OTT Jaksa di Banten dan Kalsel, Komjak: Harus Dipidana dan Dipecat!
Dua orang dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (Kajari HSU) yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kalimantan Selatan, sudah dibawa ke Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (19/12/2025).(KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI)
07:18
21 Desember 2025

OTT Jaksa di Banten dan Kalsel, Komjak: Harus Dipidana dan Dipecat!

 Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi menegaskan bahwa jaksa yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) harus dijatuhi sanksi tegas berupa pidana serta pemberhentian dari institusi kejaksaan.

Penegasan ini disampaikan menyusul dua kasus OTT terhadap jaksa yang terjadi di Banten dan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, pada 17–18 Desember 2025.

Pujiyono menilai, penanganan tegas diperlukan untuk menjaga integritas penegakan hukum dan mencegah terulangnya pelanggaran serupa di lingkungan kejaksaan.

“Penegakan hukum harus solid. Jaksa yang kena OTT harus diproses pidana dan dipecat!” kata Ketua Komisi Kejaksaan, Pujiyono Suwadi.

Soroti Lemahnya Pengawasan Internal

Menurut Pujiyono, kasus OTT yang kembali melibatkan jaksa menunjukkan masih lemahnya pengawasan internal serta konsistensi penegakan disiplin di tubuh kejaksaan.

Ia menekankan bahwa tanggung jawab tidak hanya melekat pada individu pelaku, tetapi juga pada pimpinan satuan kerja.

Pimpinan kejaksaan, baik kepala kejaksaan negeri (kajari) maupun kepala kejaksaan tinggi (kajati), dinilai memiliki kewajiban menjaga integritas bawahannya, bukan semata mengejar target kinerja.

“Tugas pimpinan itu bukan sekadar produk dan target, tetapi memastikan anak buahnya bekerja dengan berintegritas,” ujarnya.

Dorong Perbaikan Sistem Pembinaan Jaksa

Pujiyono juga menyoroti perlunya perbaikan sistem pembinaan jaksa, terutama terkait peningkatan kesejahteraan serta penegakan disiplin etik dan hukum secara konsisten.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) ini menekankan bahwa penegakan disiplin harus dilakukan tanpa pandang bulu agar menimbulkan efek jera.

Komisi Kejaksaan, lanjut Pujiyono, akan memantau seluruh tahapan penanganan perkara OTT tersebut.

Ia juga membuka ruang bagi masyarakat untuk melaporkan jika menemukan kejanggalan dalam proses penanganan kasus.

“Silakan jika ada temuan yang bermasalah, adukan ke kami. Saat ini kami juga menangani beberapa aduan serupa dan berdasarkan asesmen di Komisi Kejaksaan, perkara-perkara tersebut dilanjutkan,” kata dia.

Selain itu, Pujiyono menekankan peran manajemen menengah agar memastikan komitmen Jaksa Agung benar-benar dijalankan hingga ke tingkat bawah dan tidak berhenti pada tataran pernyataan.

“Jaksa Agung juga harus melakukan evaluasi berkala terhadap jajaran di bawahnya,” ujar Pujiyono.

Dua OTT Jaksa oleh KPK

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan di Banten pada 17–18 Desember 2025.

Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan sembilan orang dan menyita uang tunai sekitar Rp 900 juta.

Kasus ini diduga berkaitan dengan pemerasan terhadap seorang warga negara Korea Selatan yang tengah berperkara pidana.

Meski OTT dilakukan oleh KPK, penanganan perkara tersebut kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

Dalam proses lanjutan, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka, termasuk tiga jaksa aktif.

OTT juga dilakukan KPK di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada 18 Desember 2025.

Dalam operasi ini, KPK mengamankan enam orang dan menetapkan tiga jaksa sebagai tersangka, yakni Kepala Kejaksaan Negeri HSU, Kepala Seksi Intelijen, serta Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara.

KPK turut menyita uang tunai ratusan juta rupiah yang diduga berasal dari praktik pemerasan terkait penanganan perkara hukum.

Berbeda dengan kasus di Banten, penanganan perkara OTT di HSU ditangani langsung oleh KPK.

Tag:  #jaksa #banten #kalsel #komjak #harus #dipidana #dipecat

KOMENTAR