



Pengamat Ingatkan Danantara atas Skandal BLBI dan dan 1MDB Malaysia
–Pemberantasan korupsi harus dimulai dari kasus besar, seperti kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sehingga, bukan sekadar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap kasus kecil.
”Kita melihat bagaimana debitur BLBI yang dulu mengalami masalah finansial, kini justru menjadi lebih kaya hingga ratusan bahkan ribuan kali lipat,” ujar Pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho seperti dilansir dari Antara.
Untuk itu, kata dia, pemerintah harus berani menegakkan hak tagih atas dana BLBI yang dijamin para debitur. Jika tidak, maka akan ada konspirasi yang terjadi di dalamnya.
Dia menuturkan salah satu janji besar Presiden Prabowo Subianto yakni memastikan bahwa tidak ada yang kebal hukum di masa pemerintahannya. Dengan demikian, isu korupsi menjadi perhatian utama, terutama dalam kasus BLBI dan obligasi rekap yang telah merugikan negara hingga ribuan triliun rupiah.
Pemerintah resmi membentuk Danantara, sebuah holding yang akan mengelola aset tujuh BUMN besar dengan nilai total Rp 14.715 triliun. Holding ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan daya saing ekonomi nasional, mirip dengan model Temasek Holdings di Singapura.
Namun, Hardjuno Wiwoho mengingatkan, potensi risiko yang bisa muncul, terutama jika melihat pengalaman buruk skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada krisis ekonomi 1998. Meskipun pembentukan Danantara membawa harapan baru bagi pengelolaan aset negara, pengalaman traumatis BLBI menunjukkan bahwa pengawasan ketat harus menjadi prioritas utama.
”Dalam kasus BLBI, kita melihat bagaimana dana negara dapat disalahgunakan akibat lemahnya pengawasan dan intervensi politik yang kuat. Jika Danantara tidak dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi, ada risiko skenario serupa terjadi,” ujar Hardjuno, Kamis (20/2).
Dalam skema BLBI, pemerintah mengucurkan Rp 144,5 triliun untuk menyelamatkan bank-bank yang terdampak krisis. Sayangnya, dana tersebut banyak yang tidak kembali ke negara akibat penyalahgunaan bankir dan konglomerat yang memiliki hubungan dengan elite politik.
Hardjuno menilai bahwa skenario serupa dapat terjadi pada Danantara jika tidak ada mekanisme yang jelas dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan holding tersebut. Hardjuno mencontohkan bahwa model Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah di Malaysia menunjukkan bagaimana pengelolaan aset negara yang transparan dan independen dapat mendorong ekonomi nasional.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa pengalaman Malaysia dengan 1MDB menjadi contoh bagaimana kesalahan dalam tata kelola dapat berujung pada skandal keuangan berskala besar.
”Kasus 1MDB menjadi pelajaran bahwa jika ada intervensi politik dan kurangnya pengawasan, holding investasi negara justru bisa menjadi beban ekonomi yang berlarut-larut,” tambah Hardjuno.
Untuk memastikan Danantara tidak mengalami nasib seperti BLBI atau 1MDB, Hardjuno merekomendasikan beberapa langkah penting. Seperti audit independen oleh lembaga internasional, laporan keuangan yang terbuka untuk publik, serta pemilihan manajemen yang bebas dari kepentingan politik.
”Jika semua langkah ini diterapkan dengan disiplin, Danantara bisa menjadi kekuatan ekonomi yang nyata bagi Indonesia. Namun, jika tidak, kita bisa melihat pengulangan kesalahan yang pernah terjadi,” tandas Hardjuno.
Tag: #pengamat #ingatkan #danantara #atas #skandal #blbi #1mdb #malaysia