Volatilitas Global Berpotensi Dorong The Fed Pangkas Suku Bunga Acuan Lebih Agresif
The Fed (Federal Reserve) atau Bank sentral Amerika Serikat. (Reuters)
08:09
10 April 2025

Volatilitas Global Berpotensi Dorong The Fed Pangkas Suku Bunga Acuan Lebih Agresif

Ketidakpastian semakin meningkat akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Memicu reaksi pasar yang sangat volatil, terutama setelah Tiongkok mengumumkan tarif balasan. Penting untuk meningkatkan ketahanan portofolio melalui diversifikasi dan kualitas.

"Sejujurnya, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah perang dagang ini akan mereda atau meningkat menjadi perang dagang global penuh yang berpotensi membawa resesi global atau bahkan depresi seperti yang terjadi pada 1920-an," ujar Chief Investment Officer (CIO) Hou Wey Fook dalam paparan prospek ekonomi kuartal II 2025, Rabu (9/4).

Terkait pasar negara berkembang, Hou telah menurunkan posisi mereka dari overweight menjadi netral pada awal tahun ini. Mengingat ketidakpastian perang dagang yang sangat memengaruhi negara berkembang, terutama di Asia. Namun, investor harus berhati-hati dan selektif. Serta siap untuk kembali melihat potensi pasar negara berkembang ketika sinyal positif muncul.

Hingga pukul 18.00, indeks dolar Amerika Serikat (USD) melemah 0,60 persen ke level 102,29. Sementara nilai tukar rupiah, mengutip data Bloomberg Market Spot Rate, berada di level Rp 16.872,5 per USD. Setelah sempat dibuka melemah 0,3 persen.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed (FFR) pada 2025 meningkat menjadi 100 bps. Bahkan sempat mencapai 125 bps. Dipicu oleh kebijakan tarif agresif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu kekhawatiran resesi global.

Tarif Trump resmi berlaku hari ini. Negosiasi tarif dengan Tiongkok berlangsung alot. Trump berencana menerapkan tarif impor sebesar 104 persen terhadap Tiongkok setelah negosiasi perdagangan antara kedua negara gagal mencapai kesepakatan. Hingga saat ini, Trump masih berupaya melakukan pembicaraan dengan beberapa pemimpin negara. Untuk mencari kemungkinan kesepakatan yang dapat meringankan tarif terhadap negara-negara tertentu.

Presiden AS asal Partai Republik itu juga menandatangani perintah eksekutif baru untuk menghidupkan kembali industri batu bara. Dia mengatakan untuk mengembalikan lebih dari 30 ribu pekerja batu bara AS yang diberhentikan dalam satu dekade terakhir. Langkah ini diambil meskipun konsumsi batu bara di sektor kelistrikan terus turun akibat meningkatnya penggunaan gas alam dan energi terbarukan.

Sentimen dalam negeri, Presiden Prabowo meminta kementerian terkait untuk menghilangkan aturan pembatasan impor. Sehingga mendorong optimisme investor terhadap prospek kinerja perusahaan dan ekonomi secara keseluruhan.

Asmo memperkirakan, pasar keuangan global masih bergerak volatil dalam pekan ini di tengah kekhawatiran atas kebijakan tarif baru Donald Trump terhadap Tiongkok. Negosiasi tarif kedua negara yang gagal meningkatkan risiko perlambatan ekonomi global. "Ini mendorong ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed yang lebih agresif pada tahun ini," ungkapnya kepada Jawa Pos.

Di sisi lain, data inflasi AS yang akan dirilis pekan ini menjadi fokus utama. Jika inflasi menunjukkan tanda-tanda penurunan, maka dapat memperkuat ekspektasi pasar terhadap pelonggaran moneter yang lebih cepat. Sebaliknya, inflasi yang tetap tinggi bisa membatasi ruang gerak The Fed. Sehingga memperbesar ketidakpastian di pasar saham dan obligasi.

"Selain itu, rilis risalah FOMC juga menjadi fokus perhatian pasar pekan ini," ujarnya.

Di pasar regional, sentimen dari Asia diperkirakan cenderung negatif setelah Tiongkok bereaksi terhadap tarif AS, meningkatkan ketegangan perdagangan. Investor juga akan mencermati data perdagangan China untuk menilai prospek pertumbuhan regional. Secara keseluruhan, kombinasi tekanan tarif, arah suku bunga The Fed, serta data ekonomi utama membuat pasar global diproyeksi berfluktuasi dengan kecenderungan risk-off sepanjang minggu ini.

Secara domestik, sentimen positif datang dari rilis data inflasi Indonesia yang tetap terkendali. Yakni sebesar 1,65 persen secara bulanan atau 1,03 persen YoY. Realisasi tersebut dapat memperkuat optimisme terhadap stabilitas makroekonomi.

Selain itu, pemerintah mengumumkan percepatan belanja fiskal dan program stimulus sektor riil. Yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025. Arahan Presiden Prabowo untuk menghilangkan aturan pembatasan impor juga mendorong optimisme investor terhadap prospek perusahaan dan ekonomi secara keseluruhan.

"Secara keseluruhan, ketidakpastian global diperkirakan masih menjadi faktor utama yang mendorong volatilitas di pasar keuangan domestik dalam jangka pendek. Kami memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp 16,83-16,945 per USD. Sementara yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di kisaran 7,1-7,3 persen," ucap Asmo.

Editor: Mohamad Nur Asikin

Tag:  #volatilitas #global #berpotensi #dorong #pangkas #suku #bunga #acuan #lebih #agresif

KOMENTAR