Potensi Energi Hijau RI Capai 3.700 Gigawatt, Baru 1 Persen Dimanfaatkan
Ilustrasi solar panel atau solar PV. Indonesia belum memiliki industri hulu fotovoltaik meski bahan baku melimpah.(Shutterstock)
13:24
7 Oktober 2025

Potensi Energi Hijau RI Capai 3.700 Gigawatt, Baru 1 Persen Dimanfaatkan

Indonesia menyimpan potensi energi terbarukan raksasa mencapai 3.700 gigawatt (GW), tapi pemanfaatannya masih jauh dari optimal.

Saat ini, kapasitas terpasang baru sekitar 15,2 GW atau kurang dari 1 persen dari total potensi tersebut.

Pemerintah pun “putar otak” untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau, salah satunya mengembangkan infrastruktur Carbon Capture and Storage (CCS).

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, mengatakan potensi energi bersih Indonesia berasal dari beragam sumber, mulai dari tenaga surya, angin, air, pasang surut, bioenergi, hingga panas bumi.

Potensi besar ini menunjukkan peluang luar biasa bagi pengembangan ekonomi hijau nasional di masa depan. Perkaranya, pemanfaatannya masih terbilang minim atau tidak optimal.

“Kami mengambil langkah berani menuju ekonomi hijau, dengan potensi energi terbarukan mencapai 3.700 gigawatt, terdiri atas tenaga surya, angin, air, pasang surut, bioenergi, dan panas bumi,” ujar Nurul saat gelaran CCS Forum 2025 di Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).

“Namun kapasitas terpasang saat ini baru 15,2 gigawatt, kurang dari 1 persen dari potensi tersebut,” paparnya.

Untuk mewujudkan pemanfaatan potensi itu, Indonesia perlu membangun infrastruktur CCS secara masif.

Pembangunan CCS tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga kebutuhan ekonomi yang strategis, yang dinilai bisa melindungi industri nasional dari kebijakan pajak karbon lintas batas atau carbon border adjustment yang akan diterapkan Uni Eropa.

“Dengan mengembangkan teknologi ini, kita membangun perlindungan bagi industri berorientasi ekspor berkecepatan tinggi, melindungi produk kita dari kebijakan carbon border adjustment Uni Eropa di masa depan, serta memastikan produk Indonesia tetap kompetitif di pasar global,” beber Nurul.

Berdasarkan analisis Rystad Energy, lanjut Nurul, kapasitas penangkapan karbon global perlu meningkat 33 kali lipat hingga 2035 untuk selaras dengan target iklim dunia.

Indonesia sendiri memiliki potensi penyimpanan karbon sebesar 577 gigaton, menjadikannya yang terbesar keempat di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan Rusia.

Potensi tersebut bisa menjadikan RI pemain penting dalam solusi global terhadap perubahan iklim.

“Artinya, Indonesia memegang peranan krusial dalam solusi global ini dengan potensi penyimpanan karbon hingga 200 tahun, cukup untuk menampung emisi dalam negeri maupun negara tetangga, menjadikan Indonesia pusat CCS Asia,” katanya.

 

Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang CCS sebagai dasar hukum bagi pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon.

Beleid ini memungkinkan pengembangan CCS baik di wilayah kerja migas yang sudah ada maupun di lokasi baru, khususnya penyimpanan karbon.

Selain itu, pemerintah tengah menyelesaikan pembaruan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) di bawah koordinasi Kementerian Hukum.

Nantinya, karbon tidak lagi dikategorikan semata sebagai limbah, namun akan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu karbon yang disimpan di bawah tanah dan karbon yang dapat dimanfaatkan kembali oleh industri.

Regulasi ini juga membuka peluang ekonomi baru, seperti perdagangan karbon dan layanan penyimpanan, yang diharapkan dapat menarik investasi besar, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat fondasi ekonomi hijau di Tanah Air.

Lebih jauh, lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemerintah mewajibkan seluruh pembangkit listrik berbahan bakar fosil untuk menerapkan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) paling lambat pada 2060.

Tag:  #potensi #energi #hijau #capai #3700 #gigawatt #baru #persen #dimanfaatkan

KOMENTAR