Sosok Mbah Semi, Lansia yang Kisahnya Buat Mensos Risma Menangis Saat Rapat di DPR
Momen tersebut berawal saat anggota Komisi VIII DPR RI fraksi Partai Golkar, Ali Ridha menceritakan kehidupan Mbah Semi yang berusia 90 tahun.
Mbah Semi asal Magetan, Jawa Timur disebut hidup sebatang kara dan tidak masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Ali Ridha mengatakan dirinya mengetahui hal itu pertama kali ketika membaca berita dari Tribun Jatim.
"Hidup sebatang kara dan dia harus menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja membuat kerupuk lempeng itu dengan bayaran Rp 5 ribu dan itu tentu tidak cukup untuk menghidupi dirinya," kata Ali di ruang rapat Komisi VIII.
Ali mengungkapkan, dirinya sudah mencari alamat rumah Mbah Semi dan langsung mengunjunginya.
"Dan benar memang orang ini memang sebatang kara dan kebetulan dia memasak, mohon maaf bu karena tidak ada beras dia harus memakan tahu dan kacang panjang yang direbus tanpa menu apapun," ujar Ali dengan suara bergetar menahan air mata.
Menurutnya, Semi bahkan seringkali melihat tetangganya menerima bantuan dari pemerintah, sementara dirinya tidak.
"Yang kasihan itu dia seringkali melihat tetangganya menerima berapa kali bantuan, ya mungkin tetangganya memang layak dibantu, tetapi dirinya tidak menerima bantuan," ungkapnya.
Ali meminta Mensos Risma untuk membenahi persoalan tersebut.
Terlebih, dalam beberapa kasus ada yang menerima bantuan meski seharusnya tidak layak.
Mendengar cerita Ali, Risma pun tampak tertunduk.
Bahkan dia sempat mengambil tisu mengusap air matanya.
Lalu siapakah sosok Mbah Semi yang ceritanya membuat Risma menangis?
Mbah Semi merupakan warga Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Wanita berusia 90 tahun ini sempat menjadi perbincangan dan viral karena tak terdaftar sebagai penerima beras miskin atau raskin yang disalurkan badan pangan nasional mulai Januari 2024 lalu.
Padahal, orang-orang yang lebih beruntung dari Mbah Semi terdaftar menjadi penerima raskin.
Mbah Semi yang hidup sebatang kara di rumah bantuan RLTH tahun 2018 ini, harusnya berhak menerima bantuan tersebut.
Mbah Semi tingga seorang diri di rumah berukuran 4x6 meter.
Anak laki-laki satu-satunya sudah meninggal lama, menyusul kemudian sang suami yang juga sudah wafat.
"Ini tadi pulang dari membuat opak, upahnya seikhlasnya, kadang sehari Rp5.000 untuk beli beras," Mbah Semi mengawali ceritanya, Minggu (28/1/2024).
Di ruang tamu tidak ada meja kursi, hanya ada bekas sisa susunan batu dan sisa arang bekas pembakaran di lantas.
"Kadang masak di situ kalau hujan. Biasanya masak di depan pintu kalau tidak hujan," jelas Mbah Semi.
Di samping kiri rumah Mbah Semi, ada bekas reruntuhan dinding batu bata bangunan rumah lamanya yang sudah lama ambruk karena tua.
Terlihat sebagian dindingnya digunakan sebagai dinding dapur yang kondisinya sangat mengkhawatirkan karena atap dapur juga lapuk.
Sebagian gentengnya itu pun bahkan berjatuhan.
Di ujung ruang, terdapat kamar mandi yang terlihat berantakan dengan kondisi lantai yang becek.
"Kalau mau ke belakang ada airnya, itu baru saya isi kebetulan Sanyo tetangga nyala."
"Kalau tidak nyala, ya mencari air di rumah tetangga," katanya, dilansir dari Kompas.com.
Mbah Semi tak jarang mendapatkan bantuan dari tetangga.
Namun ia juga mengatakan, terkadang sampai mengutang ke warung demi bisa makan.
Di meja kecil, tampak tempat nasi yang di dalamnya berisi nasi dingin.
Mbah Semi mengaku belum memasak karena tak memiliki uang untuk membeli beras.
"Itu nasi dikasih tetangga kemarin. Hari ini belum masak karena beras habis, mau ngutang ke toko di depan sana," kata dia.
Mbah Semi mengaku melihat beberapa hari ini para tetangganya menerima kerta kupon daftar sebagai penerima beras miskin 10 kilogram.
Bantuan tersebut akan diberikan dari bulan Januari hingga bulan Juni 2024 mendatang.
Namun sayangnya, nama Mbah Semi tidak tercantum di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai salah satu penerima beras bagi warga miskin.
"Tetangga sudah menerima kupon, katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada," ucapnya lirih.
Mbah Semi mengatakan, namanya tidak dimasukkan dari daftar penerima bantuan beras.
Diketahui selain bekerja sebagai pembuat kerupuk beras, ia juga mengharap bantuan tetangga untuk makan sehari-hari.
"Kadang kalau selamatan dikasih berkat, kalau tidak ya ngutang di toko yang ada di perempatan sana."
"Paling satu kilogram itu isinya tiga kaleng, bisa untuk makan beberapa hari," tutur Mbah Semi.
Sementara itu Kepala Dinas Sosial Kabupaten Magetan, Parminto Budi Utomo mengatakan, dari hasil kroscek dengan pendamping, Mbah Semi sudah menerima bantuan dari pemerintah berupa perbaikan rumah tidak layak huni.
Mbah Semi juga disebut menerima bantuan program Bunda Kasih dari pemerintah daerah.
Sebagai informasi, program Bunda Kasih merupakan program bantuan pangan senilai Rp300.000 yang dititipkan kepada sanak keluarga atau warung yang dekat dengan penerima bantuan yang diwujudkan dalam bentuk makanan, diberikan dua kali sehari.
"Mbah Semi memiliki keponakan yang bertanggung jawab dengan kehidupannya berada di satu wilayah beda RT."
"Sebenarnya Mbah Semi diminta tinggal di rumah keponakannya, namun tidak bersedia hanya malam hari saja dijemput," kata dia.
"Kadang jalan sendiri untuk tidur di rumah keponakan karena takut jika hujan rumah bocor dan ada ular."
"Bantuan BPNT sejak 2021 terhenti, ter-cover Bunda Kasih dan permakanan," katanya.
Lebih lanjut, berdasarkan laporan pendamping yang diterima Dinas Sosial, Mbah Semi bekerja bukan untuk memenuhi kebutuhan makan, tetapi untuk mengisi kegiatan sehari-hari daripada menganggur.
"Mbah Semi sangat sehat untuk aktivitasnya membantu depan rumah di industri kerupuk. Bukan untuk mencari makan, tapi sebagai aktivitas biar tidak gabut bahasa kerennya," ucapnya.
"Memang mengeluh tidak dapat bantuan beras, hanya kepengin kok tetangganya dapat, tapi (dirinya) tidak, karena untuk makan dan kehidupan sangat tidak kekurangan," pungkas Parminto.
(Tribunnews.com/ fersin/ tribunjatim.com/ Alga)
Tag: #sosok #mbah #semi #lansia #yang #kisahnya #buat #mensos #risma #menangis #saat #rapat