KPK Periksa Yasonna Rabu Besok terkait Kasus Harun Masiku, Kalau Mangkir Dijemput Paksa?
Yasonna yang juga seorang politikus PDIP rencananya akan memenuhi panggilan KPK pada Rabu (18/12/2024) besok.
"Ya terkait Saudara YSL [Yasonna Laoly] ini, yang bersangkutan yang meminta untuk dijadwalkan hari Rabu. Tentunya seyogyanya beliau akan hadir dijadwal yang sudah dimintakan tersebut," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (17/12/2024).
"Jadi tidak perlu ada konfirmasi lagi, nanti kita tunggu saja hari Rabu tanggal 18 Desember tahun 2024," lanjutnya.
Yasonna sebelumnya dipanggil ke Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (13/12/2024). Namun, ia tak memenuhi panggilan penyidik.
Tessa enggan mengonfirmasi lebih jauh apabila Yasonna kembali tidak hadir apakah akan dipanggil secara paksa.
"Ya saya pikir kita tidak perlu berasumsi terlalu jauh. Nanti pada saat hari Rabu ini, teman-teman bisa kembali menanyakan pertanyaan yang sama kepada saya kalau seandainya yang bersangkutan tidak hadir," ujar Tessa.
Tessa juga sebelumnya sempat memastikan bahwa pemanggilan terhadap Yasonna bukan penyidikan baru, melainkan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi Harun Masiku.
“Saudara YL [Yasonna Laoly] bukan pengembangan, masih dalam rangka penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara saudara Wahyu Setiawan, selaku anggota KPU periode tahun 2017 sama dengan 2022,” ucapnya.
Latar Belakang Perkara
Harun Masiku adalah eks caleg PDIP yang maju sebagai caleg dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I pada Pemilu 2024.
Di dapil tersebut, Masiku hanya memperoleh 5.878 suara dan menempati posisi kelima.
Perolehan suara tersebut jelas tidak dapat mengantarkan Masiku melenggang ke Senayan.
Pada saat itu, caleg dari PDIP dari dapil Sumsel I yang dinyatakan terpilih adalah Nazarudin Kiemas, tetapi ia meninggal 17 hari sebelum pemilu.
Karena alasan itulah PDIP perlu menyiapkan pengganti Nazarudin yang wafat sebagai wakil rakyat pengganti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengganti Nazarudin adalah caleg PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua dari partai dan dapil yang sama dengan caleg yang meninggal.
Mengacu pada aturan tersebut, pengganti Nazarudin adalah Riezky Aprilia.
Sayangnya, PDIP tidak menginginkan Riezky dan mengajukan nama Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin, walaupun tidak sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017.
PDIP melalui Donny Tri Istiqomah selaku kuasa hukum kemudian menggugat Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3/2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).
MA kemudian mengabulkan gugatan tersebut, sehingga pemilihan partai tidak lagi berdasarkan suara kedua terbanyak, namun ditentukan partai.
“Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang sudah meninggal tersebut,” ujar Wakil Ketua KPK waktu itu, Lili Pintauli Siregar.
KPK merilis informasi terbaru mengenai DPO eks caleg PDIP Harun Masiku. (ist)Uji materi yang diajukan PDIP memang dikabulkan MA. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menuruti permohonan ini dan berkukuh menetapkan Riezky sebagai pengganti Nazarudin.
Beberapa cara dilakukan PDIP supaya Masiku menjadi anggota DPR, salah satunya dengan mengirimkan fatwa ke MA.
Tak hanya itu, partai berlambang banteng moncong putih tersebut juga mengajukan surat penetapan caleg ke KPU.
Masiku sendiri juga berusaha dengan mengirimkan dokumen dan fatwa ke komisioner KPU waktu itu, Wahyu Setiawan.
Surat tersebut dikirimkan melalui staf Sekretariat DPP PDIP, Saeful, dan orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan anggota Bawaslu 2008–2012, Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu menerima dokumen dan fatwa milik Masiku dari Agustiani setelah mendapatkan berkas ini dari Saeful.
