



Krakatau Steel: Strategi Diversifikasi Pasar di Tengah Kebijakan Tarif AS
- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada akhir Mei 2025 mengumumkan peningkatan tarif impor baja dan aluminium dari 25 persen menjadi 50 persen. Kebijakan proteksionis yang dikenal sebagai 'Tarif Trump 2.0' ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi industri baja global, termasuk bagi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk/KRAS, perusahaan baja terbesar di Indonesia.
Sejak penerapan tarif pertama pada 2018, Krakatau Steel sudah merasakan dampak perlambatan ekspor ke pasar AS. Namun, AS bukan pasar utama bagi baja Indonesia yang mayoritas tujuan ekspornya ke Asia Tenggara, Jepang, dan Timur Tengah.
Kenaikan tarif ini, meski memperketat akses ke pasar AS, justru mendorong Krakatau Steel Group dan pelaku industri baja nasional untuk semakin fokus memperkuat daya saing dan memperluas pasar di kawasan regional dan global. Menurut Direktur Utama KRAS Akbar Djohan, diversifikasi pasar menjadi prioritas utama.
"Dengan memperkuat jaringan pasar di ASEAN, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika, Krakatau Steel berupaya mengurangi ketergantungan pada pasar yang rawan perubahan kebijakan proteksionis. Pasar-pasar ini memiliki kebutuhan baja yang terus tumbuh, seiring dengan perkembangan infrastruktur dan industri di kawasan," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (5/6).
Selain itu, Krakatau Steel fokus mengembangkan produk baja bernilai tambah tinggi maupun peningkatan produksi domestik dengan mengembangkan industri hilir baja-aluminium, maupun inovasi produk lainnya. Seperti baja khusus untuk otomotif, konstruksi berkelanjutan, dan teknologi tinggi.
Yang tidak kalah penting, peningkatan efisiensi produksi dan penggunaan teknologi modern menjadi kunci untuk menekan biaya produksi. "Dengan mengadopsi teknologi industri 4.0 dan proses manufaktur yang ramah lingkungan, Krakatau Steel berkomitmen menjaga kualitas produk sekaligus menekan dampak lingkungan," imbuh Akbar Djohan.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri Perindustrian RI, Faisol Riza menyatakan, Krakatau Steel memegang peran sangat strategis dalam memperkokoh pondasi industri baja nasional. Dengan peningkatan kapasitas produksi dan inovasi produk, Krakatau Steel tidak hanya membantu memperkuat ketahanan rantai pasok domestik tetapi juga membuka peluang ekspansi pasar di kawasan regional.
Pemerintah Indonesia juga memainkan peran strategis dengan mendorong kebijakan perdagangan yang proaktif. Melalui kerja sama regional seperti ASEAN dan perjanjian perdagangan bebas (FTA), pemerintah berupaya memperluas akses pasar bagi produk baja Indonesia.
Lebih jauh, pemerintah dan Krakatau Steel perlu terus memantau kebijakan perdagangan global dan respons negara-negara mitra dagang AS, agar dapat merespons secara cepat dan strategis terhadap perubahan dinamika pasar. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Setia Diarta menegaskan komitmen pemerintah dalam memperkuat industri baja nasional.
Menurutnya, dukungan teknologi modern dan kebijakan perdagangan yang kondusif menjadi kunci agar Krakatau Steel mampu bersaing di pasar global dan sekaligus mendukung pembangunan industri manufaktur nasional. Kenaikan tarif baja AS bukanlah hambatan yang mengakhiri peluang Krakatau Steel, melainkan momentum untuk memperkuat fondasi bisnis dan bersaing lebih sehat di pasar global.
Tag: #krakatau #steel #strategi #diversifikasi #pasar #tengah #kebijakan #tarif