Memahami Dampak Ekonomi dari Office Syndrome: Kesehatan Kerja Sebagai Investasi di Fakultas Kedokteran Presuniv
Dalam proses pembelajarannya, sejak tahun pertama mahasiswa Fakultas Kedokteran, President University (Presuniv), secara langsung diperkenalkan dengan lingkungan medis.
Para mahasiswa diajak melakukan visitasi ke berbagai klinik, Puskemas maupun rumah-rumah sakit. Di sana mereka akan belajar dan berinteraksi langsung dengan beragam dokter dan pasien.
Selain itu, dalam pembelajarannya Fakultas Kedokteran, Presuniv, akan fokus pada isu-isu yang terkait dengan kesehatan kerja. Pilihan ini dilakukan karena lokasi Fakultas Kedokteran berada di kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara, yakni kawasan industri Jababeka.
Kawasan ini menjadi tempat bagi 2.000-an perusahaan nasional dan multinasional. Jadi, ekosistem yang terkait dengan kesehatan kerja sudah ada di kawasan ini. Fokus pada kesehatan kerja itulah yang akan menjadi keunggulan dari Fakultas Kedokteran, Presuniv.
Baca Juga: President University Tempati Peringkat ke-2 PTS Terbaik se-Jawa Barat Versi EduRank 2024
Demikian ditegaskan oleh Prof. Dr. dr. Budi Setiabudiawan, Sp.A(K), M.Kes., Dekan Fakultas Kedokteran, Presuniv. Katanya lagi, oleh karena fokus pada kesehatan kerja, saat para mahasiswa lulus, mereka akan memiliki sertifikat Hygiene Perusahaan, Ergonomi, dan Kesehatan atau Hiperkes.
“Sertifikat ini sangat penting bagi mereka yang akan berkecimpung di dunia kerja dan menggeluti bidang kesehatan kerja,” tegas Prof. Budi ditulis Rabu (4/9/2024).
Ia juga mengungkapkan keunggulan lain dari Fakultas Kedokteran, Presuniv, yakni sistem pembelajarannya yang menggunakan bahasa Inggris.
Untuk memperingati satu tahun usianya yang jatuh pada 21 Agustus 2024, Fakultas Kedokteran, Presuniv, menggelar serangkaian acara. Di antaranya, potong tumpeng, lomba Balita Sehat hingga health talk atau bincang sehat yang membahas tentang office syndrome.
Pada acara bincang sehat yang digelar Senin, 26 Juli, dan membahas Management of Office Syndrome in the Workplace, hadir dua pembicara. Mereka adalah Dr. Ardini Saptaningsih Raksanagara, dr, MPH, dan dr. Rima Melati, MKK, Sp.Ak (K), Sp.Ok, Subsp BioKO (K). Ardini adalah dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran.
Baca Juga: Wajah Bisnis Anak-anak Muda Bakal Dikupas di ICFBE 2024 Besutan PresUniv
Sementara, Rima Melati adalah dosen di Fakultas Kedokteran, Presuniv, yang juga Ketua Komisi I Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
Menurut Ardini, sindrom adalah sekumpulan gejala yang terjadi akibat postur tubuh buruk dan kebiasaan kerja yang tidak ergonomis. Mengapa gejala tersebut muncul? Katanya, “Ada banyak sebab. Misalnya, durasi duduk yang terlalu lama, meja dan kursi yang tidak ergonomis, penggunaan komputer dalam jangka waktu yang terlalu lama, kurang istirahat, kebiasaan kerja yang tidak sehat, seperti cara mengetik yang salah atau posisi layar komputer yang kurang pas.”
Kebiasaan seperti itu, lanjut Ardini, akan memicu terjadinya beberapa masalah baik dalam jangka pendek maupun panjang.
“Dalam jangka pendek akan terjadi nyeri otot, kelelahan visual, dan kehilangan konsentrasi kerja,” ungkapnya.
Dalam jangka panjang, papar Ardini, akan menyebabkan terjadinya gangguan postur tubuh, nyeri yang bersifat kronis, serta stress dan gangguan mental.
Jika tidak ditangani secara serius, menurut Rima Melati, akan berdampak pada perekonomian melalui peningkatan biaya kesehatan dan menurunkan produktivitas. Semuanya pada gilirannya akan merugikan negara. Untuk soal biaya, urai Rima, ada yang langsung dan tidak langsung.
“Untuk yang langsung, misalnya, biaya pengobatan naik 20%-30% lebih tinggi. Sementara, yang tidak langsung adalah produktivitas pekerja akan turun 15%-20%, dan ketidakhadiran rata-rata bisa 5-10 hari per tahun,” paparnya.
Ia juga mengutip hasil studi di Amerika Serikat yang menyebutkan biaya langsung bisa mencapai US$20 miliar per tahun, dan yang tidak langsung bahkan lebih tinggi, yakni US$100 miliar per tahun.
Lanjut Rima, di Uni Eropa, dari berbagai kasus penyakit yang terjadi di sana, ternyata 40%-50% di antaranya terkait dengan dunia kerja.
“Kerugian yang ditimbulkan akibat berbagai penyakit tersebut diperkirakan mencapai 2%-3% dari Produk Domestik Bruto Uni Eropa,” urainya.
Jadi, simpul Rima, Office syndrome adalah tantangan yang nyata di dunia kerja modern yang mempengaruhi kesehatan dan produktivitas pekerja. Maka, sebelum itu terjadi, penting itu bagi seluruh institusi dan pekerjanya untuk melakukan berbagai langkah pencegahan.
Selain health talk soal office syndrome, sehari sebelumnya Fakultas Kedokteran juga menyelenggarakan lomba Balita Sehat di kampus Fakultas Kedokteran di Jl. Taman Golf Timur 1 No. 100, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi.
Ada sekitar 100 anak usia 6 bulan hingga 5 tahun ikut serta dalam lomba ini. Menurut Prof. Budi, lomba ini merupakan salah satu bentuk dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran, Presuniv.
“Para dosen dan mahasiswa terlibat semua dalam pelaksanaan lomba ini,” tegas dia.
Katanya lagi, melalui lomba ini, para mahasiswa berinteraksi langsung dengan orang tua dan anak-anaknya. Interaksi semacam ini akan membangun rasa kemanusian dan kemampuan berempati mahasiswa terhadap orang tua dan anak-anaknya.
“Ini menjadi proses pembelajaran yang penting bagi mahasiswa,” tegas Prof. Budi.
Pada lomba tersebut, selain dilakukan pengecekan terhadap kesehatan anak, Fakultas Kedokteran, Presuniv, juga memberikan seminar untuk orang tua. Seminar membahas berbagai informasi, seperti pentingnya vaksinasi, dampak kurangnya vitamin pada wanita dan ibu hamil, dan juga berbagai permasalahan yang sering dialami oleh orangtua dan tips untuk mengatasinya.
Tag: #memahami #dampak #ekonomi #dari #office #syndrome #kesehatan #kerja #sebagai #investasi #fakultas #kedokteran #presuniv