Kemudian, Wahyu menyanggupi proses penetapan Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Sebagai syaratnya, ia meminta uang sebesar Rp 900 juta agar Harun disahkan menjadi pengganti Nazarudin.
Permintaan yang disampaikan Wahyu kemudian disanggupi oleh Harun Masiku agar dirinya bisa menduduki kursi anggota dewan.
Awalnya, Harun mengirimkan uang sebesar Rp 850 juta kepada Wahyu melalui Saeful pada akhir Desember 2019.
Wahyu juga menerima duit sebesar Rp 200 juta pada pertengahan Desember 2019 dan Rp 400 juta pada akhir Desember 2019.
Uang sebesar Rp 200 juta dan Rp 400 juta diterima Wahyu melalui anggota Bawaslu kala itu, yakni Agustiani Tio Fridelina.
Meski Harun sudah menggelontorkan miliaran rupiah agar dirinya lolos sebagai anggota DPR, KPU tetap ngotot bahwa Riezky yang menjadi pengganti Nazarudin.
Wahyu kemudian menghubungi Donny, dan kembali menjanjikan akan berusaha supaya Harun dapat ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin melalui skema PAW.
Pada saat itu, Wahyu meminta sejumlah uang tambahan. Aksinya tersebut terhenti karena KPK segera mengendus tindakannya.
Wahyu kemudian diciduk KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 8 Januari 2020 sampai Kamis, 9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas.
Selain menangkap Wahyu, KPK juga mengamankan Saeful sekaligus Agustiani yang turut terlibat dalam kasus Harun Masiku.
Harun Masiku (Kolase Tribunnews)KPK menetapkan Harun sebagai tersangka pada Kamis, 9 Januari 2020, tetapi ia sama sekali tidak pernah di-OTT.
Pada saat itu, Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang menyatakan Masiku sudah terbang ke Singapura, Senin, 6 Januari 2020.
Kaburnya Masiku selang beberapa hari sebelum Wahyu dan tiga orang lainya di-OTT KPK.
Ali Fikri yang pada 2020 masih menjabat sebagai Plt. Juru Bicara KPK menampik, KPK kecolongan karena Masiku bisa kabur dari Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
“Kami tidak melihatnya dari sisi itu karena tentu ada pertimbangan-pertimbangan strategis dari penyidik,” kata Ali, Senin (13/1/2024).
KPK melakukan berbagai cara agar keberadaan Harun segera diketahui, salah satunya dengan meminta bantuan National Central Bureau Interpol.
Buntut kaburnya Masiku ke Singapura dan kesimpangsiuran mengenai keberadaan Masiku ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Ronny F Sompie dicopot oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly, Selasa, 28 Januari 2020.
Yasonna mengatakan, Masiku sebenarnya sudah tiba di Indonesia pada Selasa, 7 Januari 2020.
Kepergian dan kedatangan Masiku dari dan ke Indonesia bisa luput dari pengawasan Imigrasi karena terjadi delay time di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta.
Pada saat itu, terjadi gangguan perangkat teknologi informasi sehingga Imigrasi baru tahu jika Harun Masiku sudah tiba di Indonesia, satu hari sebelum Wahyu di-OTT.
Menurut Yasonna, gangguan tersebut merupakan hal yang janggal sehingga ia membentuk tim independen gabungan yang terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, Badan Reserse Kriminal Polri, dan Ombudsman RI.
Dalam pelariannya, Harun Masiku diduga masih berada di luar negeri, seperti Filipina dan Malaysia.
Interpol bahkan sudah menerbitkan red notice surat perintah penangkapan internasional atas nama Harun Masiku pada Juni 2022, namun keberadaan eks kader PDIP ini masih misterius.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya sudah mengirim tim penyidik untuk mengejar Harun ke Malaysia dan Filipina pada 2023.
Tag: #periksa #yasonna #rabu #besok #terkait #kasus #harun #masiku #kalau #mangkir #dijemput #paksa