Puasa dan Pantang Menjadi Tradisi Umat Kristiani dalam Merayakan Jumat Agung
Ilustrasi Yesus disalib. (Freepik/kjpargeter)
15:03
29 Maret 2024

Puasa dan Pantang Menjadi Tradisi Umat Kristiani dalam Merayakan Jumat Agung

- Umat Kristiani merayakan Jumat Agung yang jatuh pada hari Jumat sebelum Paskah. Tahun ini Jumat Agung dirayakan pada 29 Maret 2024. Sebuah peristiwa yang penting bagi umat Kristiani yang secara tahunan mengenang Penyaliban Yesus Kristus, Kematian Yesus di kayu salib dan Pemakaman Yesus.

Hari ini dianggap sebagai salah satu momen paling penting dalam kalender liturgis umat Kristen, diberi predikat 'Agung' karena dianggap sebagai puncak pelayanan Yesus di dunia.

Dikutip dari imankatolik.or.id, meskipun dalam kalender Yahudi untuk merayakan puncak pelayanan Yesus jatuh pada hari Kamis, umat Kristen merayakannya pada hari Jumat karena tradisi Sabat umat Kristen jatuh pada hari Minggu.

Hari kematian Yesus ini dihitung tiga hari sebelum Sabat, sesuai dengan periode di mana Yesus dikuburkan. Dalam Alkitab, kisah penyaliban Yesus disampaikan dalam keempat Injil. Ini meliputi Perjamuan Terakhir, pengkhianatan Yudas Iskariot, doa Yesus di taman Getsemani, penangkapan Yesus, penyangkalan Petrus terhadap Yesus tiga kali, pengadilan Yesus oleh Mahkamah Agama, dan konfrontasi Yesus dengan Pontius Pilatus dan kemudian Herodes.

Cerita ini kemudian melanjutkan dengan kebangkitan Yesus, penampakan Yesus kepada murid-muridnya dan orang banyak, serta kenaikan Yesus ke surga.

Sejak zaman awal Kekristenan, Jumat Agung dihargai sebagai waktu refleksi yang sarat dengan kesedihan, pemulihan dari dosa, dan praktik puasa. Ini tercermin dalam istilah Jerman "Karfreitag".

Liturgis dalam Perayaan Jumat Agung

Dikutip dari ctsbooks.org, Jumat (29/3), fokus utama perayaan Jumat Agung adalah liturgi yang mengenang penderitaan dan kematian Kristus, biasanya diselenggarakan pada sore hari sekitar pukul 15.00 - saat yang diyakini sebagai waktu terjadinya sengsara Kristus.

Liturgi dimulai dengan imam dan diakon bersujud sepenuhnya, dalam kesunyian, di tempat yang kudus, sementara seluruh jemaat juga berlutut. Ini menunjukkan sikap tunduk dan rendah hati kepada Allah, yang menanggung dosa kita dan mati bagi kita dalam penderitaan.

Sebuah salib dibawa ke depan dengan khidmat untuk penghormatan, sering kali dengan menciumnya, sebagai pengingat yang kuat tentang makna Salib bagi umat Kristen.

Kisah sengsara Kristus kemudian dibacakan dari kitab suci, dan akhirnya Komuni Kudus dibagikan. Misa tidak diadakan pada hari Jumat Agung, dan setelah Misa Perjamuan Terakhir, gereja didiami dalam kesunyian.

Liturgi Jumat Agung dicirikan oleh suasana kekhidmatan yang tidak biasa di hari-hari lain dalam tahun liturgi. Setelah Komuni Kudus dan pemberkatan terakhir, semua orang meninggalkan gereja dalam keheningan.

Tidak ada himne penutup, dan organ tidak dimainkan saat meninggalkan gereja. Selama liturgi, tidak ada bunyi lonceng, hanya suara genta kayu yang merdu. Tidak ada bunga di altar, dan Tabernakel kosong karena Sakramen Mahakudus dipindahkan ke altar samping.

Semua aspek dari perayaan Jumat Agung bertujuan untuk menekankan bahwa hari itu adalah waktu di mana Yesus Kristus wafat di Golgota setelah menderita selama beberapa jam.

Puasa dan Pantang dalam Perayaan Jumat Agung

Menurut ketentuan Konferensi para Uskup, disarankan untuk melakukan pantang makan daging atau makanan lain setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali jika hari Jumat jatuh pada salah satu hari yang dianggap hari raya.

Selain itu, disarankan untuk berpuasa dan berpantang pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung, sebagai peringatan atas Sengsara dan Wafat Tuhan Yesus Kristus.

Aturan pantang berlaku bagi mereka yang berusia genap empat belas tahun, sementara aturan puasa berlaku bagi semua orang dewasa hingga awal enam puluh tahun.

Namun, para gembala jiwa dan orangtua diminta untuk membimbing mereka yang belum wajib berpuasa dan berpantang karena usia untuk menuju kepada pertobatan yang sejati.

Sebagai orang Katolik, kewajiban berpuasa berlaku pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Selama masa Prapaskah, kewajiban berpuasa hanya berlangsung selama dua hari.

Orang yang berpuasa hanya makan sekali dalam sehari. Bagi mereka yang biasanya makan tiga kali sehari, mereka dapat memilih pola makan kenyang hanya sekali, dengan dua kali makan yang tidak sampai kenyang, atau dua kali makan yang tidak sampai kenyang diikuti dengan satu kali makan yang kenyang.

Selain itu, orang Katolik juga diwajibkan untuk berpantang pada hari Rabu Abu dan setiap hari Jumat hingga Jumat Suci, selama masa Prapaskah. Ini berarti pantang dari daging, rokok, garam, gula, serta segala jenis makanan manis seperti permen, serta hiburan seperti radio, televisi, bioskop, atau film.

Meskipun kewajiban puasa dan pantang tersebut ringan, sesuai semangat pertobatan, umat Katolik dianjurkan untuk menetapkan cara berpuasa dan berpantang yang lebih berat secara pribadi, dalam keluarga, atau kelompok. Namun, penetapan ini tidak diikat dengan sanksi dosa karena dilakukan di luar kewajiban Gereja.

“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” (Matius 6:16).

Selamat merayakan Jumat Agung 2024! Mari kita memperingati pengorbanan Yesus. Bukan hanya tentang mengingat, tetapi juga untuk bersyukur atas pengampunan dan kasih-Nya yang luar biasa kepada kita.

Editor: Edy Pramana

Tag:  #puasa #pantang #menjadi #tradisi #umat #kristiani #dalam #merayakan #jumat #agung

KOMENTAR