3 Perkataan Keluarga dan Terpidana Kecewa PK Ditolak MA, Pindah Negara hingga Mati di Penjara
Seperti diberitakan, MA melalui Majelis Hakim Burhan Dahlan menolak permohonan PK yang diajukan oleh tujuh terpidana seumur hidup pada Senin (16/12/2024).
Buntut dari penolakan tersebut, keluarga para terpidana merasa kecewa.
Suasana persidangan juga penuh emosi.
Dimulai dari pengacara terpidana, Titin Prialianti, yang mendadak pingsan saat mengikuti nonton bareng putusan PK di sebuah hotel di Cirebon, Jawa Barat.
Dalam momen tersebut, suara tangis dan harapan dari keluarga terpidana menggema di ruangan, menyeruak keharuan yang mendalam.
Berikut kumpulan pernyataan dari keluarga terpidana kasus Vina yang kecewa terhadap putusan MA:
1. Gimana Adik Saya di Dalam Sana?
Dalam putusan yang disampaikan melalui siaran pers resmi, Jurus Bicara MA, Yanto, mengumumkan penolakan tersebut.
Ketika kalimat penolakan dibacakan, tangis pecah di ruang tersebut.
Asep Kusnadi, ayah dari terpidana Rivaldi Aditya, terlihat sangat terpukul.
Ia memegang kepala sambil menggelengkan kepala, meneteskan air mata di pipinya yang keriput.
Begitu pun kakak Supriyanto, Aminah.
"Ya Allah, gimana adik saya di dalam sana?" ujar Aminah, kakak Supriyanto, sambil terisak histeris.
2. Sudah Tidak Percaya Lagi
Asep mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem hukum.
"Saya sudah tidak percaya lagi sama kalian. Kalian itu kejam, jahat. Tidak ada keadilan di negeri ini," ucap Asep dengan suara bergetar.
Ia bahkan mempertanyakan apakah harus pindah negara karena merasa putus asa dengan keadaan.
Tujuh terpidana yang mengajukan PK adalah Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya, Eka Sandy Hadi Saputra, Jaya Sudirman, dan Supriyanto.
Mereka berusaha membongkar dugaan rekayasa kasus yang menghantui perkara pembunuhan Vina dan Eki pada 2016.
Namun, langkah hukum tersebut tidak membuahkan hasil.
"Kami hanya ingin keadilan, bukan penghakiman tanpa dasar. Tapi tampaknya itu terlalu mahal untuk kami," jelas Asep sambil menatap kosong ke layar besar yang kini mati.
3. Pilih Mati di Penjara
Kuasa hukum tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon, Jutek Bongso, mengatakan kliennya menolak mengajukan grasi atau pengampunan dari Presiden Prabowo Subianto setelah upaya PK yang mereka ajukan ditolak MA.
Jutek menjelaskan, sejatinya ia selaku tim penasihat hukum telah menawarkan beberapa cara kepada kliennya untuk menempuh langkah hukum lanjutan setelah MA menolak PK mereka, satu di antaranya grasi.
Jutek mengatakan hal itu ditawarkan secara langsung kepada kliennya saat menyambangi Lapas Kesambi Cirebon tempat para terpidana menjalani masa tahanan.
"Dua kali saya bertanya kepada para terpidana tadi di dalam Lapas bersama tim 20 orang, sampai dua kali saya sendiri bertanya 'yakin tidak mau mengambil langkah grasi'," kata Jutek menirukan ucapan para terpidana saat dihubungi Tribunnews.com, Senin.
Kata Jutek, alasan kliennya menolak mengajukan grasi lantaran mereka enggan jika harus diminta mengakui telah menjadi pelaku pembunuhan terhadap Vina dan kekasihnya Muhammad Rizky alias Eky.
Pasalnya, satu syarat untuk mengajukan grasi, terpidana harus mengakui perbuatannya sehingga pengampunan presiden bisa diberikan.
Bahkan kata Jutek, para terpidana itu sampai bersedia mati dipenjara ketimbang mengakui telah membunuh sejoli tersebut.
"Mereka tidak mau melakukan langkah grasi, kenapa? Karena salah satu syarat grasi kan harus mengakui apa yang mereka perbuat," ujar Jutek.
"Kata mereka 'Kalau kami harus mengakui atas perbuatan pembunuhan itu padahal kami tidak melakukan, lebih bagus kami mati dan mendekam terus di penjara sampai mati, dan membusuk'. Mereka tidak mau (ajukan grasi)," sambungnya.
Susno Duadji Kaget
Mantan Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol. (Purn) Susno Duadji, buka suara setelah permohonan PK tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina di Cirebon ditolak MA.
Putusan MA yang menolak PK tujuh terpidana itu, membuat mereka tetap dihukum penjara seumur hidup.
