Komjak Dorong Pendekatan Kemanusiaan di Kasus Darwanto dan Landak Jawa
- Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi menilai penanganan perkara Darwanto, petani di Madiun yang disidang karena merawat landak jawa, harus mengedepankan aspek kemanusiaan dan tidak semata-mata berpijak pada pendekatan formalistik hukum pidana.
Pujiyono menilai, dalam perkara tersebut tidak terlihat adanya niat jahat (mens rea) dari terdakwa.
Darwanto justru diketahui menyelamatkan dan merawat satwa tersebut, bukan memperjualbelikannya atau mengambil keuntungan ekonomi.
“Yang bersangkutan ini tidak ada niat jahat. Itu harus menjadi pertimbangan utama,” kata Pujiyono kepada Kompas.com, Kamis (18/12/2025).
Pujiyono mengingatkan bahwa Indonesia telah memiliki Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang disahkan DPR pada 8 Desember, meski hingga kini belum memiliki nomor resmi.
Namun, menurut dia, jiwa dan semangat undang-undang tersebut sudah dapat dijadikan pedoman oleh aparat penegak hukum.
Undang-undang itu menekankan bahwa pidana bukan satu-satunya jalan, terutama untuk perkara-perkara administratif yang tidak disertai niat jahat.
“Penegakan hukum tidak cukup hanya menjawab kepastian hukum secara normatif. Aspek kemanusiaan itu jauh lebih penting,” ujarnya.
Pujiyono menekankan bahwa secara prosedural kejaksaan tetap wajib membawa perkara ke persidangan karena berkas perkara telah dinyatakan lengkap oleh penyidik dan alat bukti dinilai cukup.
Apalagi, penyidikan perkara tersebut bukan dilakukan oleh kejaksaan, melainkan oleh penyidik dari instansi lain.
Namun, ia menekankan bahwa tahap penuntutan adalah ruang penting untuk menghadirkan keadilan yang berimbang.
“Kalau dari Komisi Kejaksaan, kami melihat penuntutannya harus memperhatikan aspek-aspek kemanusiaan,” kata Pujiyono.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Pujiyono Suwadi, saat menyampaikan materinya dalam Diskusi Publik bertema 'KUHAP Baru dan Tantangan Pemberantasan Korupsi' di MPP Sragen.
Bahkan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) ini pun berpandangan bahwa jaksa juga bisa memberikan tuntutan lepas.
“Dituntut lepas itu lebih bagus. Perbuatannya mungkin terbukti, tapi dengan pertimbangan kemanusiaan,” ujarnya.
Pujiyono memandang, pendekatan ini tidak bisa disamaratakan untuk semua perkara. Ia mencontohkan kasus pencurian berulang, seperti perkara pencurian burung yang dilakukan berkali-kali oleh pelaku yang sama.
“Kalau pelaku berulang, tentu pendekatannya berbeda. Itu tidak tepat kalau dituntut lepas,” kata dia.
Namun dalam kasus Darwanto, Pujiyono menilai terdakwa adalah first offender atau pelaku pertama kali, sehingga layak mendapatkan perlakuan hukum yang lebih proporsional.
Menurut Pujiyono pendekatan restorative justice (RJ) masih memungkinkan untuk diupayakan dalam persidangan. Dia bilang, penanganan perkara seperti ini penting menjadi contoh pergeseran paradigma penegakan hukum, dari sekadar menghukum ke arah keadilan yang korektif dan manusiawi.
“Masih memungkinkan dilakukan restorative justice, atau setidaknya tuntutan yang paling minimal, yang mengutamakan aspek kemanusiaan,” imbuhnya.
Diadili setelah merawat satwa
Pria asal Dusun Gemuruh, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur itu kini tengah ditahan.
Darwanto yang kesehariannya bertani ini berhadapan dengan hukum setelah menyelamatkan dua landak jawa lalu merawatnya hingga berkembang biar menjadi enam ekor.
Nasib Darwanto saat ini berada ditangan majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun. Dia didakwa melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf d juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Apalagi, landak yang dipelihara Darwanto merupakan Landak Jawa yang masuk kategori satwa dilindungi.
Darwanto, petani asal Madiun Jawa Timur diadili setelah ketahuan memelihara landak jawa yang termasuk satwa dilindungi.
Aturan menyatakan bahwa setiap orang dilarang menangkap, menyimpan, memiliki, memelihara, hingga memperdagangkan satwa dilindungi tanpa izin resmi.
Namun, Darwanto mengatakan, ia memelihara landak lantaran dianggapnya sebagai hama perusak tanaman kebun miliknya.
Darwanto menyebut, awalnya dua ekor landak jawa itu mulai dipelihara setelah terjebak jaring yang dipasangnya untuk melindungi tanaman.
Ia mengaku tidak mengetahui bila memelihara landak jawa akan dapat menjeratnya ke ranah hukum. Pasalnya saat itu niatnya hanya untuk mengamankan tanamannya dari landak.
“Niat saya sebenarnya hanya untuk mengamankan tanaman dari hama. Tetapi saya tidak tahu kalau landak jawa itu hewan dilindungi. Dan kalau memelihara landak jawa itu ternyata melanggar hukum,” ujar Darwanto usai mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, Selasa (16/12/2025).
Setelah dipelihara sejak tahun 2021, landak itu berkembang biak hingga menjadi enam ekor.
Selama dipelihara, Darwanto menyatakan tidak pernah memperjualbelikan satwa tersebut.
“Saya memelihara itu karena kasihan. Tapi sekarang saya malah dipenjara. Dan sampai saat ini saya masih ditahan di Lapas Kelas I Madiun,” kata Darwanto.
Minim pengetahuan soal satwa dilindungi
Saat persidangan, Darwanto meminta bantuan Bupati Madiun Hari Wuryanto hingga Presiden Prabowo Subianto lantaran dirinya hanyalah petani kecil yang tinggal di wilayah pinggir hutan. Dengan demikian, dirinya tidak mengetahui aturan terkait satwa dilindungi.
“Kami ini hanyalah petani kecil. Kami tinggal di pinggir hutan dan tidak tahu aturan. Saya mohon Pak Bupati, Pak Presiden Prabowo tolong nasib kami sebagai petani kecil diperhatikan,”ungkap Darwanto.
Kuasa hukum Darwanto dari LKBH UIN Ponorogo, Suryajiyoso menyatakan tidak terdapat unsur kesengajaan maupun motif ekonomi pada perbuatan kliennya.
“Klien saya ini seorang petani. Ia tidak memahami status hukum Landak Jawa. Saat landak itu terperangkap, pilihan klien saya adalah merawat. Jadi tidak ada jual beli dan tidak ada keuntungan ekonomi,” ujar Suryajiyoso, Selasa (16/12/2025).
Surya menilai, kasus ini merupakan masalah klasik dalam penegakan hukum lingkungan. Hal itu terjadi lantaran minimnya literasi hukum masyarakat desa dan pendekatan hukum pidana yang kaku.
Untuk itu, Surya berharap majelis hakim mempertimbangkan konteks sosial, latar belakang terdakwa. Selain itu dalam kasus tersebut tidak ada niat jahat dalam diri terdakwa saat memelihara landak jawa.
Tag: #komjak #dorong #pendekatan #kemanusiaan #kasus #darwanto #landak #jawa