Eksepsi Tak Diterima, Sidang 2 Terdakwa Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Lanjut Pemeriksaan
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatra Bagian Utara 2016-Juli 2017, Nur Setiawan Sidik dan Beneficial Owner PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo selaku terdakwa dalam sidang putusan sela kasus dugaan korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/8/2024). 
00:43
8 Agustus 2024

Eksepsi Tak Diterima, Sidang 2 Terdakwa Korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Lanjut Pemeriksaan

- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan tidak dapat menerima nota keberatan atau eksepsi dua terdakwa kasus dugaan korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa.

Kedua terdakwa tersebut adalah Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatra Bagian Utara 2016-Juli 2017, Nur Setiawan Sidik dan Beneficial Owner PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo.

Mereka merupakan dua dari tujuh terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Jalur Kereta Api Besitang-Langsa.

Kelima terdakwa lainnya yakni Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatra Bagian Utara Juli 2017-Juli 2018, Amana Gappa; Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan dan Beneficial Owner dari PT Tiga Putra Mandiri Jaya; mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan; mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa, Halim Hartono; dan mantan Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara; Rieki Meidi Yuwana.

Tak diterimanya eksepsi terdakwa Nur Sidik dan Freddy ini dibacakan Majelis Hakim dalam sidang putusan sela, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2024).

"Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi penasihat hukum terdakwa dinyatakan tidak dapat diterima," ujar Hakim Ketua, Djuyamto.

Eksepsi tidak dapat diterima apabila nota pembelaan kedua terdakwa mengandung cacat formil.

Menurut Majelis Hakim, perkara ini berhak untuk diproses di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Selain itu, Majelis juga menilai bahwa dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum telah memenuhi persyaratan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Menimbang oleh karena surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi syarat materiil dan formil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP, maka nota keberatan yang diajukan penasihat hukum terdakwa harus dinyatakan tidak dapat diterima," ujar Hakim Djuyamto.

Karena pertimbangan tersebut, Majelis memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung untuk melanjutkan perkara dengan agenda pembuktian materiil.

"Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara," kata Hakim Djuyamto.

Pembuktian materiil akan dimulai pada pekan depan, Rabu (14/7/2024).

Dalam hal ini, jaksa penuntut umum akan menghadirkan saksi-saksi untuk membuktikan dakwaannya.

"Untuk pemeriksaan tentu kita untuk terdakwa lainnya.
direncanakan bagaimana? tanya Hakim Ketua, Djuyamto.

"Untuk sementara Hari Rabu, Yang Mulia," jawab jaksa penuntut umum.

"Nanti kita ketemu lagi Hari Rabu tanggal 14 (Agustus 2024)," kata Hakim Djuyamto.

Menurut jaksa penuntut umum, dalam perkara ini ada 108 saksi yang sebelumnya diperiksa pada tahap penyidikan.

Namun untuk persidangan, tidak semuanya dihadirkan oleh jaksa penuntut umum.

"Untuk saksi di dalam berkas perkara ada 108, Yang Mulia. Tapi nanti kita pilih-pilih lagi," ujar jaksa.

Untuk informasi, dalam perkara ini para terdakwa dijerat atas perbuatannya memecah proyek pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa di Wilayah Sumatera Bagian Utara pada periode 2016 sampai Juli 2017.

Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai di bawah Rp 100 miliar. Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai lebih Rp1,3 triliun.

Pekerja saat melakukan pemasangan wesel di perlintasan kereta api kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (25/11/2019). Pemasangan wesel tersebut guna melancarkan perpindahan kereta api dari jalur yang satu ke jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang runcing. (TRIBUNNEWS/Jeprima) Pekerja saat melakukan pemasangan wesel di perlintasan kereta api kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (25/11/2019). Pemasangan wesel tersebut guna melancarkan perpindahan kereta api dari jalur yang satu ke jalur yang lain dengan menggeser bagian rel yang runcing. (TRIBUNNEWS/Jeprima) (Tribunnews/JEPRIMA)

Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.

"Dengan tujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks dan memerintahkan Rieki Meidi Yuwana untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi," kata jaksa.

Akibat perbuatan para terdakwa, negara disebut-sebut mengalami kerugian negara mencapai lebih Rp1,15 triliun.

Nilai kerugian negara itu merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan."

Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #eksepsi #diterima #sidang #terdakwa #korupsi #jalur #kereta #besitang #langsa #lanjut #pemeriksaan

KOMENTAR