KUHAP Baru, Apa Sih Dampaknya Buat Gen Z?
- Isu mengenai RUU KUHAP tengah dibahas oleh berbagai kalangan, terkhusus pada Generasi Z atau Gen Z.
Tagar #TolakRUUKUHP dan #SemuaBisaKena ramai di X pertengahan November menandakan perhatian sejumlah pengguna, terutama Gen Z, terhadap pasal-pasal tertentu dalam RUU tersebut.
Salah satunya adalah akun @hee*********** dari media sosial X yang mengatakan terdapat hal-hal mencurigakan yang ada dalam pasal-pasal RUU KUHAP.
“Things i find suspicious from RUU KUHAP karena beneran makin longgar ke semua orang buat dikenai tindak pidana, bukannya emang karena kena, sekali lagi dikenai tindak pidana #semuabisakena #tolakruukuhap,” kata akun tersebut, Senin (17/11/2025).
Akun lainnya, @Pahlevi6_ juga bilang kalau RUU KUHAP yang disahkan ini bisa berpengaruh bagi Gen Z.
“Gak pernah ngomong serius, karena gua suka gak bisa rangkai kata tapi gua rasa, meski minim yang baca, lu semua harus paham bahaya yang kita hadepin hari ini, terutama bagi gen Z. sahnya KUHAP hari ini tuh parah, karena membuat banyak hal yang salah, jadi legal. apa aja sih?” tulisnya, Selasa (18/11/2025) melalui media sosial X, atas seizin pengunggah.
Apa itu KUHAP dan mengapa begitu penting?
Pembahasan mengenai RUU KUHAP tentu nggak lepas dari pengertian KUHAP itu sendiri.
RUU KUHAP merupakan revisi dari KUHAP.
Mengutip dari Jurnal Lex Renaissance (2025), KUHAP atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mengatur gimana seseorang yang dituduh melakukan tindak pidana diproses sampai ia dijatuhi hukuman.
Proses tersebut dilakukan dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai putusan pengadilan.
Nggak cuma itu, KUHAP juga mencakup hak-hak apa saja yang bisa didapat tiap orang yang terlibat, baik terdakwa, korban, penyidik, jaksa, hingga hakim.
Mengutip dari Antara, Rabu (19/11/2025), penyusunan RUU KUHAP diharapkan bisa menjawab berbagai keluhan masyarakat, mengatasi kasus yang nggak ditangani serius atau kasus yang tidak mendapat keadilan.
Dalam KUHAP, terdapat beberapa istilah penting yang perlu dipahami:
Penyelidikan: serangkaian tindakan yang dilakukan penyelidik untuk mencari tahu dan menemukan peristiwa yang diduga memiliki unsur pidana, gunanya untuk menentukan apakah perlu atau tidaknya dilakukan penyidikan.
- Penyidikan: Serangkaian tindakan yang dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan bukti yang menunjukkan unsur tindak pidana, tujuannya untuk menemukan tersangka.
- Keadilan restoratif (restorative justice): Konsep penghukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan yang bertujuan untuk memulihkan hak-hak korban
- Pembelian terselubung (Undercover Buy): Teknik pembelian terselubung atau undercover buy merupakan strategi mengungkap kejahatan dengan cara melakukan transaksi jual beli narkotika secara terselubung dimana penyidik kepolisian atau seorang informan (spionase/SP) bertindak sebagai pembeli.
- Penyerahan di bawah pengawasan (Control Delivery): Penyamaran oleh penyidik kepolisian atau orang tertentu di bawah pengawasan untuk dapat menerjunkan diri dalam sirkulasi perputaran narkoba hingga lokasi tertentu
Pengesahan RUU KUHAP oleh DPR
DPR telah mengesahkan RUU KUHAP pada Selasa (18/11/2025) lalu dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Jakarta.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan dalam laporannya bahwa KUHAP terbaru itu akan memperkuat dan memberdayakan hak-hak warga negara.
"Di KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful, aparat penegak hukum terlalu powerful. Kalau di KUHAP yang baru warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara," kata Habiburokhman, dikutip dari Kompas.com, Selasa (18/11/2025).
Ada 14 substansi perubahan utama yang ada dalam RUU KUHAP tersebut, beberapa diantaranya adalah penyesuaian hukum pidana modern, penegasan hak tersangka, penguatan advokat, dan perlindungan kelompok rentan.
Pengesahan RUU KUHAP diwarnai kritik koalisi masyarakat sipil
Tidak semua setuju dengan pengesahan RUU KUHAP terbaru yang dilakukan pertengahan November kemarin.
