6 Puisi Tema Kemerdekaan untuk Lomba 17 Agustus, Cocok untuk Dibaca di Malam Tirakatan
Ilustrasi HUT Kemerdekaan RI 
13:15
16 Agustus 2024

6 Puisi Tema Kemerdekaan untuk Lomba 17 Agustus, Cocok untuk Dibaca di Malam Tirakatan

Setiap tanggal 17 Agustus diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia.

Di tahun ini, Indonesia telah berusia ke-79 tahun.

Momentum bersejarah ini dirayakan meriah dengan berbagai lomba.

Salah satu lomba yang dapat membangkitkan semangat juang dan mengajarkan nilai-nilai nasionalisme adalah lomba baca puisi.

Berikut 6 puisi karya sastrawan Indonesia bertema kemerdekaan.

1. W.S. Rendra - Gerilya

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
Terkecap pahitnya tembakau
Bendungan keluh dan bencana

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Dengan tujuh lubang pelor
Diketuk gerbang langit
Dan menyala mentari muda

Melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
Dengan sayur-mayur di punggung
Melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
Dan duka daun wortel

Tubuh biru
Tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Orang-orang kampung mengenalnya
Anak janda berambut ombak
Ditimba air bergantang-gantang

Disiram atas tubuhnya
Tubuh biru tatapan mata biru
Lelaki berguling di jalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
Berlindung warna malam
Sendiri masuk kota
Ingin ikut ngubur ibunya

2. Sapardi Djoko Damono - Hari Kemerdekaan

Akhirnya tak terlawan olehku
Tumpah di mataku, di mata sahabat-sahabatku
Ke hati kita semua
Bendera-bendera dan bendera-bendera

Bendera kebangsaanku
Aku menyerah kepada kebanggaan lembut
Tergenggam satu hal dan kukenal
Tanah di mana ku berpijak berderak
Awan bertebaran saling memburu
Angin meniupkan kehangatan bertanah air
Semat getir yang menikam berkali

Makin samar
Mencapai puncak ke pecahnya bunga api
Pecahnya kehidupan kegirangan
Menjelang subuh aku sendiri
Jauh dari tumpahan keriangan di lembah
Memandangi tepian laut

Tetapi aku menggenggam yang lebih berharga
Dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
Makin bercahaya makin bercahaya
Dan fajar mulai kemerahan

3. Chairil Anwar - Persetujuan dengan Bung Karno

Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mula tanggal 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

Sudah dulu lagi terjadi begini
Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil
Jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini
Aku tidak tahu tanggal serta alasan lagi

Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang penghabisan

Yang akan terima pusaka: kedamaian antara runtuhan menara
Sudah dulu lagi, sudah dulu lagi
Jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil.

4. Joko Pinurbo - Ziarah Udin

Kemerdekaan itu, Udin, harta cinta
Yang harus kautebus dengan kematianmu.
Kemerdekaan itu rubrik rindu yang mewartakan kabar baik darimu.
Kemerdekaan itu kami yang berdiri di sekelilingmu untuk memandang matamu yang bersih dan berani.

Kematian tak memisahkan kau dengan kami, para pewarta yang menyalakan kata di lorong-lorong yang tak terjangkau cahaya.
Kematianmu telah membuka pintu yang terkunci oleh tirani, oleh gentar dan takut kami.

Menulislah terus, Udin, menulislah
Di kolom sunyi di relung hari dan hati kami.
Menulislah di sela lelah dan gundah kami.

Kematian tak memisahkan kau dengan kami.
Sebab pada tinta yang melumuri tangan kami masih menyala merahmu, masih tercium darahmu.

5. Wiji Thukul - Sukmaku Merdeka

Tidak tergantung kepada Departemen Tenaga Kerja
Semakin hari semakin nyata nasib di tanganku
Tidak diubah oleh siapapun
Tidak juga akan diubah oleh Tuhan Pemilik Surga

Apakah ini menyakitkan? Entahlah!
Aku tak menyumpahi rahim ibuku lagi
Sebab pasti malam tidak akan berubah menjadi pagi
Hanya dengan memaki-maki

Waktu yang diisi keluh akan berisi keluh
Waktu yang berkeringat karena kerja akan melahirkan
Serdadu-serdadu kebijaksanaan
Biar perang meletus kapan saja

Itu bukan apa-apa
Masalah nomer satu adalah hari ini
Jangan mati sebelum dimampus takdir
Sebelum malam mengucap selamat malam
Sebelum kubur mengucapkan selamat datang
Aku mengucap kepada hidup yang jelata

M E R D E K A ! 

6. Taufiq Ismaill - Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini 

Tidak ada pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga

Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran

“Duli Tuanku ?”

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh

Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka

Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.

(mg/Septiana Ayu Prasiska)

Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)

Editor: Whiesa Daniswara

Tag:  #puisi #tema #kemerdekaan #untuk #lomba #agustus #cocok #untuk #dibaca #malam #tirakatan

KOMENTAR