Psikolog Forensik Pertanyakan Hasil Kerja Timsus Bentukan Polri Terkait Kasus Vina Cirebon
Reza Indragiri membandingkan dengan kasus yang menimpa mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Brigadir Josua tewas ditembak pada 8-7-2022. Kapolri mengumumkan pembentukan tim investigasi pada 12-7-2022. Lalu, berkas perkara diterima Kejagung pada 19-8-2022 dan disampaikan pada rapat DPR pada 24-8-2022.
"Jadi, seandainya Timsus untuk menginvestigasi peristiwa Cirebon resmi dibentuk pada awal Juli 2024, maka--mengacu lini masa Ferdy Sambo--pada pekan kedua Agustus ini semestinya setidaknya sudah ada pengumuman resmi tentang ada tidaknya pembunuhan dan ada tidaknya pemerkosaan terkait kematian Eky dan Vina," kata Reza dalam keterangannya, Sabtu (10/8/2024).
Reza mengingatkan kasus Ferdy Sambo meletup pada 8 Juli 2022. Ferdy Sambo kemudian dipecat dalam sidang Komisi Kode Etik Polri pada 26 Agustus 2022.
Sebelumnya, Ferdy Sambo dinonaktifkan pada 18-7-2022. Penonaktifan dilakukan guna menjaga transparansi pengungkapan kasus.
"Sementara terhadap Iptu Rudiana, Mabes Polri tak kunjung menonaktifkan yang bersangkutan. Bahkan tampaknya ia tetap menjabat sebagai Kapolsek. Semakin parah, tanggal 19-6-2024 lalu Mabes Polri mengumumkan Iptu Rudiana tidak melanggar etik," beber Reza.
Reza mengingatkan kembali betapa pentingnya dibuka bukti komunikasi elektronik atau ekstraksi data gawai Vina, Eky, dan delapan tersangka (sekarang berstatus terpidana).
Kini, lanjut dia, tersebar dokumen yang disebut berisi ekstraksi data dimaksud. Isinya, terutama adalah pada jam 22.14.10 ada komunikasi antara Vina dengan kedua temannya.
"Bukti itu, sekiranya otentik, nyata-nyata mematahkan narasi bahwa Eky dan Vina dianiaya, diperkosa massal, dibunuh secara terencana, dan jasad mereka dipindah-pindah ke sejumlah lokasi, yang semua itu dilakukan oleh delapan terpidana plus tiga DPO," kata dia.
Mabes Polri perlu menjawab dua hal. Pertama, apakah bukti ekstraksi data itu adalah benar? Jika ya, kedua, mengapa Polda Jabar tidak membawa bukti penting itu ke dalam berkas bukti di persidangan 2016?
Sikap Polda Jabar itu terindikasi sama dengan temuan bahwa, dalam banyak kasus salah pemidanaan, penyidik secara sengaja menutup-nutupi bukti yang dapat meringankan bahkan membebaskan terdakwa.
Sayangnya, para terpidana tidak mempunya akses untuk memperoleh bukti ekstraksi data gawai tersebut.
Reza mengatakan Kapolri seharusnya mengeluarkan perintah khusus kepada Propam, Itwasum, Bareskrim, Puslabfor, dan Divisi Hukum Mabes Polri segera pastikan validitas bukti komunikasi elektronik dimaksud.
Ekstraksi data itu kemudian dijadikan sebagai novum guna menggerakkan mekanisme peninjauan kembali.
Delapan tahun hidup para terpidana tersia-siakan. Delapan tahun argo dosa bergerak kencang.
"Sekaranglah waktunya, selekasnya, Polri melakukan langkah koreksi dengan melayani, melindungi, dan mengayomi kedelapan WNI tersebut. Plus, tegakkan hukum dengan dengan target membebas-murnikan delapan orang yang tak bersalah itu," kata Reza.
Bukti Chat Kasus Vina Diduga RekayasaReza Indragiri sebelumnya menduga bukti chat di ponsel milik terpidana kasus Vina, Hadi Saputra, hasil rekayasa.
Sebab, chat di ponsel Hadi yang dijadikan bukti oleh pihak kepolisian itu tidak didukung ekstraksi data lengkap.
"Isi halaman 65 yang menyebut bahwa seolah ada SMS antara Saka Tatal dengan Sudirman, itu tidak didukung oleh bukti ekstraksi data," kata Reza, dikutip dari tayangan YouTube Official iNews, Rabu (7/8/2024).
Menurut Reza, yang diekstraksi polisi hanya percakapan antara Hadi Saputra dengan kekasihnya.
Padahal, komunikasi sepasang kekasih itu hanya membahas perihal rencana pernikahan mereka.
Reza melanjutkan, tidak ada dalam komunikasi tersebut membahas soal rencana pembunuhan.
"Yang ada dalam bukti ekstraksi data digital adalah komunikasi antara Hadi dengan pacarnya."
"Yang sebenarnya sama sekali tidak bicara tentang pembunuhan atau rencana pembunuhan apapun," jelas Reza.
Selain itu, kata Reza, tidak ada nomor terpidana kasus Vina lainnya, seperti Sudirman dan Saka Tatal, di ponsel Hadi.
Oleh karena itu, Reza menduga kuat, bukti chat terpidana di kasus Vina merupakan hasil rekayasa.
"Berarti kuat dugaan saya, isi halaman 65 tentang konon SMS antara Sudirman dengan Saka Tatal adalah informasi rekaan belaka."
"Yang diperoleh barangkali dengan cara intimidasi kah itu, iming-iming kah itu, tipu muslihat kah itu. Intinya isi halaman 65 adalah mengandalkan pada keterangan," urainya.
Reza pun menyayangkan bukti chat tersebut digunakan oleh hakim untuk menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada para terpidana kasus Vina.
Ditambah, hakim menyatakan para terpidana melakukan pembunuhan berencana terhadap Vina dan Eky pada 2016 silam.
"Sayang beribu sayang, isi halaman 65 tentang konon SMS tersebut itulah yang dijadikan pertimbangan oleh hakim untuk memutus benar sudah terjadi pembunuhan berencana," terangnya.
Reza berpendapat, seharusnya Polda Jabar mengekstraksi seluruh ponsel terpidana.
Termasuk ponsel kedua korban, Vina dan Eky.
Bukan hanya mengekstraksi ponsel Hadi yang kemudian dijadikan alat bukti hingga menjadi pertimbangan putusan hakim.
"Padahal tidak ada bukti komunikasi elektroniknya. Tidak semata-mata handphone, Hadi dan pacarnya yang semestinya diekstrak oleh Polda Jabar."
"Tapi seluruh gawai para tersangka, ditambah lagi dengan gawai kedua korban juga harus dapat perlakuan yang sama, diekstrak," paparnya.
Jika itu dilakukan, maka akan diperoleh informasi detail terkait kematian Vina dan Eky, delapan tahun silam.
"Sehingga kita peroleh informasi serinci-rincinya tentang siapa, dengan siapa, berkomunikasi tentang apa pada jam menit detik ke berapa," pungkas Reza.
Tag: #psikolog #forensik #pertanyakan #hasil #kerja #timsus #bentukan #polri #terkait #kasus #vina #cirebon