Bagaimana Hukum Menyegerakan Berbuka Puasa di Bulan Ramadhan? Simak Penjelasan Menurut Hadits
Ilustrasi berbuka puasa bersama keluarga. (Freepik)
11:16
17 Maret 2024

Bagaimana Hukum Menyegerakan Berbuka Puasa di Bulan Ramadhan? Simak Penjelasan Menurut Hadits

- Dalam Agama Islam, hukum menyegerakan berbuka pada saat puasa adalah sunnah. Puasa merupakan salah satu ibadah wajib yang dilakukan saat bulan suci Ramadhan. Ibadah ini dilakukan sejak terbitnya fajar, hingga terbitnya matahari. Dianjuran sahur dilakukan di akhir waktu, namun beda halnya dengan berbuka puasa yang dianjurkan di awal waktu. Di satu sisi, Rasulullah SAW menganjurkan mengawali berbuka puasa dengan kurma, air, atau makanan ringan yang manis.

Di Indonesia makanan berbuka sering disebut dengan “takjil” yang diambil dari kegiatan menyegerakan berbuka itu sendiri. Tidak hanya itu, puasa juga memiliki aktivitas-aktivitas sunnah lain yang dapat melengkapi ibadah tersebut, salah satunya adalah menyegerakan berbuka puasa. Waktu berbuka puasa adalah waktu berbahagia setelah seharian menahan lapar dan haus demi mendekatkan diri kepada Allah ta'ala. Di waktu berbuka, para hamba berbahagia karena telah menyempurnakan puasa di hari itu. Dan berbahagia karena dihalalkan kembali apa-apa yang tidak diperbolehkan ketika puasa.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, dikutip Nu.or.id sebagai berikut:

بَكِّرُوْا بِالإفْطَارِ، وَأَخِّرُوْا السَّحُوْرَ

Artinya: “Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ

Artinya: “Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya.” (Muttafaq ‘Alaihi)

Jadi menyegerakan buka puasa di awal waktu atau begitu masuk waktu Maghrib adalah baik karena hukumnya sunnah. Sebaliknya menunda-nunda berbuka tidak baik. Tidak menjadi persoalan hanya makan dan minum secara minimalis karena ada alasan mendesak, misalnya, harus segera menyiapkan jamaah shalat Maghrib dengan menjadi muadzin ataupun imam. Jadi prinsipnya, puasa hari itu sebaiknya segera diakhiri dengan tibanya waktu Maghrib meskipun hanya dengan minum dan makan sedikit saja.

Kemudian berbukanya (ifthar) yang besar dilakukan setelah melaksanakan shalat Maghrib. Hal seperti ini biasa dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yakni hanya makan beberapa kurma atau minum air putih secukupnya terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan shalat Maghrib. Setelah itu baru makan besar untuk mengisi perut yang kosong.

Maka waktu berbuka adalah waktu yang istimewa oleh karena itu ada beberapa adab yang disunnahkan ketika berbuka puasa. Agar momen berbuka puasa semakin memberikan keberkahan dan kebahagiaan. Diantara adab-adab dalam berbuka puasa, yang dikutip Muslim.or.id memaparkan sebagai berikut:

1. Disunnahkan menyegerakan berbuka

Dianjurkan untuk bersegera berbuka puasa ketika matahari terbenam. Dari Umar bin Khattab radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا أقْبَلَ اللَّيْلُ مِن هَا هُنَا، وأَدْبَرَ النَّهَارُ مِن هَا هُنَا، وغَرَبَتِ الشَّمْسُ فقَدْ أفْطَرَ الصَّائِمُ

“jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari, maka orang yang berpuasa boleh berbuka” (HR. Bukhari no.1954, Muslim no.1100).

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا يزالُ النَّاسُ بخَيرٍ ما عجَّلوا الفِطرَ عجِّلوا الفطرَ

“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

2. Berbuka puasa dengan beberapa butir ruthab (kurma segar)

Pilihan pertama untuk berbuka puasa adalah ruthab (kurma segar). Jika tidak ada maka dengan beberapa butir tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih. Berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

كان رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم يفطر على رطبًات قبل أن يصلي فإن لم تكن رطبًات فعلى تمرات فإن لم تكن حسا حسوات من ماء

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berbuka puasa dengan ruthab (kurma segar) sebelum shalat. Jika beliau tidak punya ruthab, maka dengan tamr (kurma kering), jika beliau tidak punya tamr, maka dengan beberapa teguk air” (HR. Abu Daud no.2356, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Maka kurang tepat mendahulukan makanan atau minuman lain sebelum kurma atau air putih. Bukan berarti tidak boleh, namun perbuatan demikian kurang meneladani Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka. Dan perlu diketahui, sama sekali tidak ada hadits “berbukalah dengan yang manis” atau yang semakna dengannya.

