Tinggal di Singapura Sejak 2012, Paulus Tannos Ternyata Berstatus Permanent Residence saat Ditangkap
Tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Paulus Tannos ditangkap setelah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap. 
08:55
25 Januari 2025

Tinggal di Singapura Sejak 2012, Paulus Tannos Ternyata Berstatus Permanent Residence saat Ditangkap

- Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi megaproyek KTP elektronik, Paulus Tannos berhasil ditangkap.

Paulus Tannos yang terjerat perkara korupsi dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun ini ditangkap oleh otoritas Singapura di Bandar Udara Internasional Changi Singapura.

"(Ditangkap, red) di Changi," kata seorang sumber, Jumat (24/1/2025).

Menurut sumber, Paulus Tannos baru saja mendarat di Changi sehabis bepergian dari luar Singapura. 

Ihwal penangkapan Paulus Tannos di Singapura juga dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK

"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan," kata Fitroh.

Sudah Berstatus Permanent Residence

Paulus Tannos ditangkap setelah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.

Paulus tinggal di Singapura bersama dengan keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

Ia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip surat izin mengemudi (SIM).

Proses Ekstradisi

Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) kemudian menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos.  

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri terutama Interpol.

Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu.  

"Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.

Menurut politikus Partai Gerindra itu, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu.  

Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura

"Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya. Karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura. Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses," ujar Supratman.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto berharap proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar. 

Sehingga buronan kasus korupsi e-KTP yang baru-baru ini tertangkap di Singapura itu bisa segera dibawa ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.

"Ya minta doanya mudah-mudahan semuanya prosesnya lancar," kata Setyo.

Sayangnya Setyo tidak bisa mengungkap proses penangkapan Paulus Tannos.  

Sebab yang menangkap Paulus Tannos adalah aparat penegak hukum di Singapura, atas permintaan KPK.

"Kalau itu kan dari sana nanti yang akan menindaklanjuti. Kami hanya banyak melakukan koordinasi, ya kemudian nanti menunggu proses berikutnya. Mudah-mudahan semuanya lancar," kata Setyo.

Komisaris jenderal polisi itu juga bilang bahwa perubahan kewarganegaraan Paulus Tannos yang semula Indonesia jadi Afrika Selatan tidak mengganggu proses ekstradisi dan penangkapan.

"Enggak saya kira. Mudah-mudahan semuanya lancar," ujar Setyo.

Terpisah, Kejaksaan Agung membenarkan bahwa pihaknya saat ini tengah berkoordinasi ketat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memulangkan buronan kasus korupsi KTP Elektronik (E-ktp) Paulus Tannos dari Singapura ke Indonesia.  

Kini dia sedang ditahan di 'Negeri Singa' itu sembari menunggu proses ekstradisi.

"Iya, sejauh ini koordinasi intensif," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar.

Hanya saja kata Harli, terkait pemulangan Tannos ke tanah air, Kejagung masih menunggu tindak lanjut dari KPK lantaran lembaga antirasuah itu yang menangani perkara Tannos.

Kejagung kata Harli menunggu apa saja yang diperlukan oleh KPK sebelum nantinya pihaknya mengambil langkah untuk membantu lakukan ekstradisi terhadap Tannos.

"Yang menangani perkara ini kan KPK, jadi inisiatif koordinasinya kan harus dari KPK apa kebutuhannya," pungkas Harli.

Peran Paulus Tannos

Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP diketahui cukup banyak, salah satunya melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang, mengatakan Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.

"Padahal HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang," kata Saut.

Paulus, Husmi, dan Isnu kemudian melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

Di antaranya, standard operasional prosedur (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

Pihak yang menetapkan HPS adalah Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Tersangka PLS (Paulus) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka ISE untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar lima persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri," kata Saut.

Pembagian Fee

Lewat skema pembagian fee, PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui adiknya Asmin Aulia sebesar lima persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh.

Kemudian, PT Quadra Solution bertugas memberikan fee kepada eks Ketua DPR Setya Novanto sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

Di sisi lain, Perum PNRI memiliki tugas untuk memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar lima persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

Saut menjelaskan, keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10 persen.

Setya Novanto dan politikus Golkar, Chairuman Harahap, kemudian menagih komitmen fee yang sudah dijanjikan sebesar lima persen dari nilai proyek.

Atas penagihan tersebut, Andi Agustinus dan Paulus berjanji untuk segera memberikan fee setelah mendapatkan uang muka dari Kemendagri. Namun, Kemendagri tidak memberikan modal kerja.

Hal ini mendorong Paulus, Andi Agustinus, dan Johannes Marliem selaku penyedia sistem AFIS L-1 bertemu dengan Setya Novanto.

Setya Novanto kemudian memperkenalkan orang dekatnya, yaitu Made Oka Masagung yang akan membantu permodalannya.

Sebagai kompensasinya dalam kesempatan itu, juga disepakati fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto melalui Made Oka.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek KTP elektronik ini," ujar Saut. (Tribun Network/fah/ham/wly)

Editor: Dewi Agustina

Tag:  #tinggal #singapura #sejak #2012 #paulus #tannos #ternyata #berstatus #permanent #residence #saat #ditangkap

KOMENTAR