Jurus Prabowo Setop Wisata Bencana: Siapa Pejabat yang Disentil dan Mengapa Ini Terjadi?
Sejumlah pejabat yang menjadi sorotan publik saat menyambangi bencana di Sumatera. (Suara.com/Syahda)
20:36
16 Desember 2025

Jurus Prabowo Setop Wisata Bencana: Siapa Pejabat yang Disentil dan Mengapa Ini Terjadi?

Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo melarang pejabat melakukan "wisata bencana" dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
  • Larangan tersebut merupakan respons terhadap pejabat yang dinilai politisasi bencana Sumatra demi pencitraan diri, bukan kontribusi nyata.
  • Pengamat menyebut tindakan ini sebagai upaya Prabowo menarik kendali narasi dan menguji loyalitas jajarannya terhadap presiden.

Nada bicaranya memang tenang. Tidak meledak-ledak, juga tidak menyiratkan kemarahan yang meluap.

Namun, pesan yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto terdengar sangat lugas, tajam, dan tak terbantahkan. Sebuah ultimatum yang mustahil untuk diabaikan.

Prabowo secara tegas melarang para pejabat maupun tokoh publik melakukan apa yang ia sebut sebagai "wisata bencana".

Larangan ini bukan tanpa alasan. Presiden tampaknya gerah melihat fenomena politisasi di tengah duka. Ia cukup peka menyadari adanya segelintir pejabat yang memanfaatkan musibah banjir dan longsor di Sumatra sebagai panggung akting di depan kamera demi pencitraan semata.

Peringatan keras ini disampaikan Prabowo di hadapan seluruh jajaran kabinet—mulai dari menteri, wakil menteri, hingga kepala badan—dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

Prabowo tak ingin rakyat yang sedang menderita justru dijadikan objek konten oleh pejabat yang ingin terlihat hadir, namun nihil kontribusi nyata.

"Kita tidak mau ada budaya wisata bencana. Jangan. Kalau datang, benar-benar harus ada tujuan untuk membantu mengatasi masalah," ujar Prabowo kepada anak buahnya.

Lantas, apa yang memicu Presiden mengeluarkan istilah "wisata bencana" yang begitu menohok? Benarkah ini sekadar teguran moral atau ada sinyal politik yang lebih dalam?

Bukan Sekadar Teguran, Ini Sinyal Politik

Pengamat politik Yusak Farchan menilai langkah Prabowo melarang pejabat sekadar setor muka di lokasi bencana sudah sangat tepat.

Menurutnya, ini adalah respons langsung Istana atas kegelisahan publik.

"Secara tidak langsung, presiden sedang menegur anak buahnya yang datang ke lokasi bencana hanya sekadar seremoni foto-foto, tanpa lokasi konkret," kata Yusak kepada

Infografis sejumlah pejabat yang menjadi sorotan publik saat menyambangi bencana di Sumatera. (Suara.com/Syahda) PerbesarInfografis sejumlah pejabat yang menjadi sorotan publik saat menyambangi bencana di Sumatera. (Suara.com/Syahda)

Namun, ada makna tersirat yang lebih dalam. Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, membaca manuver ini sebagai upaya Prabowo menarik kembali kendali narasi.

Prabowo tak ingin menterinya berjalan sendiri-sendiri dengan logika panggung masing-masing.

Bencana, menurut Arifki, menjadi ujian loyalitas: apakah pejabat bekerja untuk presiden atau untuk agenda pribadi?

"Dalam konteks ini, bencana menjadi ruang uji, siapa yang bekerja sebagai perpanjangan tangan presiden dan siapa bergerak dengan agenda personal," ujar Arifki.

Dengan menegur secara terbuka dalam sidang yang berlangsung lebih dari dua jam, Prabowo menegaskan bahwa pusat kendali tetap di Istana, bukan di media sosial para menteri.

Siapa Saja yang "Disentil"?

Istilah "wisata bencana" yang dipilih Prabowo dinilai Arifki sangat cerdas. Diksi ini sederhana, mudah diingat, dan langsung mengunci persepsi publik terhadap pejabat yang gemar cari perhatian.