Mengutip dari siaran pers Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Jumat (14/11/2025), Koalisi Masyarakat Sipil menilai pembahasan yang dilakukan DPR RI tentang RUU KUHAP terlihat terburu-buru.
Lalu, pada aspek substansi, mereka bilang bahwa pasal-pasal dalam RUU KUHAP memuat pasal-pasal yang bermasalah, pasal karet, dan pasal yang berpotensi menyuburkan praktik penyalahgunaan wewenang.
Koalisi Masyarakat Sipil juga menyayangkan luputnya respons pemerintah sama masukan yang mereka berikan selama Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) maupun masukan tertulis yang mereka sampaikan langsung.
Apa dampak KUHAP buat Gen Z?
Di sini, penulis mewawancarai dosen dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar untuk menjelaskan kemungkinan dampak apa saja yang bisa dialami oleh Gen Z dari pasal-pasal yang ada dalam RUU KUHAP.
Informasi ini penting untuk mengetahui apa risiko yang kita dapatkan setelah RUU KUHAP ini resmi diterapkan.
Menurut Fickar, ada 4 pasal yang dinilai bisa berpotensi merugikan Gen Z, apa sajakah itu?
Pasal 93, 99, dan 100 KUHAP baru: Kamu bisa ditangkap walau belum jadi tersangka
Tangkapan layar dokumen RUU KUHAP 18 November 2025 Pasal 93, 99, dan 100
Tangkapan layar dokumen RUU KUHAP 18 November 2025 Pasal 99
Tangkapan layar dokumen RUU KUHAP 18 November 2025 Pasal 100
Abdul Fickar bilang bahwa ada potensi seseorang dapat ditangkap bahkan walau belum menjadi tersangka atau belum pasti tindak pidana yang dibuatnya.
Hal itu disebabkan tidak adanya pemisah yang jelas antara penyelidikan dan penyidikan yang ada dalam Pasal 93, 99, dan 100.
Menurut Fickar, batas antara penyelidikan dan penyidikan yang tidak tegas dapat berpotensi menimbulkan interpretasi hukum yang luas terhadap aktivitas di media sosial.
“Seolah olah sejak awal sudah dilakukan tindakan hukum pro justitia, padahal belum terkonfirmasi adanya tindak pidana (penyelidikan itu untuk mengkonfirmasi ada tidaknya pidana, namun belum pro justisia),” kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (26/11/2025).
Selain itu, menurut Fickar, hal ini semakin berpotensi adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh penyidik, terutama kepolisian, yang bisa dilakukan untuk menarget seseorang.
Pasal 113 KUHAP baru: HP, laptop, chat, akun media sosial kamu bisa diakses tanpa perlu izin dari hakim
Tangkapan layar dokumen RUU KUHAP 18 November 2025 Pasal 113
Dalam pasal 113 KUHAP, Fickar bilang bahwa upaya paksa yang meliputi penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan berdasarkan ‘situasi mendesak’.
Padahal, “situasi mendesak” merupakan hal subjektif yang memiliki tafsir berbeda-beda.
Penyitaan dan penggeledahan itu sendiri dapat meliputi berbagai macam, seperti ponsel, data pribadi, rekening, hingga e-wallet yang bisa langsung diakses penyidik tanpa perlu izin hakim.
“Dengan mengasumsikan keadaan mendesak, lagi-lagi kebebasan tafsir penyidik yang berpotensi disalahgunakan,” kata Fickar.
Fickar bahkan mengatakan, akibat banyaknya kewenangan ‘menafsir’ di KUHAP, ia menyebut RUU KUHAP tidak menghormati HAM.
Pasal 16 KUHAP: Memicu kekhawatiran Gen Z akan aktivitas belanja dan transaksi online
Tangkapan layar dokumen RUU KUHAP 18 November 2025 Pasal 16
Di pasal 16 KUHAP, Fickar bilang kalau pasal tersebut rawan dan potensial jadi alat pemerasan, yang dilakukan dengan cara menjebak.
Beberapa prosesnya bisa dilakukan dengan pembelian terselubung atau undercover buy dan penyerahan di bawah pengawasan atau controlled delivery.
Fickar bilang kalau cara tersebut sebenarnya memang logis jika diterapkan pada kasus peredaran narkotika.
Namun, jika diberlakukan bagi tindak pidana umum, maka bisa saja ada potensi pemerasan.
Di masa sekarang, opsi membeli barang secara online dari marketplace menjadi pilihan menarik bagi Gen Z.
Selain karena lebih praktis, harga yang ditawarkan bisa lebih murah dari pada membeli secara langsung.
