SLHS Belum Beres, BGN Ancam Suspend Dapur MBG di Banyumas
- Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menginstruksikan Banyumas segera selesaikan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dalam sebulan.
- Banyumas tertinggal dibanding tiga kabupaten lain di eks Karesidenan Banyumas terkait progres pengurusan SLHS dapur SPPG.
- Nanik menegaskan pendaftaran SLHS gratis, hanya biaya pengujian sampel yang dikenakan saat evaluasi di Purwokerto, Kamis (4/12/2025).
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang, memerintahkan para Mitra, Yayasan, dan Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Banyumas untuk segera mengejar ketertinggalan dalam pengurusan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Instruksi itu disampaikan karena Banyumas menjadi satu-satunya daerah di wilayah eks Karesidenan Banyumas yang progres SLHS-nya tertinggal.
“Saya beri waktu sebulan untuk mendaftarkan ke Dinas Kesehatan. Kalau dalam sebulan belum juga mendaftar, nanti akan saya suspend,” kata Nanik dalam acara Koordinasi dan Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis bersama Forkompimda, Kasatpel, Yayasan, Mitra, Korwil, Korcam, dan para Kepala SPPG Purwokerto, Kamis (4/12/2025).
Wilayah eks Karesidenan Banyumas terdiri dari Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Cilacap, dan Banyumas. Berdasarkan laporan Kedeputian Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas), Banjarnegara, Purbalingga, dan Cilacap telah memiliki SPPG dengan SLHS dalam jumlah signifikan, sementara Banyumas tertinggal jauh.
Banjarnegara yang memiliki 131 kuota SPPG telah mengisi 68 unit, dengan 46 yang beroperasi, seluruhnya sudah mengantongi SLHS. Purbalingga memiliki 133 kuota, 79 terisi, dan 54 beroperasi.
Kemudian Kabupaten Purbalingga memiliki kuota 133 SPPG, saat ini sudah terisi 79, sementara yang telah beroperasi sebanyak 54 SPPG yang juga sudah memiliki SLHS, termasuk dua SPPG lain yang masih dalam persiapan. Sementara itu di Kabupaten Cilacap dengan kuota 163 SPPG, sudah terisi 127 SPPG. Dari jumlah itu 95 SPPG sudah beroperasi dan 44 SPPG telah memiliki SLHS.
Sementara itu, Kabupaten Banyumas memiliki kuota SPPG terbesar yakni 227. Namun baru terisi 146 SPPG, sementara yang sudah beroperasi sebanyak 116 dapur.
“Ini gimana? Dari 98 yang mendaftar, yang lolos kok malah baru 15 SPPG, sementara 48 lainnya malah belum mendaftarkan diri,” kata Nanik saat menegur para Mitra/Yayasan dan Kepala SPPG Kabupaten Banyumas.
Dia menegaskan kalau tidak ada alasan bagi Mitra, Yayasan maupun Kepala SPPG untuk menunda-nunda pendaftaran SLHS. Sebab dalam Rapat Tim Koordinasi Kementerian/Lembaga untuk Pelaksanaan Program MBG, Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa proses pengurusan SLHS tidak dipungut biaya.
“Yang ada biayanya hanya untuk pengambilan dan pengujian sample. Harganya 1 sampai 2 juta. Kalau ada pungutan macem-macem, nanti laporkan ke saya,” ujarnya.
Sebelumnya, Nanik juga mengajak para hadirin untuk mendoakan keselamatan para petugas SPPG yang sedang berjibaku di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang tengah dilanda bencana banjir.
"Mohon doa Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dan anak-anakku semua, karena ternyata menjadi petugas SPPG taruhannya nyawa,” ujar Nanik.
Dalam situasi bencana, sejumlah SPPG di Aceh, Sumut, dan Sumbar tetap bergerak. Mereka mengalihfungsikan dapur MBG menjadi dapur umum untuk melayani warga terdampak banjir. Namun, ada Ahli Gizi di Sigli yang meninggal karena kesetrum saat bertugas, dan seorang Asisten Lapangan masih bisa diselamatkan.
Sementara itu, petugas SPPG di Aceh Tengah yang terjebak di Lokasi banjir, akhirnya mendapatkan bantuan.