Data BMKG Nyatakan Agustus Tidak Ada Hujan, Produksi Beras Diprediksi Turun
Petani saat merawat padi di area sawah di kawasan Kaki Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat. Tingginya harga beras di pasaran saat ini belum berimbas pada meningkatnya kesejahteraan para petani di Indonesia. Panjangnya mata rantai perdagangan berimbas pada petani belum bisa menikmati keuntungan dari naiknya harga beras saat ini. (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)
13:18
9 September 2024

Data BMKG Nyatakan Agustus Tidak Ada Hujan, Produksi Beras Diprediksi Turun

– Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan deras bakal segera terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Namun, hujan deras itu dinilai tidak akan memengaruhi produksi beras nasional. Sebab, produksi beras dipengaruhi cuaca pada Agustus lalu.

Berdasar halaman BMKG, hujan turun di sejumlah wilayah sejak Sabtu (7/9) hingga hari ini (9/9). Daerah yang dilanda hujan deras itu, antara lain, Pulau Jawa, Sumatera Utara, Maluku Utara, dan Papua bagian utara.

Pembentukan awan hujan meningkat karena fenomena cuaca global dan regional berupa gelombang Kelvin serta Rossby ekuatorial aktif.

Labilitas atmosfer yang tinggi juga turut memperkuat pembentukan awan hujan di berbagai daerah. Akibatnya, tercipta kondisi yang mendukung terjadinya hujan. Berbagai daerah tersebut potensial terjadinya hujan sedang hingga lebat.

Pengamat pertanian sekaligus guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso menuturkan, hujan yang terjadi September ini tidak memengaruhi produksi beras. Sebab, produksi beras dipengaruhi cuaca sebulan sebelum panen. ”Kan panennya baru September, cuaca Agustus ini yang memengaruhi,’’ terangnya.

Sebab, sebulan sebelum panen merupakan masa pengisian bulir padi. Saat itu dibutuhkan air yang benar-benar mencukupi. ”Masalahnya, sesuai laporan jaringan tani, terjadi kekeringan di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah," paparnya. Bahkan, ada kasus di Indramayu di mana persawahan menjadi rel kereta api. Karena itulah, Dwi memprediksi produksi padi lebih rendah daripada perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencapai 2,87 juta ton. ”Saya kira nggak akan sampai," terangnya kepada Jawa Pos kemarin.

Dia menuturkan, indikator pertanian juga bisa dilihat dari tren harga gabah kering dalam beberapa bulan terakhir. Yakni, April Rp 5.428, Mei naik menjadi Rp 6.023, Juni menjadi Rp 6.517, Juli Rp 6.690, dan Agustus Rp 6.908. ”September ini rata-rata Rp 7.200,’’ jelasnya.

Dengan kondisi tersebut, lanjut dia, diprediksi harga beras akan terus naik sejak September 2024 hingga Februari 2025. Sebab, konversi harga gabah ke beras itu biasanya membutuhkan waktu satu bulan. ”Ya, naik harga lagi ini,’’ katanya.

Lalu, bagaimana sebaiknya kebijakan pemerintah? Dia mengatakan, salah satu jalan untuk mencegah kenaikan harga beras adalah menghentikan bantuan sosial (bansos). Sebab, bansos mengurangi kemampuan pemerintah, dalam hal ini Bulog, untuk mengintervensi harga pasar. ”Bansos ini karena memberikan beras, membuat stok beras rendah,’’ paparnya.

Apalagi, bantuan barang tersebut juga dikirim ke pedesaan. Hal itu membuat perekonomian desa bergerak lamban. Beda halnya bila diberikan bantuan langsung tunai yang bisa menggerakkan ekonomi desa. ”Kalau beras itu orang desa sudah punya. Yang tidak punya uangnya,’’ terangnya.

Apalagi, bansos dalam bentuk barang telah diteliti di berbagai negara memang berdampak negatif untuk mengendalikan harga. Tapi, sangat positif bila dalam kerangka pemilu. ”Jadi, bansos ini memang tujuannya bukan untuk mengendalikan harga,’’ ujarnya. (idr/c6/oni)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #data #bmkg #nyatakan #agustus #tidak #hujan #produksi #beras #diprediksi #turun

KOMENTAR