Namun, jika undercover buy dan controlled delivery diterapkan di kasus-kasus umum, tentu hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran.
Bagaimana jika paket yang kita terima ternyata bagian dari operasi tersebut?
“Cara ini menjadi logis jika hanya diterapkan pada kasus narkotika, tetapi ketika diberlakukan secara umum maka potensial menjadi alat pemerasan kepada orang yang dijebak untuk melakukan kejahatan. Ini melawan asas praduga tak bersalah,” kata Fickar.
Pasal 80 KUHAP: Potensi kasus dihentikan dengan damai saat masih diselidiki
Tangkapan layar dokumen RUU KUHAP 18 November 2025 Pasal 80
Pada pasal 80 KUHAP, Fickar bilang adanya kemungkinan keadilan restoratif (RJ) dilakukan sejak tahap penyelidikan.
Padahal tentu kita ketahui bahwa tahap penyelidikan belum dapat memastikan tindak pidana dan tersangka.
RJ sendiri umumnya dilakukan setelah ada kepastian adanya tindak pidana serta tersangka.
Fickar mengkhawatirkan jika RJ dibuka sejak penyelidikan, negosiasi perdamaian yang dilakukan dapat berpotensi adanya pemerasan atau suap-menyuap.
Sebagai contoh, misalkan seseorang melaporkan telah mengalami pelecehan kepada penyidik.
Namun, saat dalam tahap penyelidikan, sang pelaku atau bahkan keluarganya bisa mendatangi penyidik, lalu menawarkan uang atau kompensasi agar kasus diselesaikan melalui RJ.
“Ini artinya membuka ruang terjadinya sogok atau suap-menyuap bahkan jual beli perkara (pidana) di antara penyidik dan calon tersangka atau terdakwa pidana, padahal belum tentu ada perkaranya,” kata Fickar.
DPR membantah draf RUU KUHAP yang beredar di media sosial
Mengenai pembahasan RUU KUHAP yang dibagikan di media sosial, Habiburokhman membantah sebagian penjelasan tersebut.
Salah satunya ada pada poster yang dibuat oleh komunitas @bijakmemantau.
Ia mengatakan, penjelasan soal Rancangan KUHAP baru yang beredar di media sosial merupakan hoaks atau berita bohong.
“Saya perlu menyampaikan sedikit klarifikasi, Bapak dan Ibu, terkait adanya hoaks atau berita bohong yang beredar sangat masif di sosial media yang intinya menyebutkan empat hal,” kata Habiburokhman, dikutip dari Kompas.com, Selasa (18/11/2025).
Lebih lanjut, hoaks pertama menurutnya adalah kepolisian yang bisa menyadap, merekam, atau mengakses perangkat digital tanpa batas dan tanpa izin pengadilan.
Habiburokhman menegaskan bahwa Pasal 135 ayat (2) RUU KUHAP tidak mengatur hal itu, sebab teknis penyadapan akan diatur undang-undang tersendiri, dengan izin ketua pengadilan.
Kemudian, hoaks kedua adalah penjelasan polisi yang dapat membekukan tabungan dan rekening digital secara sepihak. Habib mengatakan padahal pada Pasal 139 ayat (2) KUHAP tertera aturan pemblokiran hanya melalui izin hakim.
Hoaks ketiga adalah soal pengambilan ponsel, laptop, dan data elektronik tanpa prosedur hukum.
Menurut Habiburokhman, pada Pasal 44 KUHAP penyitaan tetap harus mendapat izin ketua pengadilan negeri.
Hoaks terakhir adalah klaim polisi yang bisa menangkap, menggeledah, atau menahan tanpa konfirmasi tindak pidana.
Habiburokhman menegaskan pada Pasal 93 dan 99 KUHAP mengatur bahwa tindakan itu harus hati-hati dan minimal didukung dua alat bukti.
Apa langkah selanjutnya bagi Gen Z?
Sementara itu, RUU KUHAP tidak langsung diterapkan sekarang, melainkan baru akan berlaku pada 2 Januari 2026.
Mengenai langkah selanjutnya yang bisa dilakukan Gen Z, Abdul Fickar mengatakan caranya adalah dengan tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain.
“Tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain atau merugikan kepentingan umum,” jelas Fickar.
Jadi, bagaimana pendapat kamu mengenai RUU KUHAP ini?
Katanya Gen Z nggak suka baca, apalagi soal masalah yang rumit. Lewat artikel ini, Kompas.com coba bikin kamu paham dengan artikel yang mudah.
Tag: #kuhap #baru #dampaknya #buat