Sebenarnya, ada delapan orang yang diadili dalam kasus Vina itu, tapi satu orang di antaranya telah bebas dari hukuman 8 tahun penjara, yakni Saka Tatal.
Namun, PK Saka Tatal diketahui juga ditolak oleh MA.
Mengenai hal itu, Susno tak menyangka permohonan PK terpidana Vina tersebut akan ditolak oleh MA.
Dia mengaku kaget, tapi kemudian menyadari lagi, putusan itu bukanlah putusan Tuhan, melainkan manusia.
"Saya mengikuti tadi penjelasan dari Humas Mahkamah Agung bahwa ke-8 terpidana itu dalam berbagai berkas ditolak (PK)."
"Jantung saya rasanya sudah mau putus, kaget, tapi untunglah saya sadarkan lagi, ini putusan manusia bukan putusan Tuhan atau malaikat, ya wajar, tapi saya kaget," ungkapnya di YouTube Susno Duadji, dikutip Tribunnews pada Selasa (17/12/2024).
Susno mengatakan, ia dari awal sudah mengikuti perkembangan kasus Vina Cirebon ini hingga dilakukan peninjauan kembali karena banyaknya permintaan dari masyarakat.
Lalu, kesimpulan dari peninjauan kembali itu, kata Susno, semua sama, yakni kasus Vina bukanlah perkara pembunuhan, tapi perkara kecelakaan lalu lintas tunggal.
Hal tersebut, kata Susno, dibuktikan dengan keterangan saksi hingga bukti-bukti dari forensik.
"Kemudian saya ikuti perkembangannya, dari awal kasus ini kan menghebohkan dan masyarakat hukum, publik, beramai-ramai minta perkara ini ditinjau ulang, yaitu melalui peninjauan kembali."
"Kesimpulan dari semua peninjauan kembali itu sama semua, yaitu perkara ini bukan perkara pembunuhan, tapi kecelakaan lalu lintas tunggal, dijelaskan oleh saksi, alat bukti elektronik, dijelaskan oleh segala macam pembuktian forensik, sudah lengkap sekali," jelasnya.
Jadi, menurut Susno, seharusnya terpidana kasus Vina bisa bebas karena perkara tersebut merupakan perkara kecelakaan lalu lintas, bukan pembunuhan.
Namun, putusan MA yang menolak PK terpidana kasus Vina tersebut seolah membalikkan semua fakta itu.
"Sehingga, karena ini kecelakaan lalu lintas tunggal, yang tidak lain bahwa ini bebas gitu, tetapi putusan hari ini membalikkan, menjungkirbalikkan anggapan itu," ujar Susno.
Oleh karenanya, Susno merasa aneh dengan putusan majelis hakim MA tersebut.
Kendati demikian, Susno mengingatkan masyarakat agar tetap menerima kenyataan yang ada, meskipun tidak sesuai harapan.
"Aneh gitu, aneh dan kaget, tapi kita tidak cukup dengan aneh dan kaget, kita pertama kagum kepada netizen, hormat kepada masyarakat hukum, terutama organisasi advokat yang telah bersukarela, bekerja untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan."
"Namun, finalnya, hasil perjuangan mereka dengan biaya dan lain sebagainya, ya inilah divonis oleh hakim bahwa ditolak (PK), ya harus diterima kenyataan, kenyataan pahit," katanya.
Alasan Hakim Tolak PK Terpidana Kasus Vina
Dalam konferensi pers, Hakim Agung Dr Yanto S.H M.H mengurai penjelasan terkait alasan MA menolak permohonan PK para terpidana kasus Vina Cirebon.
Diketahui, ada dua alasan yang diungkap Dr Yanto, yakni perihal aspek hukum dan barang bukti baru dari para terpidana.
"Tidak terdapat kekhilafan yudikatif dan yudikyuris dalam mengadili para terpidana dan bukti baru atau novum yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru, sebagaimana ditentukan dalam pasal 263 ayat 2 huruf A KUHP," ungkap Dr Yanto, dikutip dari siaran langsung Kompas TV.
Adapun, PK para terpidana itu terbagi dalam dua perkara.
Pertama teregister dengan nomor perkara: 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Perkara itu diadili oleh Ketua Majelis PK Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.
Sementara PK lima terpidana lainnya, yakni Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto, teregister dalam perkara nomor: 199/PK/PID/2024.
Majelis PK yang mengadili perkara ini diketuai oleh Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi dan Sigid Triyono.
Dengan adanya putusan ini, tujuh terpidana tetap dihukum penjara seumur hidup.
Sementara Saka Tatal yang dihukum 8 tahun penjara kini sudah bebas.
Diketahui, kasus pembunuhan Vina dan Eki ini terjadi pada 2016 silam dan ada delapan orang yang diadili dalam kasus ini.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Rifqah)
Tag: #perkataan #keluarga #terpidana #kecewa #ditolak #pindah #negara #hingga #mati #penjara