“Ini pesan internal yang disampaikan secara eksternal. Tegas kepada menteri, sekaligus menenangkan publik,” jelas Arifki.

Publik tentu ingat deretan aksi pejabat yang belakangan panen kritik saat berkunjung ke lokasi banjir Sumatra:

  • Zulkifli Hasan (Zulhas): Menko Bidang Pangan ini viral karena memanggul karung beras. Ketua Umum PAN ini dianggap melakukan aksi teatrikal yang berlebihan.
  • Zita Anjani: Putri Zulhas sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata ini disorot tajam usai videonya menyerok lumpur dengan alat pel di rumah warga viral. Netizen menilainya sebagai bentuk "wisata bencana".
  • Verrel Bramasta: Anggota DPR Fraksi PAN ini dikritik karena penampilannya di lokasi bencana mengenakan tactical vest tebal yang terlihat seperti rompi anti-peluru, yang dianggap kurang pas dengan situasi.
  • Bobby Nasution: Gubernur Sumatera Utara ini menuai polemik lewat dua aksi: melempar bantuan dari atas helikopter dan naik di atas perahu di tengah banjir, yang dinilai kurang empatik dan hanya mengejar visual.
  • Muhammad Salim Fakhry: Bupati Aceh Tenggara ini bahkan dikecam karena dianggap "cari muka" dengan menyerukan wacana presiden seumur hidup di tengah situasi bencana, sebuah pernyataan yang dianggap nirempati.

Syahwat Elektoral di Balik Bencana

Mengapa para pejabat ini seolah tak jera meski banjir kecaman? Menurut Arifki, motif utamanya adalah elektoral. Mereka berharap visualisasi "kepedulian" itu akan dikonversi menjadi suara di pemilu mendatang.

“Tak bisa dipungkiri, di masa bencana sering kali muncul pejabat yang lebih sibuk membangun citra. Hadir membawa kamera, mengemas kepedulian secara visual, yang pada akhirnya berpotensi diterjemahkan publik sebagai investasi popularitas politik,” papar Arifki.

Khusus untuk Zulhas, Arifki melihat ada motif tambahan. Turun gunungnya Zulhas dinilai berkaitan dengan viralnya kembali video wawancara lawasnya bersama aktor Harrison Ford soal kerusakan hutan.

KLH akan menempuh jalur hukum terhadap delapan perusahaan, termasuk PT Agincourt Resources, pengelola tambang emas di kawasan hutan Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara karena diduga memperparah banjir Sumatera Utara. Foto: Warga berjalan di antara gelondongan kayu pascabencana banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kamis (11/12/2025). [Antara] PerbesarWarga berjalan di antara gelondongan kayu pascabencana banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Kamis (11/12/2025). [Antara]

Banjir di Sumatra yang dikaitkan dengan pembalakan hutan membuat Zulhas—yang dulu menjabat Menteri Kehutanan—merasa perlu memulihkan citra.

Rakyat Harus Bagaimana?

Di tengah tontonan "akrobat" para pejabat ini, masyarakat diminta untuk tidak tinggal diam. Rasa muak publik terhadap pencitraan kosong berpotensi memicu kemarahan yang lebih besar.

"Yang diinginkan publik itu solusi bagaimana memulihkan keadaan secepatnya. Kalau hanya datang foto-foto, masyarakat bisa tambah marah. Kalau sudah marah, ini yang berbahaya, bisa memicu turbulensi politik," kata Yusak mengingatkan.

Sementara itu, Arifki menyarankan masyarakat untuk menyimpan ingatan ini hingga bilik suara nanti. Hukuman terbaik bagi pejabat yang doyan pencitraan adalah tidak memilihnya kembali.

"Jika ia parpol yang warning untuk pemilu berikutnya. Ya, kalau sekarang dengan memberikan kritik kepada pejabat yang bersangkutan," pungkas Arifki.

Editor: Dwi Bowo Raharjo

Tag:  #jurus #prabowo #setop #wisata #bencana #siapa #pejabat #yang #disentil #mengapa #terjadi

KOMENTAR