melalui pendidikan dan aktivitas di lingkungan Muhammadiyah tersebut.

Jenderal Soedirman mendapat gelar pahlawan nasional pada 10 Desember 1964 lewat Keppres No.314 Tahun 1964.

10. Haji Agus Salim

Haji Agus Salim (1884–1954) adalah seorang diplomat ulung, jurnalis, dan tokoh pergerakan nasional yang dijuluki The Grand Old Man, serta merupakan salah satu kader Muhammadiyah yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

Beliau dikenal karena kecerdasannya dan kemampuannya menguasai banyak bahasa asing.

Meskipun perannya banyak dikenal dalam Sarekat Islam, Agus Salim memiliki hubungan erat dengan Muhammadiyah dan sejalan dengan ide-ide pembaruan Islam yang progresif dan berfokus pada pendidikan serta pemberdayaan masyarakat.

Keppres No.657 pada 27 Desember 1961 menunjuk Haji Agus Salim sebagai pahlawan nasional RI.

11. Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan)

Siti Walidah (1872–1946), atau yang lebih dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, adalah pahlawan nasional dan tokoh emansipasi perempuan Muslim yang berperan besar di balik berdirinya Muhammadiyah.

Beliau adalah istri dari KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Peran utamanya adalah sebagai pendiri organisasi perempuan 'Aisyiyah pada tahun 1917, yang bertujuan memberdayakan kaum wanita melalui pendidikan dan kegiatan sosial.

Siti Walidah memelopori pengajaran agama, membaca, dan menulis huruf Latin bagi kaum perempuan melalui perkumpulan Sopo Tresno, menentang budaya patriarki dan kawin paksa.

12. Buya Hamka

Buya Hamka (1908–1981), atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah, adalah seorang ulama kharismatik, filsuf, dan sastrawan ulung dari Sumatera Barat yang diakui sebagai pahlawan nasional.

Beliau adalah tokoh penting dalam Muhammadiyah, di mana ia aktif sebagai mubalig, pengembang pendidikan Islam modern, dan pimpinan di Sumatera Tengah, serta menggunakan kemampuan jurnalistiknya untuk menyebarkan pemikiran Muhammadiyah yang progresif.

Selain karya sastranya yang monumental seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Buya Hamka juga dikenal sebagai penulis Tafsir Al-Azhar dan merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama. SK No.113/TK/2011 menunjuk Buya Hamka sebagai pahlawan nasional.

13. Fatmawati

Fatmawati (1923–1980) adalah pahlawan nasional yang dikenal luas sebagai Ibu Negara Pertama dan berjasa besar sebagai penjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Beliau tumbuh dalam lingkungan Muhammadiyah di Bengkulu, di mana ayahnya adalah Konsul Muhammadiyah dan ibunya aktif di 'Aisyiyah.

Fatmawati sendiri merupakan aktivis Nasyiatul 'Aisyiyah (organisasi putri Muhammadiyah) sejak remaja, yang membentuk karakter nasionalis dan kepeduliannya terhadap pemberdayaan perempuan.

14. Adam Malik

Adam Malik (1917–1984) adalah seorang diplomat ulung, jurnalis, dan politikus ulung yang diakui sebagai Pahlawan Nasional dan merupakan salah satu kader Muhammadiyah.

Keterlibatannya di Muhammadiyah dimulai dengan keaktifannya di organisasi kepanduan Hizbul Wathan di Pematang Siantar.

Peran kuncinya bagi bangsa sangat luas, mulai dari mendirikan Kantor Berita Antara (1937), terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok yang mendesak Proklamasi Kemerdekaan, hingga meniti karier sebagai Menteri Luar Negeri selama 10 tahun, Ketua Sidang Umum PBB ke-26 (1971–1972), dan mencapai puncak sebagai Wakil Presiden RI ke-3 (1978–1983).

15. AR Baswedan

Abdurrahman Baswedan (A.R. Baswedan) (1908–1986) adalah seorang pahlawan nasional (ditetapkan 2018) yang dikenal sebagai jurnalis, diplomat, dan politikus ulung, serta merupakan kader Muhammadiyah sejak remaja dan aktif sebagai mubaligh organisasi tersebut.

Kontribusi utamanya adalah mempelopori Sumpah Pemuda Keturunan Arab (1934) dan mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI).

Ia berhasil menggerakkan masyarakat keturunan Arab untuk melepaskan identitas 'Timur Asing' dan berjuang sepenuhnya untuk kemerdekaan Indonesia.

A.R. Baswedan juga menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan di awal kemerdekaan, anggota BP-KNIP, dan merupakan salah satu diplomat pertama RI yang berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto pertama atas eksistensi Republik Indonesia dari Mesir pada tahun 1947.

Editor: Nur Khotimah

Tag:  #hari #santri #oktober #ulama #muhammadiyah #yang #jadi #pahlawan #nasional

KOMENTAR