Jokowi Buka-bukaan soal Isu Ijazah
Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam wawancara eksklusif dalam Program Khusus Kompas TV di kediamannya, Solo, Jawa Tengah, Selasa (9/12/2025) malam.()
06:14
11 Desember 2025

Jokowi Buka-bukaan soal Isu Ijazah

- Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya bicara lebih terbuka soal isu ijazah palsu yang selama empat tahun terakhir menjadi perhatian publik.

Dalam wawancara eksklusif bersama Kompas TV di kediamannya di Solo, Selasa (9/12/2025) malam, Jokowi beberapa kali menegaskan bahwa isu itu bukan sekadar tudingan liar.

Ia menduga kuat ada “agenda besar politik” dan “operasi politik” yang sengaja digerakkan untuk merusak reputasinya.

Padahal, Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai kampus tempat Jokowi kuliah telah menyatakan bahwa presiden ke-7 RI tersebut merupakan lulusan mereka.

“Yang membuat ijazah saja sudah menyampaikan asli, masih tidak dipercaya, gimana,” kata Jokowi.

Jokowi mengaku heran bagaimana isu yang sudah berulang kali dibantah justru terus diputar.

Ia menyebut, ada kepentingan tertentu yang sengaja merawat keraguan publik.

“Yang saya lihat ini memang ada agenda besar politik, ada operasi politik, yang sehingga bisa sampai bertahun-tahun enggak rampung-rampung,” ucap dia.

Menurut Jokowi, isu tersebut tampak dirancang untuk merendahkan dan menurunkan reputasinya.

“Ya mungkin untuk kepentingan politik. Kenapa sih kita harus mengolok-olok, menjelek-jelekan, merendahkan, menghina, menuduh, semua dilakukan untuk apa? Kalau hanya untuk main-main, kan mesti kepentingan politiknya di situ,” ujar dia.

Ingatkan energi bangsa tak terbuang untuk isu “ringan”

Dalam kesempatan itu, Jokowi menyinggung kegelisahannya melihat energi publik tersedot pada isu yang menurutnya tidak substantif.

Ia menekankan pentingnya fokus pada agenda besar negara, termasuk perubahan teknologi yang pesat.

“Untuk strategi besar negara, untuk kepentingan yang lebih besar bagi negara ini. Misalnya tadi yang berkaitan dengan menghadapi masa-masa ekstrem, menghadapi masa-masa perubahan karena artificial intelligence, karena humanoid robotic,” tutur Jokowi.

“Jangan malah kita, energi besar kita, kita pakai untuk urusan-urusan yang sebetulnya menurut saya urusan ringan,” ucap dia.

Ketika pembawa acara Frisca Clarissa bertanya apakah memang ada agenda tertentu dan “orang besar” di balik isu ijazah palsu, Jokowi tidak menampik.

“Iya,” jawabnya singkat.

Frisca kembali menggali apakah Jokowi mengetahui siapa sosok besar itu.

“Ya, saya kira gampang ditebak lah. Tidak perlu saya sampaikan,” kata dia.

Yang menuduh harus membuktikan

Jokowi menegaskan bahwa logika hukum menempatkan beban pembuktian pada pihak penuduh.

Ia mengaku selama empat tahun memilih diam karena merasa cukup memegang bukti asli, namun kini menunggu proses hukum berjalan.

“Ya ini kan sebuah isu yang sudah 4 tahunan dibicarakan, dan sebetulnya sudah 4 tahun diam tidak banyak menanggapi, karena tahu ijazahnya saya pegang gitu loh. Tetapi saya tidak menyampaikan kepada publik ijazah itu,” kata Jokowi.

Ia memastikan proses hukum adalah forum paling sah untuk menyelesaikan tuduhan itu.

“Artinya yang menuduh itu yang harus membuktikan. Dalam hukum acara, siapa yang menuduh, itu yang harus membuktikan. Itu yang saya tunggu, itu coba dibuktikannya seperti apa,” ujar dia.

Ijazah dari SD hingga UGM siap dibuka di pengadilan

Jokowi memastikan seluruh ijazah pendidikannya dari sekolah dasar hingga Universitas Gadjah Mada akan ia tunjukkan di persidangan.

Langkah ini, menurut dia, sekaligus menjadi edukasi publik agar tidak mudah memfitnah.

“Untuk pembelajaran kita semuanya bahwa jangan sampai gampang menuduh orang, jangan sampai gampang menghina orang, memfitnah orang, mencemarkan nama baik seseorang,” ujar dia.

Pesan politik yang lebih tegas

Sementara, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, pernyataan Jokowi dalam wawancara eksklusif ini menandai pergeseran sikap yang lebih tegas.

Pertama, menurut Adi, Jokowi ingin menegaskan bahwa arena penyelesaian isu ini adalah pengadilan, bukan perang narasi.

“Sepertinya bagi Jokowi pembuktian ijazah hanya di pengadilan, bukan saling perang narasi politik. Karena yang berkekuatan hukum pengadilan, bukan pendapat politik. Publik sangat nunggu itu pembuktian nanti di pengadilan. Biar terang benderang siapa yang salah dan siapa yang benar,” kata Adi.

