Said Abdullah Tegaskan PDI-P Terbuka dari Kritik Generasi Muda
– Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Jawa Timur (Jatim) Said Abdullah menegaskan bahwa pihaknya membuka ruang selebar-lebarnya bagi kritik anak muda terhadap partai.
Hal itu dikatakan pihaknya dalam gelaran “RedTalks: Suara Muda untuk Jatim” di Dyandra Convention Center, Surabaya, Sabtu (22/11/2025).
"Kami perlu mendengar suara anak anak muda. Pandangan mereka tentang PDI Perjuangan, termasuk berbagai kebijakan publik yang berimplikasi pada kehidupan mereka sehari-hari," ujar Said sebagaimana dilansir dari YouTube KompasTV Jatim, Minggu (22/11/2025).
Said menjelaskan, RedTalks: Suara Muda untuk Jatim diselenggarakan untuk mempertemukan PDI-P dengan generasi muda dan mendengarkan langsung kritik, pandangan, serta aspirasi mereka.
“Redtalks menjadi forum kritik-otokritik. Termasuk kritik terhadap PDI-P di Jawa Timur,” lanjut Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu.
Untuk diketahui, acara tersebut melibatkan sejumlah perwakilan organisasi dan komunitas anak muda dari berbagai daerah di Provinsi Jatim.
Sejumlah tokoh dan narasumber turut hadir, di antaranya Budayawan Sujiwo Tejo, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fisip Unair Irfan Yasin, petani milenial Ahmad Lafilian, serta pegiat media sosial Natasha Keniraras.
Sejumlah akademisi dari Surabaya, seperti Airlangga Pribadi dan Yohan Wahyu, juga mengikuti kegiatan tersebut.
Dua mahasiswa dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), yakni Muhammad Afjar Firdaus selaku Sekjen Pergerakan BEM Unesa dan Ghulam Ahmad A’li Zaini dari Kementerian Hubungan Luar Negeri BEM Unesa, turut menyampaikan pandangan.
Keduanya menilai forum tersebut memberikan perspektif baru bagi generasi muda dalam membaca arah politik dan ekonomi nasional.
Afjar mengatakan, RedTalks membuka cakrawala baru baginya, terutama karena ia tidak memiliki latar belakang pendidikan politik maupun ekonomi.
“Dari tadi kan topiknya ada beberapa, (mulai dari) ekonomi, politik, hingga kebudayaan. Dari segi ekonomi, khususnya saya sendiri yang tidak punya background ekonomi atau kewirausahaan, itu banyak insight baru. Ekonomi itu ternyata bisa jadi ladang untuk Gen Z, termasuk dalam politik,” kata Afjar.
Menurut dia, politik dan ekonomi merupakan sektor yang saling memengaruhi dan harus dipahami generasi muda.
Ia menilai, Gen Z yang mendominasi jumlah pemilih nasional memiliki posisi penting dalam menentukan arah kebijakan negara.
“Gen Z sekarang jumlahnya sangat banyak. Ketika nanti peran politik atau pemilu, Gen Z-lah yang jadi ujung tombaknya. Jadi sebagai Gen Z, kita harus membuka mata agar tahu dan bisa mengikuti arus politik yang ada di Indonesia,” lanjutnya.
Ia juga menekankan pentingnya literasi budaya sebagai pondasi berpolitik.
“Budaya sangat berkesinambungan dengan politik. Gen Z harus benar-benar tahu dan menguasainya, agar kita tidak melupakan budaya tetapi tetap melestarikannya, sambil tetap memahami politik,” tambahnya.
Muhammad Afjar Firdaus, Sekjen Pergerakan BEM Unesa (kiri) dan Ghulam Ahmad Ali Zaini, Kementrian Hubungan Luar Negeri BEM Unesa, usai menghadiri RedTalks, ruang dialog publik yang digelar Tribun Jatim Network bersama PDIP Jatim di Dyandra Convention Centre Surabaya, Sabtu (22/11/2025).
Mahasiswa jembatan gagasan dan realitas
Sementara itu, Ghulam Ahmad A’li Zaini menilai RedTalks memberi ruang bagi mahasiswa untuk memahami dinamika isu kebijakan dari beragam perspektif.
Forum tersebut dinilai pihaknya dapat membuka wawasan terkait perumusan kebijakan, tantangan ekonomi, higgga peran masyarakat sipil.
“Mahasiswa perlu lebih sering dilibatkan agar tidak hanya memahami teori, tapi juga melihat langsung percakapan publik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa mahasiswa memiliki peran penting sebagai penghubung antara gagasan kritis kampus dan realitas sosial politik di masyarakat.
RedTalks pun diharapkan dapat digelar secara berkelanjutan sebagai wadah diskusi yang memperkaya perspektif generasi muda.
“Kami berharap dialog semacam ini lebih rutin diadakan, karena membuka ruang interaksi yang jarang ditemukan di lingkungan akademik,” tuturnya.
Egaliter dekat dengan anak muda
Komika sekaligus pegiat ekonomi kreatif Yudhit Ciphardian menilai dunia politik saat ini masih terasa berjarak dengan generasi milenial dan Gen Z.
"Gen Z dan milenial itu merasa seperti tidak didekati. Mereka merasa politisi terlalu berjarak dan jarang turun ke masyarakat, sehingga wajar kalau mereka ragu," ujar Yudhit.
Karena itu, menurut Yudhit, politisi perlu meningkatkan komunikasi langsung dengan generasi muda melalui kegiatan tatap muka, dialog santai, dan diskusi terbuka.
"Sekarang Indonesia punya bonus demografi. Mereka yang menentukan arah bangsa," ungkapnya.
Ia pun mendorong PDI-P makin intens hadir di kalangan anak muda, utamanya di perguruan tinggi, komunitas kreatif, dan ruang-ruang egaliter yang dekat dengan anak muda.
"PDIP harus hadir di ruang yang dekat dengan anak muda, kampus, komunitas kreatif, tempat nongkrong yang egaliter," tegasnya.
Untuk mendekatkan jarak emosional, Yudhit mengatakan bahwa ekonomi kreatif berbasis teknologi digital juga dapat menjadi jembatan strategis untuk memperkuat kedekatan dengan pemilih muda.
Banyak anak muda kini bekerja sebagai kreator konten, pekerja film, hingga pengembang teknologi.
“Teman-teman saya banyak yang bergerak di (Sektor) ekonomi kreatif. PDIP perlu memfasilitasi ekosistemnya, mempermudah akses, dan mendukung ruang tumbuhnya,” katanya.
Yudhit juga menyinggung bahwa PDIP perlu mengikuti perkembangan teknologi.
Dia menilai, dukungan ekosistem kreatif penting karena anak muda tengah menghadapi tekanan ekonomi, mulai dari pendapatan tidak stabil, tuntutan kemampuan digital tinggi, hingga kebutuhan mengikuti kelas daring berbayar.
"PDIP meskipun banyak (diisi) yang sepuh (tetap) harus update juga. Jangan sampai nyalakan komputer saja enggak bisa, convert Word ke PDF enggak iso, (lalu) Wi-Fi mati panik," ujarnya.
Tag: #said #abdullah #tegaskan #terbuka #dari #kritik #generasi #muda