Masyarakat Sipil Minta Kemenkes Stop Pembahasan RPMK tentang Produk Tembakau dan Rokok Elektrik
ILUSTRASI. Vape dan rokok sebagai produk penghantar nikotin. (American Heart Association)
13:45
19 September 2024

Masyarakat Sipil Minta Kemenkes Stop Pembahasan RPMK tentang Produk Tembakau dan Rokok Elektrik



- Aliansi masyarakat sipil menuntut pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) 2024 dihentikan karena dinilai terlalu memasung ruang gerak produk tembakau, rokok elektronik, dan tata niaga pertembakauan di Indonesia. Petisi ini disampaikan perwakilan masyarakat sipil dalam acara Halaqah Nasional untuk memfasilitasi dialog antara masyarakat sipil dan pemerintah, yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Selasa (17/9).

Halaqah diikuti oleh 50 peserta dari berbagai kalangan, termasuk perwakilan pemerintah, asosiasi petani, serikat pekerja, asosiasi ritel, pelaku usaha, asosiasi industri tembakau, aliansi masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, dan media. Acara Halaqah Nasional dengan tema 'Telaah Kritis RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik' menghadirkan beberapa narasumber.

Antara lain, dr. Benget Saragih, M.Epid (Perwakilan Kemenkes); KH. Miftah Faqih (Ketua PBNU); dr. Syahrizal Syarief (Warek UNUSIA Jakarta); Ali Rido (Pakar Hukum Universitas Trisakti); Sudarto (Ketua FSP-RTMM-SPSI), Kusnasi Muhdi (Perwakilan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia), dan anggota DPR RI Komisi XI Misbakhun.

Dalam sambutannya, Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan, Halaqah ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran berbagai pihak terhadap dampak RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang mengusulkan ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk diberlakukan.

RPMK ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tersebut. Sarmidi menyoroti, proses penyerapan dan pengayaan pasal-pasal dalam RPMK 2024 sangat minim pelibatan publik dan stakeholder yang kredibel, sehingga tidak partisipatif.

"Beberapa pasal dalam RPMK 2024 berpotensi merugikan petani tembakau, UMKM, asosiasi dan industri rokok. Hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk penolakan dari beberapa kelompok," tutur Sarmidi, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (19/9).

Mewakili pemerintah, Benget Saragih menuturukan bahwa RPMK 2024 ini tidak dimaksudkan untuk menyuruh orang berhenti merokok. Tetapi menyasar anak-anak agar tidak merokok. Dia juga menggarisbawahi terkait partisipasi yang dinilai minus/

"Soal kealpaan beberapa Kementerian terkait, sebab menilai posisi mereka sudah menolak, sehingga Kemenkes jalan terus," ulasnya.

Merespons pembelaan Benget Saragih, Miftah Faqih selaku Ketua PBNU menegaskan, dalam proses perumusan regulasi apapun, wajib melibatkan masyarakat secara berimbang dan berorientasi pada kemaslahatan bersama (al-maslahah al-ammah), bukan sepihak. Jika tidak, RPMK 2024 batal dan tidak adil. Rancangan Peraturan tidak sembarangan bisa disahkan tanpa adanya musyawarah dengan stakeholder yang terkait.

"Pada prinsipnya, peraturan RPMK 2024 harus mampu mengakomodasi semua golongan, berkeadilan dan sesuai dengan misi agama dan berwawasan ke depan," tandas Miftah.

Sementara, perwakilan Kementerian Perindustrian, Nugraha Prasetya Yogi mengungkapkan, dalam proses PP 28/2024 yang sudah disahkan, pihaknya tidak dilibatkan dalam draf akhir. "Apalagi perumusan pasal-pasal dalam RPMK 2024 yang baru ini, kami sama sekali belum terlibat didalamnya, padahal RPMK ini berpotensi sangat merugikan dunia perdagangan dan industri," ujar Yogi.

Sudarto selaku perwakilan Federasi Serikat Pekerja SPSI-RTMM (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia - Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman) juga menyuarakan penolakan atas RPMK 2024 versi Kemenkes ini. "Bukan hanya regulasi, industri hasil tembakau dikendalikan melalui kebijakan cukai, industri ditekan dengan kenaikan cukai, sehingga harga rokok semakin mahal, dan tidak aneh jika muncul rokok ilegal. Kami mewakili para pekerja, yang memiliki kesetaraan hak di muka hukum dan hak mendapatkan pekerjaan yang layak, kami ingin aspirasi kami didengar," jelas Sudarto.

Gunawan dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) menyampaikan perlunya sinkronisasi PP dengan UU dan Peraturan Pemerintah yang ada. Tembakau merupakan komoditas strategis nasional, dan termasuk produk unggulan lokal, sehingga perlu dilindungi karena melibatkan nasib petani.

"Membuat peraturan tembakau tanpa partisipasi yang bermakna bisa dianggap inkonstitusional," tegas Gunawan.

Sementara itu Ali Rido menilai RPMK ini sangat hegemonik karena melampaui kewenangannya mengatur hal yang semestinya tidak diatur dalam peraturan menteri. Dalam pembahasan RPMK, Kemenkes tidak mengakomodir seluruh kepentingan stakeholder pertembakuan.

Sedangkan anggota DPR RI, Muhammad Misbakhun menyebut kuatnya kepentingan perusahaan raksasa dalam rezim kesehatan internasional menyebabkan bangkrutnya usaha rakyat, hilangnya lapangan kerja dan suramnya masa depan petani tembakau, petani cengkeh, serta kelangsungan usaha industri hasil tembakau (IHT) nasional.

"Pemerintah sebagai regulator tidak pernah menempatkan diri sebagai fasilitator yang memberikan exit strategy yang solutif bagi ekosistem pertembakauan," ungkapnya.

Senada dengan Misbakhun, Budiman dari Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia menilai pelarangan dan pembatasan penjualan produk, pasti akan berdampak pada penurunan produksi dan berdampak pada tenaga kerja dan serapan bahan baku tembakau dan cengkeh. Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnasi Mudi juga mengatakan, pemerintah perlu mengkaji ulang dan mengajak komunikasi para industri dari hulu ke hilir.

Atas dasar pertimbangan tersebut, para perwakilan masyarakat sipil dalam Halaqah Nasional menilai RPMK 2024 yang sedang dibahas Kementerian Kesehatan tersebut bermasalah dalam aspek perundangan, substansi dan prosesnya, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan pembahasannya oleh pemerintah.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #masyarakat #sipil #minta #kemenkes #stop #pembahasan #rpmk #tentang #produk #tembakau #rokok #elektrik

KOMENTAR