Kedua, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu melihat Jokowi semakin eksplisit soal orkestrasi politik di balik isu tersebut.

“Jika betul omongan Jokowi, menarik jika di-spill siapa yang operasikan isu ijazah. Ini kali kedua Jokowi secara terbuka ‘menyebut’ ada pihak yang mengorkestrasi di belakang ijazah. Sebelumnya nyebut ada orang besar, kini menyebut ada operasi politik,” ucap dia.

Adi menilai, format wawancara eksklusif menjadi sinyal bahwa Jokowi ingin menunjukkan ketegasannya.

“Wawancara eksklusif dengan Kompas TV ini sepertinya Jokowi ingin kasih pesan bahwa yang nuduh dan yang mengoperasikan ijazah bakal dilawan di pengadilan. Biasanya selama ini Jokowi hanya bicara sepotong-sepotong soal tudingan ijazah lewat door setop media, kini dengan wawancara eksklusif di Kompas TV, pesannya khusus kalau Jokowi ingin lawan yang nuduh itu lewat jalur hukum,” ucap dia.

Delapan orang jadi tersangka

Polda Metro Jaya resmi menetapkan delapan tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.

Penetapan ini dilakukan setelah penyidik melakukan penyelidikan mendalam dengan melibatkan sejumlah ahli di bidang hukum pidana, ITE, komunikasi sosial, hingga bahasa.

Sebelumnya, polisi telah memastikan ijazah Jokowi yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan dokumen asli dan sah secara hukum.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri mengungkapkan, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, penghasutan, serta manipulasi data elektronik.

"Telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, penghasutan, edit, dan manipulasi data elektronik," ujar Asep, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/11/2025).

Mereka adalah Eggi Sudjana (ES), Kurnia Tri Royani (KTR), M Rizal Fadillah (MRF), Rustam Effendi (RE), Damai Hari Lubis (DHL), Roy Suryo (RS), Rismon Hasiholan Sianipar (RHS), dan Tifauziah Tyassuma (TT).

Asep menuturkan, delapan tersangka tersebut dibagi dalam dua klaster.

Klaster pertama terdiri dari ES, KTR, MRF, RE, dan DHL.

Sementara klaster kedua meliputi RS, RHS, dan TT.

"Untuk tersangka dari klaster pertama dikenakan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 160 KUHP, Pasal 27a Juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45a Ayat 2 Undang-Undang ITE," ujar Asep.

Sedangkan untuk klaster kedua, para tersangka dijerat dengan Pasal 310, Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat 1 Juncto Pasal 48 Ayat 1, Pasal 35 Juncto Pasal 51 Ayat 1, serta pasal-pasal lain di bawah Undang-Undang ITE.

“Penentuan klaster adalah berdasarkan fakta penyidikan yang diperoleh oleh penyidik dan sesuai dengan perbuatan hukum yang dilakukan masing-masing tersangka,” ujar dia.

Penetapan tersangka melibatkan ahli

Kapolda mengungkapkan, proses penetapan tersangka dilakukan setelah melalui asistensi dan gelar perkara yang menghadirkan sejumlah pengawas dan ahli.

"Penetapan ini dilakukan setelah melalui proses asistensi dan gelar perkara yang melibatkan ahli dan pengawas, baik dari eksternal maupun internal," kata Asep.

Dalam proses itu, penyidik meminta keterangan ahli pidana, ahli ITE, ahli sosiologi hukum, ahli komunikasi sosial, dan ahli bahasa.

Selain itu, gelar perkara di Direktorat Reserse Kriminal Umum turut dihadiri perwakilan dari Itwasda, Wasidik, Propam, dan Bidkum untuk memastikan penyidikan berjalan transparan dan ilmiah.

Ada ratusan bukti, termasuk ijazah Jokowi

Penyidik menyita sebanyak 723 item barang bukti, termasuk dokumen asli dari Universitas Gadjah Mada yang menegaskan keaslian ijazah Joko Widodo.

"Berdasarkan temuan tersebut, penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan edit serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik," ujar Asep.

Kapolda menegaskan bahwa penanganan kasus tuduhan ijazah palsu Presiden Jokowi dilakukan murni sebagai proses penegakan hukum.

"Kami tegaskan bahwa penanganan perkara yang kami lakukan murni proses penegakan hukum. Kemudian seluruh tahapan juga dilakukan secara profesional, proporsional, transparan, dan akuntabel," kata dia.

Ia mengimbau masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial serta tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak benar.

"Serta selalu melakukan cek dan klarifikasi sebelum menyebarkan sesuatu," ujar Asep.

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri juga memastikan bahwa ijazah sarjana Fakultas Kehutanan UGM milik Jokowi adalah asli.

Penyelidikan dilakukan bersama Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri yang memeriksa dokumen secara saintifik.

“Penyelidik mendapatkan dokumen asli ijazah bernomor 1120 atas nama Joko Widodo dengan NIM 1681/KT Fakultas Kehutanan UGM pada tanggal 5 November 1985,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam konferensi pers sebelumnya.

Tag:  #jokowi #buka #bukaan #soal #ijazah

KOMENTAR