3. Adab memakan kurma

Dianjurkan ketika memakan kurma, hendaknya mengeluarkan bijinya di punggung dari dua jari yaitu jari tengah dan jari telunjuk. Dari Abdullah bin Busr radhiallahu’anhu ia berkata:

ثُمَّ أُتِيَ بتَمْرٍ فَكانَ يَأْكُلُهُ وَيُلْقِي النَّوَى بيْنَ إصْبَعَيْهِ، وَيَجْمَعُ السَّبَّابَةَ وَالْوُسْطَى

“Kemudian dibawakan kurma kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dan beliau memakannya, kemudian mengeluarkan bijinya di antara kedua jarinya, yaitu beliau menggabungkan antara jari telunjuk dan jari tengah” (HR. Muslim no. 2042).

4. Membaca doa berbuka puasa

Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ibnu Umar radhiallahu’anhu berkata:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

“biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika berbuka beliau berdoa: dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah (telah hilang rasa haus, telah basah kerongkongan, dan telah diraih pahala insya Allah)” (HR. Abu Daud no.2357, An Nasa-i no.3315, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Adapun doa “Allahumma laka shumtu wabika amantu wa ‘ala rizkika afthartu birahmatika yaa arhamar rahimin” dengan lafadz seperti ini tidak ada asalnya dari hadits. Sedangkan doa “Allahumma laka shumtu” memang terdapat dalam beberapa hadits, namun seluruhnya terdapat kelemahan.

5. Memperbanyak berdoa ketika berbuka puasa

Karena waktu berbuka puasa adalah waktu mustajab berdoa. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثلاثٌ لا تُرَدُّ دعوتُهُم الصَّائمُ حتَّى يُفطرَ والإمامُ العادلُ ودعْوةُ المظلومِ

”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa hingga ia berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.3598, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi).

Boleh berdoa sebelum berbuka. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan:

الدعاء يكون قبل الإفطار عند الغروب ؛ لأنه يجتمع فيه انكسار النفس والذل وأنه صائم ، وكل هذه أسباب للإجابة وأما بعد الفطر فإن النفس قد استراحت وفرحت وربما حصلت غفلة

“Doa ketika berbuka puasa dilakukan sebeluketika m berbuka, ketika matahari hampir tenggelam. Karena ketika itu tergabung perendahan jiwa, penuh ketundukan, dan itu ia masih sedang berpuasa. Dan semua ini merupakan sebab dikabulkannya doa. Adapun jika setelah berbuka, maka jiwa merasa santai dan senang, bahkan terkadang menjadi lalai” (Liqa Asy Syahri, no.8).

Boleh juga setelah berbuka. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ketika menjelaskan hadits:

إنَّ للصائمِ عند فِطره دعوةً لا تُردُّ

“Orang yang berpuasa, ketika berbuka puasa ia memiliki doa yang tidak tertolak”.

Mereka mengatakan:

الحديث رواه ابن ماجه، قال في (الزوائد) : إسناده صحيح، والدعاء يكون قبل الإفطار وبعده؛ لأن كلمة: (عند) تشمل الحالتين

“Hadits ini riwayat Ibnu Majah. Penulis kitab Az Zawaid mengatakan: sanadnya shahih. Dan doa ini boleh sebelum atau setelah berbuka. Karena kata “inda” mencakup keduanya” (Fatawa Al Lajnah, 9/30).

6. Jeda adzan dan iqamah

Hendaknya imam dan muadzin memberi jeda antara adzan dan iqamah yang cukup bagi jamaah untuk menyelesaikan makan tanpa terburu-buru. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اجعلْ بين أذانِك وإقامتِك نفَسًا ، قدرَ ما يقضي المعتصِرُ حاجتَه في مهَلٍ ، وقدْرَ ما يُفرِغُ الآكِلُ من طعامِه في مهَلٍ

“jadikanlah antara adzanmu dan iqamatmu jeda sejenak, yaitu sekadar waktu orang yang sedang ada kebutuhan menyelesaikan kebutuhannya dengan tenang, dan sekadar waktu orang yang sedang makan menyelesaikan makannya dengan tenang” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, Al Baihaqi, dll. dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 887).

Editor: Edy Pramana

Tag:  #bagaimana #hukum #menyegerakan #berbuka #puasa #bulan #ramadhan #simak #penjelasan #menurut #hadits

KOMENTAR