Siasat Licik Oligarki Merampok Tanah (Bagian II)
ADA jejak para oligarki ekonomi busuk (serakahnomik), khususnya yang bergerak di sektor properti (real estate). Mereka ingin kaya raya tanpa berbuat dan berinvestasi banyak.
Mereka mengumpulkan kekayaan dengan tabiat tuna akhlak, menginjak-injak rakyat yang tak berdaya, mengibuli negara, memperdayai hukum dan bersekongkol dengan aparat tak tahu malu.
Caranya, cukup dengan kemampuan meyakinkan semua orang bahwa mereka adalah investor besar yang datang ke daerah untuk meningkatkan ekonomi rakyat, memompa potensi daerah, mendorong kemajuan, dan memberantas kemiskinan.
Segala janji fatamorgana dihidangkan di depan para pemimpin daerah, terutama gubernur dan bupati/wali kota.
Para oligarki yang haus dan rakus harta itu, disambut bagai pahlawan. Perjanjian antara para oligarki dengan gubernur/bupati/wali kota pun ditandatangani.
Pihak Pemda membantu dan memberi konsesi dan hak-hak Istimewa membeli tanah. Tentu saja bantuan Pemda tersebut, disertai prasyarat.
Misalnya, oligarki tersebut harus membangun fasilitas turisme dengan segala infrastruktur pendukungnya, selain, tentu saja, properti yang memang menjadi tujuan utama oligarki.
Bagaimana mengeksekusi program yang penuh janji ini?
Pemda dan oligarki membentuk perusahaan bersama. Pemda pun diberi saham dalam perusahaan yang dibentuk itu.
Oligarki membentuk perusahaan khusus yang mewakili dirinya dalam perusahaan yang dibentuk bersama Pemda tersebut.
Dasar perangai licik, oligarki menjadikan perusahaan bersama tersebut menjadi perusahaan terbuka. Maka, pemilik saham perusahaan tersebut menjadi Pemda, oligarki, dan publik.
Namun tahukah Anda, saham publik tersebut, ternyata hanya sedikit sekali. Saham-saham yang dilebel sebagai saham publik tersebut juga milik oligarki tadi.
Oligarki tersebut memobilisasi orang-orangnya sendiri atau afiliasinya, yang dimodalinya sendiri untuk memborong saham-saham publik.
Dengan demikian, sang oligarki sejatinya menjadi pemegang saham mayoritas dan mutlak. Berarti, segala arah, perencanaan bisnis, managemen perusahaan di bawah kontrol oligarki. Pemda hanya berdiri bagai patung belaka dalam perusahaan tersebut.
Namun, masa bulan madu antara oligarki dengan Pemda tidak berlangsung lama. Pelan-pelan tetapi meyakinkan, saham-saham Pemda terdelusi secara sistematis. Alasan oligarki, selalu klasik: “Pemda tidak mampu menyuntikkan dana.” Sadis kan?
Di kampung saya, Makassar sana, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pernah memiliki pesanggrahan (penginapan) di lokasi yang paling strategis, pinggir laut.
Pesanggerahan tersebut dibangun dengan arsitektur Belanda. Entah bagaimana, milik Pemda itu berpindah tangan ke oligarki, setelah Pemda melakukan kerja sama melalui perusahaan dengan oligarki. Ini bukan novel fiksi, tapi nyata.
Untuk menyempurnakan kelicikannya, sang oligarki membentuk lagi perusahaan baru, selain perusahaan yang mewakili dirinya dalam perusahaan bersama tadi.
Perusahaan baru tadi itulah yang memborong tanah-tanah yang paling strategis dan bernilai ekonomi tinggi. Perusahaan bentukan yang baru ini, terafiliasi langsung ke oligarki atau keluarganya. Tidak ada kaitannya dengan perusahaan bersama antara Pemda dan oligarki.
Perusahaan bayangan tadi memperoleh tanah-tanah tersebut melalui atau dengan mekanisme pembelian dari perusahaan Pemda dan oligarki. Setelah tanah dimiliki, ia bisa menjual kepada siapa pun.
Maka, dengan mudah dinujum bahwa segala keuntungah besar yang diperoleh perusahaan bentukan baru itu, semua lari kepada oligarki sendiri.
Tidak ada keuntungan yang diperoleh perusahaan Pemda dan Oligarki. Sempurna kan kelicikan ini? Ini bukan kisah fiktif. Ini bukan omon-omon. Riil dan nyata.
Bagaimana dengan pembagian dividen?
Jangan tanya lagi. Dengan segala keculasan dan kebohongan, oligarki bisa memanipulasi angka-angka keuntungan karena manajemen perusahaan dikuasai sepenuhnya oleh oligarki.
Pemda sebagai parner bisnis, ditekuk tanpa daya. Dilibas tanpa ampun. Oligarki harus menang terus, dengan cara apa pun.
Bagaimana dengan kontrak Pemda yang mengharuskan membangun fasilitas turisme? Jangan harap. Yang penting, ribuan perumahan dengan pelbagai strata, telah dibangun dan dijual ke publik. Yang penting bagi oligarki, meraup keuntungan sebanyak mungkin, dengan siasat apa pun.
Yang lebih hebat lagi, bila ada aparat Pemda (pemegang saham) yang menyoal atau dianggap menghalangi kehendak oligarki, aparat tersebut dilaporkan ke polisi dengan pelbagai alasan yang dibuat-buat. Misalnya, mencemarkan nama baik, perbuatan melawan hukum, dan sebagainya.
Janji fatamorgana terhadap Pemda, juga berlaku bagi para pembeli rumah. Oligarki menjanjikan pelbagai fasilitas umum (fasum) kepada pembeli tatkala memasarkan rumah.
Setelah puluhan tahun, fasilitas umum yang dijanjikan tersebut, tak pernah kunjung datang.
Dalam hal ini, saya hanya mau berseru lantang dan jelas: “Wahai para pembeli yang kena tipu, bersatulah melakukan class action terhadap oligarki culas itu. Bangkrutkan dan pidanakan mereka.”
Lantas, apa yang harus dilakukan?
Pemda yang tertipu, harus meminta organ negara turun untuk melakukan audit keuangan terhadap perusahaan.
Masalahnya, ada uang negara yang terlibat dalam perusahaan bersama itu. Seiring dengan ini, Pemda sebagai pemilik saham, harus menghubungi OJK untuk melaporkan oligarki yang menipunya, agar saham-saham perusahaan oligarki itu, untuk sementara disuspen dulu.
Harus ada investigasi detail siapa sebenarnya pemilik saham-saham yang dianggap sebagai saham publik? Ini adalah public deception secara asasi dan harus ada ganjaran pidana yang setimpal.
Pemda yang dikibuli karena oligarki tidak memenuhi janji, seperti membangun infrastruktur turisme, harus memberi pelajaran. Lakukan kebijakan moratorium aktivitas perusahaan bersama itu, lalu tuntut secara perdata.
Perusahaan bentukan baru yang bersifat bayangan yang mengambil keuntungan melalui mekanisme perusahaan Pemda-Oligarki, harus diinvestigasi.
Pemda hanya memberi konsesi dan keistimewaan pada perusahaan bentukan Pemda dengan oligarki. Bukan Perusahaan atau entitas lain. Ini baru adil. Ini baru fair.